Aku menatap sekejap gadis yang sedang berjalan menuju tempat duduknya yang ada di sebelahku. Gadis itu terlihat tidak senang saat alasannya diterima di sekolah ini disebutkan sebelumnya. Sebisa mungkin aku tidak ingin bertatapan langsung dengannya, meski begitu sepertinya dia juga tidak terlalu memperdulikanku.
Memasuki pelajaran pertama, Jasmine yang merupakan murid baru jelas belum memiliki jadwal untuk membawa buku pelajaran, lagipula orang biasa tidak akan berpikir kalau hari pertama di semester baru akan menjadi hari yang langsung belajar seperti di sekolah ini dan lagi tidak ragu untuk menggunakan jadwal yang sama dengan semester sebelumnya. Karena itulah saat pak guru sedang menjelaskan pun Jasmine mengangkat tangannya lalu berkata.
“Maaf pak, saya tidak membawa buku pelajarannya, apa yang harus saya lakukan?”
“Ah, benar juga. Kau pasti tidak memiliki jadwalnya, kalau begitu kau bisa merapatkan meja ke sebelahmu. Aria, tolong pinjamkan bukumu ya.” ucap pak guru sambil menunjukku untuk membantu anak baru itu.
“Baik, pak.”Ah… aku ragu ini hal yang baik untuk berinteraksi dengan murid kasar seperti dia, tapi mau bagaimana lagi, Jasmine mulai merapatkan mejanya ke mejaku dan menggeser bangkunya. Aku pun meletakkan buku pelajaran matematika di antara meja kami tersebut. Jasmine tidak berbicara apa-apa dan hanya fokus dengan apa yang dijelaskan oleh pak guru sampai ia menyadari sesuatu.
“Namamu, Aria kan?”
“I-Iya.”
“Apa itu di dahimu?”Mendengar perkataannya aku pun langsung reflek menutup dahiku dengan tanganku.
“Bu-bukan apa-apa.”
“Oh… oke.”Ku harap dia tidak menyadarinya, untuk sesaat aku lupa dengan apa yang ada di dahiku, aku dapat menutupinya dengan poni rambutku tapi orang yang melihatnya dari samping masih dapat melihatnya dengan mudah dan aku mengabaikan hal itu. Ku rasa lebih baik dia tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Dan teman-teman yang lain pun pasti akan memperingatkannya saat istirahat nanti tentang perintah Velia agar tidak berteman denganku. Kejadian Jasmine bisa mengobrol sedikit denganku seperti ini, bagaikan sebuah kebetulan yang tidak terduga. Tapi, apa bisa Velia mengendalikan gadis ini ya? Entahlah, yang jelas itu bukan urusanku.
Saat jam istirahat pertama.
Seperti sebuah skenario yang sudah dihafalkan oleh pemain sandiwara dalam teater, murid pindahan akan dikerumuni oleh murid-murid yang lain, meski itu sebuah kebiasaan yang menunjukkan keramahan yang sudah menjadi tradisi, tapi saat ini suasananya agak suram dan Jasmine menyadari itu. Pertanyaan-pertanyaan umum pun mulai bergulir satu per satu padanya.“Kau tinggal dimana?”
“Kamu berasal dari sekolah mana?”
“Kamu atlit juara karate sungguhan? Wah pasti hebat ya.”Jasmine tidak menyukai suasana keterpaksaan itu dan saat gelar juara karatenya disebut, ia tidak lagi menahan dirinya dan membentak.
“Bisa kalian pergi dariku? Aku tahu kalian tidak ingin menyapaku jadi tidak usah di paksakan. Memangnya ada masalah kalau aku ini atlit karate?
Seperti kalian tidak pernah melihat orang latihan karate saja.”Ahh… gadis yang merepotkan. Satu hal yang muncul di kepalaku yang sedang menyantap makan siang seorang diri adalah Sebisa mungkin jangan berurusan dengan gadis ini. Tapi di sisi lain, aku melihat Velia dan grupnya sepertinya merencanakan sesuatu tentang hal ini. Apakah dia akan merekrutnya? Sebelum aku mengetahui apa yang mereka rencanakan, kemarahan jasmine membuat seisi kelas agak gaduh, tidak sedikit yang meninggalkannya dan berkomentar buruk tentang sikapnya sama sepertiku.
“Benar-benar gadis yang kasar.”
“Kalau tidak suka, tidak perlu marah-marah seperti itu kan.”Mendengar omongan seperti itu, perlahan-lahan murid yang tadinya bergerombol di meja Jasmine mulai bergerak pergi meninggalkannya. Sebenarnya aku juga ingin pergi, tapi karena dari awal aku memang tidak terlibat, ku rasa dia tidak akan menggangguku. Tapi sayangnya tidak begitu.
“Hei, Aria…”
Sial, dia memanggilku, lebih baik pura-pura tidak dengar dulu.
“….”
“Oi… oi… memangnya kau tuli? Atau jangan-jangan sama seperti yang ada di dahimu, kau itu benar-benar idiot?”Gawat… dia sudah mengetahuinya.
“Ada apa?” setelah tahu kalau dia memang melihat tulisan itu, secara reflek aku menjawabnya.
“Ah… rupanya benar ya, kau ini… jangan-jangan kau korban penindasan ya di sini.” Jasmine mengarahkan tangannya ke arah poniku untuk melihat dengan jelas apa yang tertulis di sana tapi aku mencegahnya dan menahan tangannya.
“Katakan saja ada perlu apa.” jawabku datar.
“Oi, oi… memangnya kau tidak dengar yang lain tadi bicara apa?!” entah kenapa, emosi Jasmine langsung meluap. “Aku ini atlit karate loh…” sambil berbicara seperti itu, dengan santainya ia menghempaskan kotak makan siangku hingga jatuh ke lantai.Ahhh… telur gorengku. Benar-benar gadis yang merepotkan. Memangnya siapa dia? Velia kedua? Apa ini semacam guyonan karena ada idiot kedua lalu ada Velia kedua. Benar-benar bodoh.
“Haaa…” aku menarik napas dalam-dalam di hadapannya, lalu mengambil kembali bekal yang sudah tumpah di lantai, dan membereskan. “Baiklah… jadi ada apa?”
Jasmine yang mendengar perkataanku langsung menarik kerahku dan mengangkatku hingga berdiri. Kakiku sampai tidak dapat menyentuh lantai. Perbedaan tinggi kami terlalu jauh, ku rasa aku tidak bertambah tinggi sejak 6 bulan terakhir.
“Kau ini… sedang meremehkanku ya?”
“Perasaanmu saja…”
“Hahaha… Padahal cuma korban penindasan tapi kau masih bisa berlagak. Siapa yang mengganggumu? Bagaimana kalau kau jadi pesuruhku dan akan ku berikan pelajaran padanya?”
“Tidak perlu, terima kasih. Bukankah itu sama saja, seperti keluar dari kandang singa masuk ke kandang gorila?”
“Hahahahahaha….” Jasmine tertawa terbahak-bahak, lalu menurunkanku. “Luar biasa sekali kau ini, tidak heran kenapa di sana tertulis idiot. Kalau begitu, lihat saja nanti saat pulang sekolah.”Luar biasa memang… kini aku dalam masalah.
Setelah berkata seperti itu, Jasmine keluar dari kelas dan sepanjang sisa pelajaran dia tidak lagi masuk ke dalam kelas. Wali kelas mengatakan dia kurang enak badan dan istirahat di UKS.
![](https://img.wattpad.com/cover/194337535-288-k347072.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot Aria [COMPLETE]
Fiksi RemajaAria, seorang gadis SMA yang hanya ingin berteman dengan semua murid di kelasnya, harus menyadari kenyataan ia tidak lebih dari sekadar murid yang dibully oleh Velia dan gengnya. Akankah keinginan Aria dapat terwujud?