Kemana mereka berempat pergi ketika pagi hari sebelum bel sekolah? Aku juga ingin tahu. Tapi rasa ingin tahu itu tidak sekuat perasaan untuk mengejar mereka dan mencari tahu kegiatan mereka layaknya seorang stalker. Selama satu bulan, hampir tidak ada teman sekelas yang berbicara padaku, di sekolah, di perjalanan pulang atau sekedar mengirim pesan pengumuman kelas, beberapa kali aku tidak tahu pengumuman seperti libur dadakan atau acara khusus yang mengharuskan murid-murid membawa barang tertentu dan itu cukup menjengkelkan. Mungkin itu perintah dari Velia. Tapi satu hal yang hebat dari itu semua adalah kerja kelompok.
Hari ini guru pelajaran Bahasa indonesia memberikan tugas kelompok untuk melakukan presentasi, membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang yang ditentukan secara bebas yang terbagi menjadi penyampai materi, pelaku riset, dan pembuat powerpoint.
“Tugas kalian adalah meminjam buku dari perpustakaan, lalu merangkum inti dari materi yang disampaikan dan mempresentasikannya, buku yang dipinjam adalah buku pelajaran dan bukan buku cerita ataupun novel, materi bebas untuk mencakup mata pelajaran lain, bapak harap kalian bisa menyelesaikannya dan mempresentasikannya minggu depan.”
Setelah memberikan inti materi tugasnya, pak guru meminta kami membentuk kelompok, dan di sinilah dengan hebatnya Velia beserta ketiga temannya itu langsung menunjukku menjadi bagian kelompoknya. Aku ragu jika ini perbuatan baik yang ia lakukan karena tidak ada orang yang mau sekelompok denganku, karena pada dasarnya mereka lah yang membuatku tidak memiliki teman. Aku tidak ingin berburuk sangka, tapi jika memang ada hal buruk yang mungkin mereka lakukan padaku dalam keadaan ini, kemungkinan terbesarnya adalah melimpahkan semua pekerjaannya padaku. Coba saja kalau mereka berani, toh, penilaian untuk perseorangan, aku tidak akan rugi bahkan untuk mengerjakan semuanya sekaligus.
“Jadi, apa yang kalian rencanakan kali ini?” aku menatap mereka sedikit sinis saat harus duduk bersama menjadi satu kelompok.
“Diam kau idiot, bukan kau yang memerintah di sini.” Vania menyelaku.
“Kita tentukan temanya saja dulu.”
“Maksudmu materi?”
“Bagaimana kalau tentang global warming?” Hellen memberikan usul.
“Ide yang bagus.”
“Kalau begitu sudah kita putuskan ya, sekarang pembagian kelompoknya.” Sarah mulai menulis di selembar kertas yang akan di serahkan pada pak guru setelah mendapat persetujuan dari Velia.“Aku dan Vania akan jadi orang yang presentasi, Sarah dan Hellen yang akan melakukan riset dan berusaha menjawab bila ada pertanyaan dan kau idiot, yang bertugas membuat powerpoint-nya.”
Meski ditentukan hanya dua orang yang melakukan riset tapi itu tidak berarti bahwa yang lainnya tidak harus mempelajari materinya. Velia secara sepihak memutuskan aku sebagai pembuat powerpoint, aku jelas tidak dapat menentangnya, jadi aku hanya berdiam diri dan tidak berkomentar.
“Oke, sudah ku catat semua, apa ada tambahan?” tanya Sarah.
Velia menatap kami satu per satu yang tidak berkata apa-apa. Itu artinya tidak ada bantahan atau sanggahan sama sekali.
“Bagus, kau bisa menyerahkan kertas itu pada pak guru, Vania dan Hellen akan mencari bukunya di perpustakaan saat istirahat nanti.”
Setelah Velia berkata begitu, Sarah pun menyerahkan kertasnya kepada pak guru diikuti kelompok-kelompok yang lain dan tempat duduk pun kembali ke tempat masing-masing seperti sebelumnya. Aku tidak melihat keanehan dari semua ini, apa memang aku saja yang terlalu memikirkannya. Saat jam istirahat, sesuai perkataan Velia, Hellen dan Vania pergi ke perpustakaan aku pun bisa makan siang dengan tenang hari itu, karena sepertinya Velia dan Sarah tidak terlalu peduli hari ini. Apa akan baik-baik saja? Entahlah. Lebih baik aku menikmati sedikit ketenanganku saat ini. Pelajaran berakhir dan tidak ada kejadian apa-apa hari itu dan aku bisa pulang dengan tenang.
Tapi sepertinya pemikiran itu agak sedikit naif. Kehidupan bukanlah sesuatu yang teramat indah bila kau berpikir terbebas dari kegelapan saat kegelapan itu masih ada. Esok harinya, saat melakukan “ice breaker“ pagi bersama Velia dan grupnya, kali ini Vania dan Sarah dengan mudah menahan tanganku untuk tidak merebut spidol yang tidak kusukai baunya itu—hari ini masih gagal. Aku bertanya pada mereka tentang materi hasil riset yang harus kujadikan powerpoint.
“Hei, boleh aku minta materi hasil riset kemarin untuk dijadikan powerpoint?”
“Pfft….” Velia menahan tawa dengan menutup bibirnya menggunakan salah satu tangannya sebleum ia mencoret dahiku—coretan yang sepertinya bisa ia lakukan dengan mata tertutup sekalipun. “Materi katamu?”
Saat Velia berkata seperti itu, kedua temannya yang memegangiku ikut tertawa.
“Hahaha… Kau ini terlalu polos idiot.”
“Apa jangan-jangan kau berpikir kalau kami benar-benar ingin sekelompok denganmu? Hahahaha… Kau terlalu naif, bukan begitu Hellen? Oi, Hellen?” Sarah meneriaki Hellen yang melamun di sampingnya.
“Ah, iya maaf. Kau tadi bilang apa?” Hellen tersadar dari lamunannya, seperti kejadian sebleumnya sepertinya ia melihat komik di atas mejaku, apa hanya perasaanku saja? Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan itu.
“Ah… dasar Hellen ini, kau sedang kurang tidur ya? Sering sekali melamun.” gerutu Vania.
“Kalau begitu kita sudahi saja kegiatan pagi ini.” Velia menenangkan mereka bertiga, lalu dilanjutkan dengan ritual rutinnya sebelum ia pergi meninggalkanku—mencoret tulisan IDIOT di dahiku.
Sial. Meski aku mulai terbiasa dengan coretan ini tapi bau spidol itu memang tidak enak. Bukan. Bukan itu yang ingin ku pikirkan. Sekarang adalah bagaimana aku membuat powerpoint tanpa materi dari mereka.
Ini benar-benar keterlaluan.
Aku tidak tahu bagaimana nanti pak guru melihat kelompok kami tidak memiliki powerpoint ketika melakukan presentasi. Bukankah hal itu akan merugikan satu kelompok karena tidak dapat melakukan presentasi? Bagaimana mereka dinilai bila tidak ada yang ditampilkan? Mereka tidak mungkin membuat powerpoint sendiri, karena itu akan menguntungkanku. Atau jangan-jangan? Mereka benar-benar akan tampil tanpa presentasi dan membacakan materinya saja? Itu mungkin saja berhasil, mereka bisa mendapat nilai dari sana sementara aku yang bertugas membuat powerpoint tidak akan mendapatkan apa-apa.
Ah, benar-benar sial.
Tidak akan kubiarkan, setidaknya aku tahu tema apa yang akan mereka bawakan. Aku harus mencari cara, tapi apa? Saat aku memikirkan hal itu, aku ingat satu hal yang paling penting dari semuanya ketika melakukan presentasi. Sebuah kesalahan ketika mereka merencanakan semua ini dengan menentukanku sebagai pembuat powerpoint. Akan ku tunjukkan apa yang akan terjadi minggu depan. Saat aku berpikir begitu, bel masuk pun berbunyi, aku menjalani hari ini dengan menggebu-gebu dengan semangat untuk melawan rencana mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot Aria [COMPLETE]
Ficção AdolescenteAria, seorang gadis SMA yang hanya ingin berteman dengan semua murid di kelasnya, harus menyadari kenyataan ia tidak lebih dari sekadar murid yang dibully oleh Velia dan gengnya. Akankah keinginan Aria dapat terwujud?