Extra Part

1.5K 57 7
                                    

Dina berjalan seorang diri menuju taman di dekat rumahnya. Suasana hatinya kini sedang tidak baik. Dengan langkah lunglai juga raut muka tak semangat membuatnya kini tampak mengerikan.

"Sya, seandainya lo masih disini. Mungkin gue akan cerita panjang lebar ke lo. Dan lo akan selalu dengerin gue sampe selesai. Walaupun lo ngantuk sekalipun." lirih Dina menunduk menatap sepatunya. Air matanya meluruh begitu saja. Ingatannya tentang kebersamaan dirinya dan Tasya berputar selayaknya film.

"Tapi lo udah pergi jauh. Ke tempat yang nggak bisa gue temuin. Pasti disana indah banget ya? Banyak cogannya. Tapi lo mesti inget, lo masih punya Aldi." ujar Dina tersenyum lemah. Air matanya dia usap menggunakan ibu jari.

Kini Dina sadar, semua manusia juga akan mengalami yang namanya kematian. Hidup, mati, tidak ada yang tahu.

Dina tersenyum, hatinya sedikit lega. Dia akan segera pulang. Ibunya pasti khawatir, juga tunangannya. Ya, tunangan. Dina sudah menjalin hubungan serius dengan Geraldine. Tidak ada yang tahu bagaimana awal hubungan mereka. Bahkan Tasya sahabatnya pun tidak tahu akan hal ini. Dia, orang yang selalu perhatian kepadanya. Memberikan kasih sayang yang selama ini tidak Dina dapatkan dari ayahnya.

Aras? Ah, ngomong-ngomong tentang Aras. Dia sudah menjadi CEO di perusahan miliknya sendiri. Dia membangun dari nol, berkat dukungan teman-teman dan juga ibunya dia menjadi sukses seperti sekarang. Masalah jodoh bisa dipikirkan nanti.

"Kamu dari mana aja? Aku khawatir tau!" sembur Gerald ketika Dina memasuki rumahnya. Dina tersenyum hangat.

"Aku dari taman tadi, kamu udah lama disini?" tanya Dina.

"Enggak kok, mama kamu udah tidur mungkin kecapekan," ujar Gerald membelai surai rambut Dina lembut. Gerald menggiring Dina memasuki kamarnya dan beranjak ke kasur.

"Kamu disini aja dulu," pinta Dina ketika Gerald membenarkan selimutnya.

"Iya, aku temenin kamu sampe tidur." ujar Gerald lembut kemudian mencium kening Dina lama. Dina memejamkan matanya dan Gerald mengusap rambut Dina agar cepat tertidur.

"Makasih karna kamu selalu ada untuk aku," - Dina

...

Aldi berjalan riang memasuki toko bunga sesekali menyapa orang-orang. Pegawainya bahkan merasanya heran karena pelangganya itu sangat bahagia. Memang di hari-hari tertentu saja Aldi bisa sebahagia ini. Ketika hari biasa, jangankan menyapa tersenyum saja tidak pernah.

"Biasa mbak!" ujar Aldi.

"Kenapa anda sangat bahagia?" ujar Tiara, pegawai di toko bunga itu sembari mengambil bunga pesanan Aldi.

"Ini adalah hari bahagia untuk saya," ujar Aldi. Tiara tidak lagi bertanya dan langsung memberikan bunga itu kepada Aldi.

Aldi segera pergi setelah membayar bunga. Dia berlari dengan antusias ke tempat yang jarang dikunjungi orang-orang karena dianggap seram.

"Hai! Aku udah datang bawain bunga kesukaan kamu, bunga lily. Sekarang hari ulang tahun kamu. Aku mau bawain kue juga, tapi kan kamu nggak bisa makan. Jadi aku bawain kamu bunga aja!" ujar Aldi tersenyum lebar namun sedetik kemudian wajahnya murung.

"Kamu kenapa ninggalin aku? Banyak banget cewek yang godain aku." adu Aldi sembari menunjukkan wajah masamnya.

"Tapikan aku sayangnya sama kamu doang. Aku nggak mungkin berpaling dari kamu. Mamah terus maksa aku buat nikah lagi. Tapi aku gak mau, aku kan masih punya kamu. Kalo kamu masih disini, aku mau peluk kamu terus!!" Suaranya kian memberat.

"Lo udah disini ternyata!" ujar Aras yang tiba-tiba datang sembari meletakkan bunga lily di atas makam Tasya. Aldi hanya mengangguk sekilas. Dipandanginya nisan yang bertuliskan nama istrinya.

"Sya, gue udah sukses sekarang. Lo liat gue kan dari atas sana? Gue udah jadi CEO muda. Dina juga udah tunangan sama orang yang dia cintai. Lo pasti kaget karena Dina tiba-tiba udah tunangan. Gue aja nggak diundang, jahat banget kan, Sya. Tapi gue juga bahagia liat temen gue bahagia. Cuman nih kunyuk doang, Sya yang nggak berubah. Makin dingin aja setelah lo tinggalin. Suka marah-marah dan gue yang jadi pelampiasan!" Ujar Aras memegang nisan.

"Nggak usah ngadu deh lo! Mau kayak gimana juga Tasya masih sayang sama gue!!" kesal Aldi.

"Bucin!" gumam Aras.

"Wah rame nih!" ujar Dina tiba-tiba menyaut. Dina datang bersama Gerald.

"Bro!" Sapa Gerald kepada Aras dan Aldi. Mereka bertos ala pria. Aras menggeser tubuhnya agar Dina bisa dekat dengan nisan Tasya.

"Sya, gue dateng nih! Lo nggak mau sapa gue kayak biasanya? Gue mau nangis, tapi ini hari ulang tahun lo. Semoga lo bahagia disana, jangan luapin kita semua!" lirih Dina dengan kepala menunduk. Gerald mengusap punggung Dina agar tenang. Air mata Dina sudah tidak bisa dibendung. Tangisnya pecah begitu saja di depan makam Tasya. Tubuhnya kuat, namun batinnya terlalu lemah. Gerald segera mendekap tubuh Dina erat.

"Gue emang nggak kenal lo. Gue juga nggak tahu karakter lo kayak apa. Tapi dari cerita Dina, gue tahu lo orangnya baik. Makasih karena lo udah selalu ada buat Dina." ujar Gerald tersenyum.

"Kamu lihat kan? Banyak yang sayang sama kamu! Papah kamu pasti bangga punya anak secantik dan sepintar kamu. Dan aku sangat berterima kasih kepada mamah Vinka karena telah melahirkan bidadari seperti kamu." ujar Aldi memeluk nisan Tasya erat.

Gerald membawa Dina yang masih menangis pergi dari makam. Juga Aras yang harus pergi karena ada keperluan mendadak. Kini tinggal Aldi yang masih memeluk nisan Tasya.

"Aku nggak mau nangis, tapi air mata aku keluar terus gimana ya?" ujar Aldi tertawa sembari mengusap air matanya.

"Aku pergi dulu, besok aku janji akan kesini lagi. Selamat ulang tahun, istriku!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang