Bab 5 : Chapter 2 - Seandainya Ada yang Bisa Kulakukan Untukmu

1.2K 110 5
                                    

Hari Rabu.

Keadaan Hellen tidak banyak berubah. Wajahnya yang selalu pucat membuatnya terlihat seperti orang sakit. Aku berencana untuk berbicara dengannya pada hari di mana ia mendapat jadwal piket. Dulu, hari rabu adalah tempat dimana kami menghabiskan waktu bersama setelah pulang sekolah.

"Hellen, kau tidak apa-apa? Sepertinya belakangan ini kau kurang sehat."
"...."

Di ruang kelas hanya ada aku dan Hellen yang sedang merapikan tas di bangkunya. Petugas piket yang lain sudah menyelesaikan tugasnya dan pulang lebih dulu, itulah kenapa aku tanpa ragu menyapanya sekarang. Tapi Hellen tidak menjawabku, bahkan tidak melihat ke arahku dan langsung beranjak pergi.

"Hellen!"
"...."

Teriakanku menghentikan langkah kakinya.

"Hellen, ku mohon katakanlah sesuatu... Seandainya ada yang bisa kulakukan untukmu..."
"Diam!" bentak Hellen. "Jangan ganggu aku lagi..." ucapnya lirih dan melanjutkan langkahnya.

Sejahat apapun yang ia lakukan padaku akhir-akhir ini baik itu karena perintah Velia ataupun keinginannya sendiri. Aku tidak masalah. Aku tidak peduli karena Hellen adalah temanku. Tapi, melihat temanku melakukan hal yang hanya menyakiti dirinya sendiri, tidak mungkin aku hanya berdiam diri saja. Aku berjalan mengejarnya meraih tangannya.

"Hellen, hentikanlah semua ini, kau tidak akan mendapatkan apa-apa Hellen... Ku mohon, hentikanlah... Aku masih di sini untuk-"

Belum semua kalimatku terucap, sebuah gamparan keras mengarah ke pipi kananku, membuatku kehilangan keseimbangan. Kepalaku yang masih sedikit berputar tidak menghentikan Hellen untuk menarik kerah seragamku.

"Ku bilang diam! Dasar Idiot!" bentak Hellen. Wajah kami saling bertemu satu sama lain, aku melihat kemarahan dan kebencian terpancar dari wajahnya, sekeliling matanya yang hitam dan sedikit membengkak seakan memberitahu betapa besar penderitaannya karena masalah ini.
"He... Hellen...."
"Ini... Ini semua salahmu...." suara Hellen terdengar sedikit bergetar. "Ya, Ini semua salahmu, dasar Idiot, bodoh, tolol. Kau masih belum sadar ya kenapa semuanya jadi seperti ini?! Semua ini salahmu!"

Hellen menghempaskan tubuh kecilku ke lantai, lalu mengambil spidol papan tulis di atas meja guru.

"Hellen, ku mohon hentikan, kau tidak harus menjadi seperti ini. Tolong sadarlah Hellen."
"Sadar katamu?! Itu yang ingin kau katakan padaku? Ya, aku memang sudah sadar sekarang, seharusnya aku tidak pernah sekalipun mengkhianati Velia. Seharusnya aku tidak menderita seperti ini. Ini semua salahmu, Aria. Ini semua salahmu!" Hellen mencekik leherku dengan tangan kirinya lalu mendorongku hingga terjatuh ke lantai dan dengan menggunakan spidolnya ia mulai mencoret dahiku. "Karena kesalahanmu lah aku jadi seperti ini. Dan aku... sekalipun harus membunuhmu akan kulakukan agar semuanya kembali seperti semula." Hellen tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

Aku berusaha melepaskan cengkraman tangan Hellen yang semakin kuat mencekikku. Sementara Hellen tidak berhenti setelah mencoret dahiku. Ia mulai mencoret bagian pipi, dagu, leher, lengan, kaki sampai ke seragamku.

"Hellen, ku mohon hentikan...."

Saat ini yang tercium di hidungku hanyalah bau spidol yang cukup menyengat. Seluruh tubuhku di penuhi coretan dengan spidol papan tulis. Idiot, idiot, idiot, idiot, idiot, idiot.

"Semua ini salahmu, ini salahmu, salahmu, salahmu, salahmu... Ini salahmu Idiot! Dengan begini, Velia pasti akan senang dengan apa yang kulakukan padamu."

Setelah selesai mencoretnya sampai ke punggungku, Hellen menarik kerahku dan menyeretku ke belakang kelas. Aku berusaha melepaskan cengkramannya tapi kekuatan kami terlalu jauh berbeda.

"Hellen, apa yang akan kau lakukan?"
"Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sebelum Velia melihat kerja kerasku. Maka dari itu sebaiknya kau tidak kemana-mana."

Hellen mendorongku masuk ke dalam lemari yang biasa digunakan untuk menyimpan sapu dan kain pel. Ada cukup ruang untuk tubuhku yang kecil ini. Tanganku berusaha menahan pintu lemari agar tidak ditutup oleh Hellen, tapi Hellen membanting pintunya dengan keras membuat tanganku terjepit yang secara reflek akhirnya ku tarik. Dari dalam lemari aku dapat mendegar Hellen mengunci lemari itu tanpa ragu menggunakan gembok dan penahan yang tinggal di geser.

"Hellen! Buka pintunya, kenapa kau melakukan ini semua? Hellen.... Ku mohon sadarlah, Velia hanya mempermainkanmu."
"Diamlah!" Hellen menendang pintu lemari dengan keras. "Kau harus tetap di sana, sampai Velia melihatmu. Kau tidak perlu berteriak, tak akan ada yang mendengarmu dari sini."
"Hellen! Hellen!" Aku berteriak sambil menggedor pintu lemari dari dalam, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda aku dapat membukanya. "Ku mohon buka pintunya Hellen, kau tidak harus melakukan ini kan? Hellen!"
"Berisik!"

Aku terus berteriak sampai beberapa saat hingga menyadari bahwa Hellen sudah tidak ada di sana.

Idiot Aria [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang