Kejadian yang terjadi ini, membuat suasana di atas atap—tempat yang selalu menjadi pelarian aku maupun Jasmine—menjadi sangat sepi dan menenangkan, semua terjadi dan berjalan terlalu cepat, perasaan bercampur aduk bagiku maupun bagi Jasmine membuat pergerakan awan putih di langit terlihat menyenangkan. Apa yang terjadi di bawah sana, Velia, Vania ataupun final pertandingan basket menjadi sesuatu yang tidak penting lagi bagi kami.
“Aaahhh…” Jasmine menggerutu dan tiba-tiba saja memelukku dan membenamkan wajahnya di tubuhku. “Aku benar-benar bodoh. Semuanya menyebalkan, apa yang harus ku lakukan sekarang?”
“Hei… hei… apa yang kau lakukan… berat tahu.” Keluhku.
“Aaaahhh….” Jasmine menggerutu. “Sebentar saja… aku sedang kesal… lagipula dadamu tidak empuk, aku jadi tidak bisa menenangkan diriku dengan nyaman.”Kalau begitu, gunakan saja dadamu sendiri. Aku berusaha melepaskan Jasmine dariku, tapi tenagaku tidak cukup, dan hanya bisa membiarkan terus merengek bahkan saat aku sedang duduk.
“Jadi apa yang terjadi barusan?” tanyaku.
“Semuanya buruk, menyebalkan, dan tidak menyenangkan. Terlalu mengesalkan untuk diceritakan.” Aku bisa membayangkannya, di tambah dengan botol minuman isotonik yang tidak jadi ia berikan, secara garis besar aku bisa tahu apa yang terjadi, pertanyaan tadi tidak lebih dari sekedar pertanyaan untuk menujukkan perhatian saja. “Kalau kau sendiri bagaimana? Kenapa Vania bisa mengambil penutup matamu?” tanya Jasmine sambil melepaskan pelukannya lalu menatapku.
“Ya… aku juga sama. Sesuatu yang tidak menyenangkan.” setidaknya itu hanya terjadi dalam kepalaku. Tambahku dalam hati.***
“Two pair!” ucap Jasmine sambil membanting kartunya—dua angka 4 dan dua kartu Jack dan satu kartu angka 7—ke lantai atap sekolah.
“Sayang sekali, ini kemenanganku yang ke-9…” aku meletakkan 3 kartu king dan 2 As di lantai. “Full House! Yeah….”
“Bagaimana kau bisa selalu menang seperti itu? Apa jangan-jangan kau punya kekuatan dibalik penutup matamu itu?”
“Hinaan macam apa itu? Kau mungkin hanya sedang tidak beruntung saja.”
“9 kali tidak beruntung? Sudahlah… kita ganti permainan saja.” keluh Jasmine yang sedang merapikan kartu remi yang berserakan di lantai.Hari kedua Open House, kali ini aku dan Jasmine, sama-sama tidak punya tujuan untuk melakukan apapun. Sepengetahuanku, Tim Basket SMA Magasa memenangkan pertandingannya, tapi siapa yang peduli, tidak ada artinya lagi—tidak pernah berarti bagiku. Setidaknya hari ini aku mempersiapkan dengan lebih baik untuk menghabiskan kebosanan dari pagi hingga siang. Tim sepak bola giliran bertanding di lapangan, sama meriahnya seperti tim basket kemarin, Tapi terlihat tidak terlalu bagus, SMA Magasa bahkan gagal masuk ke perempat final, membiarkan sekolah lain bermain bebas menuju piala open house sekolah sendiri, terlihat agak menyedihkan, karena itulah sorak sorai hanya terlihat dari murid-murid yang menggunakan seragam berbeda dengan SMA Magasa.
Aku dan Jasmine hanya bermain beberapa permainan papan, seperti monopoli, catur dan sekarang kartu remi, Jasmine tidak terlalu ahli dalam permainan seperti itu, kemenangan beruntun bukanlah hal yang jarang terjadi, tapi di satu sisi membuat permainan jadi cepat membosankan.
Di tempat lain, Velia berada di paviliun kecilnya bersama dengan Vania, tanpa Sarah yang lagi-lagi masih disibukkan dengan kegiatan OSIS-nya.Tidak jauh berbeda dengan keadaanku dan Jasmine, mereka juga tidak benar-benar memiliki kegiatan. Velia orang yang tidak terlalu peduli dengan acara sekolah, baginya hal itu bukan sesuatu yang spesial. Dia hanya menyukai apa yang ia rencanakan bukan apa yang orang lain rencanakan. Jadi dia lebih memilih menikmati waktunya sambil minum secangkir teh yang entah dari mana bisa terletak di paviliunnya dan beberapa kue kering. Mungkin Vania yang membawanya dan meletakannya di sana, tapi Velia tidak menanyakan hal itu, karena sedari pagi pun, Vania selalu bersama dengan Velia, apa memang ini keisengan yang sengaja dilakukan Vania untuk menarik perhatian Velia, tapi Velia tidak ingin terlihat bodoh bila ternyata itu bukan dari Vania melainkan dari Sarah—karena tidak ada orang lain lagi yang mungkin mendatangi paviliun kecil yang secara tidak tertulis diketahui orang-orang sebagai tempatnya Velia dan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot Aria [COMPLETE]
Fiksi RemajaAria, seorang gadis SMA yang hanya ingin berteman dengan semua murid di kelasnya, harus menyadari kenyataan ia tidak lebih dari sekadar murid yang dibully oleh Velia dan gengnya. Akankah keinginan Aria dapat terwujud?