(9)

3.7K 328 21
                                    

"Mas! Kenapa mendadak?" Gue narik lengan Mas Zian untuk melepaskan dekapannya.

"Bukannya kamu takut perasaan kita berubah, makanya ayo menikah, setidaknya walaupun Mas sibuk, kita masih bisa ketemu setiap hari kalau udah serumah." Bukan kaya gini juga maksud gue.

"Menikah nggak akan menyelesaikan masalah kita sekarang, Mas tahukan maksud aku gimana?" Gue mau Mas Zian meluangkan waktunya bukan minta ketemu setiap hari, walaupun kita ketemu setiap saat kalau pikiran Mas Zian nggak ada bareng gue itu percuma.

"Mas beneran nggak mau kehilangan kamu." Mas Zian menggenggam tangan gue erat.

Menghembuskan nafas dalam, gue menatap Mas Zian ikutan bingung sekarang, dari sikapnya semakin membuat gue yakin kalau memang nggak ada perempuan lain dan gue percaya itu tapi mengenai waktu dan kehadirannya yang gue maksud, Mas Zian sama sekali belum paham.

"Aku nggak akan menikah kalau ini alasannya, bukannya aku nggak cinta sama Mas, aku cuma nggak mau bertindak terburu-buru." Sesuatu yang terburu-buru juga nggak baik apalagi ini soal pernikahan, gue mau menikah sekali seumur hidup.

"Mas cuma berusaha memberikan yang terbaik untuk kamu, Mas cuma mau kamu hidup dengan nyaman setelah kita menikah nanti, kamu dan anak-anak kita nggak akan kekurangan apapun." Lirih Mas Zian menggenggam tangan gue dengan kepala tertunduk.

Gue juga ikut kehabisan kata sekarang, pada dasarnya niat Mas Zian baik tapi gue juga nggak mau ngerasa terus diabaikan, gue mau Mas Zian membagi waktunya dengan adil, cuma itu.

"Aku paham maksud Mas tapi Mas juga harus paham keinginan aku." Gue nggak mau menyalahkan.

"Mas paham." Apa Mas Zian beneran paham? Semoga aja.

.

"Kakak kenapa? Bukannya keadaan Tante sekarang udah jauh lebih baik?" Dengan tangan yang masih sibuk mengupas jeruk, gue mendengarkan pertanyaan Jun sambilan berpikir keras, apa yang masih gue pikirin sebenernya?

Semenjak beberapa hari setelah gue ngomong terus terang sama Mas Zian, perlahan sikap Mas Zian beneran berubah, banyak banget malah perubahan, bisa dibilang sikap Mas Zian hampir balik kaya dulu, selalu perhatian sama gue.

Tapi anehnya, setelah apa yang gue mau mulai nyata, perasaan gue masih aja nggak karuan, ini aja gue masih bengong sendiri, padahal keadaan Mama udah mulai membaik, bahkan udah bisa pulang ke rumah tapi tetap aja, gue masih ngerasa ada yang mengganjal.

"Lah ditanya malah bengong, kenapa?" Ulang Jun nepukin tangannya di depan muka gue.

"Nggak papa, kamu sendiri kenapa masih disini? Bukannya udah pamit pulang dari tadi?" Gue tanya balik, ya memang seharusnya Juna udah pulang tapi anehnya, orangnya masih bisa duduk santai di meja makan rumah gue sekarang.

"Kak! Diluar itu hujan gede, Kakak nggak liat? Nggak sadar ya?" Gue langsung mengalihkan pandangan ke arah luar dan bener aja, hujannya lumayan deras, gue juga nggak nanya apapun lagi karena tahu Juna dateng bawa motornya tadi.

"Kakak sebenernya punya masalah apa? Tante udah mendingan, Mas Zian juga udah oke, apalagi yang jadi beban pikirannya sekarang?" Juna bahkan mulai menggelengkan kepala heran menatap gue.

"Heum, Kakak juga nggak tahu kenapa?" Gue juga nggak jelas, suram dan beneran nggak bisa mikir.

"Pernikahan Kakak sama Mas Zian tinggal dua bulan lagi, nggak sampai malah, harusnya calon pengantin itu mukanya happy, bukan makan suram modelan Kakak begini." Mendengar ucapan Juna, yang ada dikepala gue sekarang cuma kalimat pernikahan gue yang semakin dekat.

Walaupun Mas Zian bisa terima keputusan gue yang menolak untuk mempercepat pernikahan kita, tapi tanpa sadar waktu terus berjalan dan hari pernikahan yang udah kita berdua rencanakan sejak awal juga semakin dekat, gue hampir nggak percaya.

"Jun! Dulu waktu Dewi ngajak balikan, kamu setuju itu alasannya apa?" Tanya gue mengalihkan topik, nggak sepenuhnya pengalihan juga tapi menurut gue ini ada kaitannya.

"Mendadak ngebahas aku gitu?" Juna tertawa kecil.

"Kamu tinggal jawab, kenapa kamu setuju untuk balikan? Padahal Dewi itukan u_"

"Udah ninggalin aku gitu aja? Heum nggak ada alasan khusus, aku cuma ngerasa kalau aku masih tertarik sama Dewi, aku masih mikirin dia, aku masih khawatir sama dia dan aku masih mau tahu semua tentang Dewi, setiap saat jadi nggak ada alasan untuk aku nolak ajakannya balikan." Potong Juna memberikan jawaban yang cukup yakin.

Mendengar penjelasan Juna, tanpa sadar gue kembali menghembuskan nafas berat, nggak ngerti lagi sama pemikiran Juna, mungkin Juna memang masih secinta itu jadi begitu Dewi ngajak balikan, itu ibarat kesempatan yang nggak akan datang dua kali.

"Tapi kenapa Kakak nggak ngerasain apapun sskarang?" Perasaan gue beneran kosong, bahkan kalau nggak dibahas, mulai ada hari dimana gue nggak ingat sama Mas Zian sama sekali.

"Maksudnya? Kakak nggak ngerasain apapun itu tentang apa? Yang jelas biar aku bisa ngasih jawaban."

"Kakak ngerasa kalau mungkin bukan Mas Zian yang Kakak mau sekarang." Juna yang memang lagi menenguk minumannya langsung keselek, airnya muncrat kemana-mana.

"Hah? Ariana, lo jangan gila." Dan ini adalah reaksi lanjutan Juna begitu mendengarkan ucapan gue.

"Kakak gilakan? Kayanya beneran." Gue aja hampir nggak percaya kalau gue bisa ngomong kaya barusan.

Setelah gue pikir-pikir lagi, memang ini yang sangat mengganjal sekarang, gimana enggak, hari pernikahan gue sama Mas Zian semakin dekat tapi makin hari, gue masih semakin nggak mikirin Mas Zian, seolah bukan Mas Zian yang sekarang gue mau.

"Kak! Kakak sadarkan yang barusan Kakak omongin itu apa? Kalau ini cuma efek samping karena Mas Zian nggak punya waktu untuk Kakak, aku bisa paham, kalau itu alasannya aku bisa ngerti tapikan Kakak udah lihat sendiri Mas Zian banyak berubah, itu semua demi Kakak." Gue mengangguki karena memang itu kenyataannya.

"Tapi kalau hati Kakak tetap nggak bisa balik kaya dulu gimana? Mungkin kamu bener, ini karena Kakak terlalu lama diabaikan, terus ini salah siapa?" Saat gue butuh, Mas Zian nggak ada, dan disaat gue mulai terbiasa tanpa Mas Zian, ini juga salah siapa?

"Tapikan Kak, Mas Zi_"

"Kamu juga nggak bisa maksain perasaan kamukan? Sebegitu jahatnya dewi tapi begitu dia balik, kamu juga terima, kenapa? Karena kamu nggak bisa nyembunyiin perasaan kamu, ini juga yang Kakak rasain sekarang." Gue nggak bisa bohong dengan apa yang gue rasain, memang bukan Mas Zian orangnya.

"Ya terus yang ada dalam pikiran Kakak itu siapa? Perasaan Kakak jadi nggak karuan kaya gini karena siapa?" Dengan raut wajah kesalnya, Juna masih bisa melayangkan pertanyaan kaya gini, apa gue harus memberikan jawaban jujur.

"Kamu." Jawaban gue yang membuat Juna langsung terdiam di tempat.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang