7. Batas!

215 19 2
                                    

"Yaudah kalo gak mau naik bus bareng, kita duluan apa temanin sampe taxi dateng?" Tanya Theo masih menawarkan kebaikan.

"Kalo gak mau terpaksa kami tinggal nih." Lanjutnya dengan tawa ringan.

Zizi ikut tersenyum. Sedikit , bahkan hampir tak terlihat kalo itu adalah senyuman "Duluan aja gpp!" Ucapnya terus menolak. maklum dia gak biasa dengan bantuan siapapun apalagi itu dari anak lelaki. entah kenapa dia selalu risih!

"Yaudah hatihati kami duluan." Kedua anak itu terpaksa yang mengalah dan melenggang menjauh meninggalkan zizi.

dan Sekarang sudah hampir pukul 15.00 pm. Belum juga ada taxi yang lewat. Zizi mulai terlihat khawatir, Ia terus gelisah, mondar-mandir dari tempat duduk--gerbang kembali ke tempat duduk lagi. begitu terus berulang.

Hingga beberapa menit kemudian!

Muncul Stiv dari dalam sekolah dengan mobil sedan hitamnya yang masih kelihatan mengkilap.

"Hi Neng" goda Stiv ke Zizi.

Zizi yang kaget akan kemunculan stiv yang tiba-tiba menghela Napas legah, meski tak tahu kenapa Ia lakukan. Ia hanya bersyukur setidaknya ada yang menemaninya.

"Hi stiv." Balasnya, Melihat sedikit kearah stiv lalu kembali mendongakkan kepalanya keatas, agar lurus ke arah jalan.

Stiv yang masih setia didalam mobil terus memerhatikan Zizi, dan itu membuat zizi terlihat sedikit canggung, dan Sesekali menoleh ke kiri dan kanan sebagai penghilang rasa grogi..

Ia terus sibuk, mencari keberadaan taxi yang mungkin saja akan segera lewat.

"Papa blom jemput ??" Tanya Stiv.

Zizi mendelik "Papa?" sambil memicingkan matanya tepat ke dalam manik mata stiv yang juga sedang menatapnya. "Bokap aku tuh!" Tukasnya.

"Iya iya tau. Pelit amat!" Ucap Stiv kemudian menepihkan mobilnya kesamping pagar sekolah agar tak menghalangi jalan. lalu Ia keluar dan menghampiri zizi.

Zizi menatap Stiven was-was "Kok turun ?" Tanyanya setelah Stiven sudah berdiri dekat dengannya.

"Aku tuh baik bakal temenin." Jawab Stiven cool.

'Padahal maunya si nganterin aja, biar cepet, daripada nunggu gini lama, aku ada janji!' Gumam Stiven sembari halisnya terangkat sebelah menatap zizi.

Karena tau bagaimana watak zizi, makanya stiv memilih untuk menemaninya saja daripada mengajaknya pulang bareng yang sudah tentu akan ditolak. sekeras apapun dia mengajak hasilnya akan nihil. Pikirnya.

"Kenapa?" Tanya Zizi risih karna melihat Stiven memerhatikannya dengan mata misterius.

Stiven terperanjat, kaget ketahuan oleh Zizi kalo Ia sedang memerhatikannya. "Oh, enggak, itu mikirin Bon, dikantin Pak Didi, dah numpuk!" Jawab Stiven asal dan Zizi tau itu cuma sebuah candaan.

'Stiven bahkan bisa membeli Kantin Pak Didi dengan uang jajan dari Papanya. Jadi mana mungkin, dia berutang!'

Gumamnya menatap Stiven tertawa. Dan Stiven ikut tertawa. Merasa konyol.

Zizi dan stiv kembali bersitegang, berdiri depan gerbang.

"entah sedang menunggu apa?" bisik stiv pada dirinya sendiri.

"sudahlah aku temanin sampai yang dia tungguin dateng." Bisiknya lagi.

Sementara Zizi mulai gelisah, Ia semakin tak tenang, terus melirik kiri-kanan mencari taxi.

"hampir Jam4 sekarang---Bagaimana kalo mama khawatir. Ponsel aku low. Taxi belum juga ada yang muncul---Kenapa aku gak naik bus aja daritadi. Kalo sekarang aku akan malu pada stiv." Zizi melirik sekilas Stiven yang sibuk memutar-mutar mainan kunci mobilnya.

Let Me Know! (END)  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang