3

3K 115 2
                                    

"Karena walaupun aku berjuang, aku akan tetap meninggalkan kalian semua"

- Stefany Arastasya Anne -

.
.
.
.
Happy Reading♡
.
.
.
.
D

oorrr

Ucap Aldi mengagetkan sang pemilik punggung. Dia langsung berbalik badan dan memukul Aldi secara brutal.

"Lo ngagetin aja sih! kalo gue jantungan gimana hah!!" teriak Tasya masih dengan tangannya yang memukul Aldi

"Iya iya aww udah dong sakit nih" rintih Aldi membuat Tasya menghentikan aksinya.


"Oh iya btw ngapain lo disini?" tanya Aldi penasaran.

"Habis dari RS," ucap Tasya tanpa sadar.

"Apa?" tanya Aldi karena tidak mendengar dengan jelas.

"Eh gapapa kok, gue cuman jogging!" jawab Tasya cepat.

Aldi hanya mengangguk kemudian mereka keluar dari warung bubur ayam itu. Tidak lupa membayar:v

Mereka berjalan beriringan, orang orang yang melihat hanya bisa menggigit bibir iri karena yang satu ganteng dan yang satunya lagi cantik. Couple goals.

"Oh iya gue belum tau nama panjang lo," tanya Aldi membuat Tasya menoleh.

"Stefany Arastasya Anne," singkat Tasya.

"Eh- " ucapan Aldi terpotong karena Tasya mendapat telfon.

"Bentar ya!" ucapnya menjauh dari jangkauan Aldi. Kemudian mengangkat telfonnya.

"Iya!"

"Sekrang gue kesana!"

"Iya-iya ah bawel lo!"

Tasya mematikan telfonnya sepihak dengan mulut yang menggerutu. Aldi yang melihat itu hanya bingung.

"Kenapa?" tanya Aldi ketika sudah menghampiri Tasya.

"Gapapa, eh gue nggak bisa lama lama gue harus pergi, sorry ya!" belum sempat menanyakan Tasya sudah pergi dengan terburu buru.

Didepan sebuah toko, Tasya langsung menyetop taxi dan menaikinya.

- di RS

Tasya berlarian memasuki lorong rumah sakit.

"Maaf gue telat!" kata Tasya terengah engah.

"Lama amat sih lo kek siput!" jawab Aras dengan nada malas.

"Bodoamat! sekarang dimana dokter Desi?" tanya Tasya.

"Diruangannya," singkat Aras menunjuk ruangan Dokter Desi.

Tok tok tok

Tasya mengetuk pintu ruangan. Setelah mendapat izin masuk, Tasya segera memasuki ruangan.

"Silahkan duduk," titah dokter Desi

"Jadi gimana dok?" tanya Tasya setelah duduk dikursinya.

"Semakin parah," jawab Dokter Desi dengan lemah.

Tasya tersenyum, dia sudah tau risikonya.

"Bertahan berapa lama dok?" tanya Tasya yang masih mempertahankan senyumannya.

"Saya tidak tahu pastinya, karena hidup matinya seseorang itu ada di tangan Tuhan." ujar dokter Desi

"Kenapa kamu tidak coba untuk operasi?" tanya Dokter Desi.

"Aku udah tau resikonya akan seperti ini, jadi aku akan pikirin dulu. Walaupun aku operasi hidupku nggak akan lama kan."

"Jangan putus asa gitu dong semangat!" ucap Dokter Desi menyemangati.

"Makasih dok, kalau gitu Tasya keluar dulu," ucap Tasya.

"Oh iya jangan lupa besok cek up!" katanya.

Tasya mengangguk kemudian keluar ruangan Dokter Desi. Diruang tunggu sudah ada Aras yang menunggunya.

"Gimana kata dokter?" tanyanya

"Parah!" singkat Tasya.

"Lo harusnya rajin-rajin cek up!" ucap Aras mengusap kepala Tasya.

"Hm,"

Mereka berjalan keluar rumah sakit. Dalam perjalanan pulang Tasya selalu diam yang membuat Aras sedikit khawatir.

"Lo nggak papa? Muka lo pucet banget," ujar Aras menoleh sebentar ke arah Tasya kemudian ke depan lagi.

"Nggak papa, cuman pusing aja." jawab Tasya lemah. Aras semakin menambah kecepatannya agar Tasya bisa segera beristirahat.

...

Tbc.

Sad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang