(35)

3.6K 391 69
                                    

Dengan kehadiran Abang Jaz yang tiba-tiba membuat keadaan semakin canggung, malah nggak sedikit yang mulai menjadikan kami berempat pusat perhatian, malu pasti tapi entah kenapa gue lebih kecewa dengan sikap Juna sekarang.

"Rana, Abang tanya kamu." Ulang Abang Jaz mengusap lengan gue lagi, sadar dengan tatapan Juna yang memang sedang gue perhatikan, gue menurunkan tangan Abang Jaz perlahan.

"Abang sendiri ngapain disini?" Tanya gue balik mengabaikan pertanyaan Abang Jaz barusan.

"Apa itu penting sekarang? Bukannya kamu udah menikah sama Juna? Terus sekarang ini apa? Dia selingkuh dari kamu?" Raut wajah Abang Jaz berubah marah, mungkin karena Abang Jaz pernah diselingkuhi jadi begitu nebak Juna selingkuh, amarahnya terpancing.

"Kita pergi aja." Gue berbalik narik lengan Abang Jaz pergi ninggalin Juna sama Dewi di tempat, kalau makin panjang, makin ramai juga yang merhatiin kita berempat, rumah tangga gue belum seseru itu untuk dijadikan tontonan.

Masih menarik lengan Abang Jaz, kepala gue masih berpikir keras, apa memang Juna nggak bisa milih sama sekali? Kalau dari sikapnya aja udah terang-terangan dia lebih mementingkan Dewi, gue mau mengharapkan apalagi? Gue mau nunggu apalagi?

"Ran, kamu belum jawab pertanyaan Mas, kamu baik?" Gue terpaksa ikut memberhentikan langkah begitu Abang Jaz menolak berjalan lebih jauh.

"Aku pikir semuanya bakalan baik-baik aja asalkan aku mau sedikit bersabar tapi ternyata enggak Bang, aku nggak baik-baik aja." Jawab gue memaksakan senyuman.

Di awal gue beneran mikir, nggak papa kalau Juna belum bisa memilih, nggak papa kalau Juna masih mempertahankan Dewi karena bagaimanapun, gue yang merebut Juna tapi entah kenapa, gue udah nggak bisa bersabar, di nomer duakan tertanya rasanya nggak segampang itu.

Setiap kali gue sama Juna ribut tentang Dewi, di akhir Juna tetap akan memilih menenangkan Dewi lebih dulu dan itu membuat gue merasa tersisihkan, gue merasa ditinggalkan dan perasaan gue akan nggak penting.

"Jadi bener Juna selingkuh dari kamu?" Abang Jaz berniat balik nemuin Juna begitu mengeluarkan kata-katanya tapi harus gue tahan, Juna juga nggak sepenuhnya salah.

"Juna nggak selingkuh Bang, aku yang jadi orang ketiganya." Lirih gue merasa bersalah, gue bahkan merasa diri gue sangat bodoh sekarang, apa yang udah gue perbuat sebenernya? Gue nggak bisa mempertahankan Juna tapi disisi lain, gue juga mulai nggak suka setiap kali Juna lebih mementingkan Dewi.

"Dia nggak selingkuh, maksud kamu gimana Ran." Abang Jaz terlihat sangat kebingungan tapi gue juga nggak bisa memberikan penjelasan apapun, gue nggak mungkin cerita sama Abang Jaz semudah itu, gimanapun, Abang Jaz cuma Abang dari sahabat gue, gue rasa gue sama Abang Jaz belum sedekat itu sampai bisa berbagi masalah hidup.

"Kalau memang kamu nggak bisa cerita, Abang nggak akan maksa tapi Abang harap, kamu nggak akan nolak Abang anterin pulang, Abang khawatir." Gue setuju.

.

"Apa itu yang kamu maksud dengan nggak punya hubungan apapun? Kamu yakin kalau kamu cuma menganggap dia sebagai Abang dari sahabat kamu?" Gue diam nggak memberikan respon, gue lagi mencoba bersabar jadi harusnya Juna juga mengerti situasi.

Hampir tiga jam berlalu tapi Juna baru pulang sekarang, dari tadi dia kemana aja? Nenangin Dewi apa butuh waktu selama itu? Nah sekarang begitu pulang malah mau ngajak ribut gue lagi, tolonglah, gue capek.

"Kirana, aku bicara sama kamu." Juna narik baru gue untuk berbalik menghadap dia sekarang, gue yang memang sedang dalam posisi tidur dengan malas menatap Juna, gue bahkan nggak punya tenaga sama sekali.

"Jawab pertanyaan aku, apa kamu yakin dia cuma menganggap kamu sebagai sahabat adiknya? Nggak lebih." Ulang Juna yang membuat gue narik nafas dalam, gue bangki dari posisi tidur dan menyandarkan tubuh gue di sisi ranjang.

"Kalau memang Abang Jaz menganggap aku lebih dari itu kenapa? Nggak ada masalah jugakan?" Tanya gue balik, lagian kalaupun bener, masalahnya apa? Toh Juna juga lebih mementingkan Dewi, mau gue dekat dengan siapapun ya nggak ada masalahnya.

"Nggak ada masalah kamu bilang, kamu lupa kalau sekarang kamu itu istri aku? Kamu mau orang lain mikir apa setiap kali ngeliat kamu diantar pulang sama laki-laki lain?" Juna terliaht cukup kesal tapi gue memilih untuk tersenyum sinis, Juna nggak salah nanya kaya gini sama gue?

"Kamu nggak berhak nanya kaya gini sama aku." Harusnya Juna juga sadar, kalau dia mau gue menganggap dia suami, dia harus bertindak kaya gitu, bukannya malah selalu memerdulikan perempuan lain.

"Aku berhak, aku suami kamu." Juna menegaskan statusnya, gue mengangguk pelan dan tertawa kecil menatap Juna sekarang, ini yang namanya cuma mau dimengerti sama orang lain tapi dia nggak mau ngerti posisi orang lain gimana.

"Kalau kamu sebegitu sadarnya dengan status kamu sebagai suami aku sekarang, terus Dewi itu siapa? Heum pacar? Kalau kamu sendiri bisa punya pacar, kenapa aku nggak bisa dekat sama laki-laki lain?" Bukannya begini baru adil? Dia bisa memperhatikan perempuan lain dari pada gue tapi begitu ada laki-laki lain yang perhatiannya jauh lebih besar ke gue, dia protes.

"Tapi kamu tahukan hubungan aku sama Dewi gimana? Aku nggak bisa mi_"

"Juna! Stop menjadikan alasan menikahi aku secara dadakan sebagai alasan kamu belum bisa ninggalin Dewi, aku muak dengernya." Nada bicara gue meninggi, gue beneran udah nggak tahan.

"Kamu pikir aku nggak kecewa setiap kali kamu lebih peduli sama Dewi dibanding aku, kamu pikir karena kita berdua nikah tanpa cinta, aku nggak peduli kalau suami aku masih berhubungan dengan perempuan lain, Jun, aku nggak sebaik itu." Ini yang harusnya Juna paham, gue udah bersabar tapi dia mau gue bersabar seberapa lama lagi.

"Kalau memang kamu nggak bisa ninggalin Dewi yaudah lepasin aku, biarin aku nemuin laki-laki yang lebih peduli sama aku, lebih perhatian sama aku, lebih menjaga perasaan aku, jangan nyiksa aku kaya gini." Kalau memang ninggalin Dewi sesulit itu ya tinggalin gue aja yang lebih mudah, gue nggak mau di nomerduakan lebih lama lagi.

"Aku mau bersikap egois sekarang, aku udah nggak peduli kita menikah karena apa, aku udah nggak peduli kalau harus merebut kamu dari siapa, yang aku tahu sekarang kamu milik aku." Gue udah jahat sama Dewi yaudah biarin kaya gitu, Juna juga terlalu baik untuk Dewi.

"Rana, aku_"

"Ini adalah usaha aku untuk mempertahankan kamu." Kalau Juna terlalu bingung dengan pilihannya, biar gue permudah.

"Sekarang kamu yang pilih, kamu mau menyambut uluran tangan aku dan melepaskan Dewi sesegera mungkin aku berbalik arah dan lepasin aku sesegera mungkin juga." Ini pilihannya.

"Aku nggak mau berbagi suami dengan perempuan lain." Harusnya ucapan gue udah sangat jelas, kalau memang setelah ini Juna masih meragu, berarti memang bukan gue yang Juna mau, sesederhana itu.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang