will u?

370 79 14
                                    

"Lah kok berhenti?" tanya Nayeon saat motor Dowoon tiba-tiba berhenti.

"By, coba turun bentar deh."

Walaupun pertanyaannya gak dijawab, Nayeon tetap turun dari motor sesuai permintaan kekasihnya itu.

"Kenapa?" tanya Nayeon lagi yang untungnya dijawab.

"Bannya bocor."

"Terus gimana?" Sumpah ya Nayeon benar-benar gak ngerti soal ginian.

"Ya dibawa ke bengkel."

"Caranya?"

"Ya didorong. Kalo gak salah di sana ada bengkel deh," jawab Dowoon sambil nunjuk ke arah jalan yang tadi mereka lewati.

"Emang bisa?"

"Dih ngeremehin. Jangankan dorong motor, angkat kamu aja bisa."

"Cih. Sok kuat," ucap Nayeon dengan nada tak percaya. Gimana gak percaya, kalo Dowoon aja bukan tipe orang yang doyan olahraga? Badannya juga gak ada otot sama sekali.

"Oh, kode minta digendong?"

"Ih apaan? Udah ah katanya mau ke bengkel? Keburu bengkelnya tutup ntar," ujar Nayeon sambil balik badan terus jalan lebih dulu. Nayeon malu, soalnya digodain gitu doang sama Dowoon dia udah blushing.

***

"Bannya mesti diganti ini Mas. Kena paku, gak bisa ditambal lagi," ucap montir bengkel yang mereka datangi.

"Yaudah, Pak, ganti aja."

"Tapi Mas, stok bannya lagi kosong. Toko juga udah tutup kalau jam segini."

"Yaudah deh, Pak. Motornya saya tinggal aja, besok pagi saya ambil. Bisa?"

"Bisa, Mas."

***

"Yuk."

"Motor kamu mana?"

"Besok baru bisa diambil."

"Terus kita pulang naik apa?"

"Tuh," jawab Dowoon sambil menunjuk halte bus sekitar tiga meter dari bengkel.

"Yakin?" tanya Nayeon sangsi. Nayeon sendiri saja gak tau bus yang searah dengan rumahnya yang mana.

"Udah percaya aja."

Setelah menunggu kurang lebih sepuluh menitan, bus yang kata Dowoon menuju rumah Nayeon pun datang. Untung banget sekarang bukan jam pulang kantor, jadi mereka mendapatkan bangku yang kosong.

"Yakin gak salah bus?"

"Yakin, By. Udah deh percaya aja sama aku," ucap Dowoon menggenggam tangan kiri Nayeon dengan erat untuk meyakinkan gadis itu.

Mungkin karena efek capek, gak lama setelah bus kembali jalan, Dowoon merasa kepala Nayeon jatuh dan menyandar di bahunya. Dowoon cuma bisa senyum aja lihat pacarnya yang tidur dengan nyenyak. Lucu banget soalnya.

Bahkan ketika bus telah berhenti di halte yang tak jauh dari komplek rumah Nayeon, gadis itu tetap tertidur. Karena tak tega, Dowoon memutuskan untuk menggendong Nayeon. Dengan usaha extra, Dowoon berhasil menggendong Nayeon di punggungnya dan tas serta heels gadis itu di tangan kanan kirinya.

Jika Nayeon tadinya tak terganggu dengan usaha Dowoon untuk mengangkatnya, gadis itu malah terganggu oleh angin malam yang berhembus cukup kencang. Nayeon cukup kaget dong, bangun di gendongan Dowoon.

"By, turunin. Aku berat tau."

"Iya berat, makanya jangan banyak gerak."

Menurut. Nayeon pun sedikit memperbaiki posisinya dan tangannya kini mengalungi leher Dowoon. Lagian kapan lagikan bisa digendong kek gini?

"Nay."

"Hm."

"By."

"Kenapa sih?" tanya Nayeon rada sewot, dia lagi pewe juga malah dipanggil terus.

"Kalau aku ajakin nikah mau gak?"

Dapat pertanyaan gitu, Nayeon pasti kaget dong, Nayeon mau turun dari gendongan Dowoon tapi ditahan. "By, jangan banyak gerak."

"Kamu lagi gak becandakan?"

"Seriuslah. Dijawab dong."

"Maulah," jawab Nayeon tanpa ragu. Dari awal hubungan mereka juga udah serius. Nayeon udah capek dengan hubungan yang berakhir dengan sakit hati seperti mantan-mantannya.

Abis Nayeon jawab kek gitu, Dowoon berhenti terus nurunin Nayeon dan barang-barangnya.

"So, Nayeon will you marry me?" Dowoon balik badannya terus ngeluarin kotak cincin dari saku celananya.

"Anjir gak romantis." Nayeon sebenarnya speechless dan pada akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Kalaupun boleh jujur, lamaran impiannya itu bukan seperti ini.

"Oke. Aku anggap itu iya." Abis itu Dowoon balik badan dan jalan lebih dulu.

"Dowoon! Aku belum jawab!"

Tbc....

7 Oktober 2019

Problematika ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang