Chapter 18.

3.6K 179 5
                                    

******************"Ada beberapa perasaan sakit yang tak akan tersembuhkan, hanya bisa coba dilupakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******************
"Ada beberapa perasaan sakit yang tak akan tersembuhkan, hanya bisa coba dilupakan.
Sayangnya melupakan bukanlah hal yang mudah. "
******************

Autor pov on

Sebuah pernikahan bukan tempat untuk mencari sosok Adam dan Hawa yang sempurna, tapi sebuah pernikahan adalah tempat dimana Adam dan Hawa saling menyempurnakan. Pernikahan merupakan wadah dimana sepasang suami istri mengikat kesetiaan sehidup semati. Setia sehidup, sampai mereka berada di batas nafasnya. Setia semati, saling berharap ditakdirkan bersama lagi di alam yang kekal.

Kesetian itu bagai sepasang benang yang tak terlihat oleh siapapun, terkecuali pemilik benang itu sendiri. Jika salah satu benang itu putus maka hanya benang pasangannya yang akan merasakannya, merasakan bagaimana beratnya bertahan sendirian. Dalam sebuah pernikahan kesetiaan adalah sebuah kekuatan menjaga hati. Bukan hanya menjaga hati miliknya sendiri tapi juga menjaga hati yang telah ia janjikan bersamanya.

Sosok Suami yang baik akan selalu abjda untuk mendegarkan keluh kesah istrinya, dan menyeka setiap buliran air mata istrinya. Tapi suami yang baik tidak akan menjadi alasan jatuhnya air mata istrinya. Tak banyak suami yang bisa menggambarkan kesakitan seorang istri. Kesakitan hati seorang istri yang di khianati mungkin susah untuk di gambarkan, Namun hancurnya hati seorang istri lebih dari sekedar gelas jatuh dari atas menara, lebih dari sakitnya goresan silet, lebih dari sakitnya tikaman pisau.

Tara Anastasya Syhandika, bukanlah kaum hawa yang sempurna, bukanlah sosok istri yang sempurna, ia hanyalah manusia biasa, ia hawa yang sedang merasakan benang kesetiaan Adamnya telah putus, ia adalah sayap burung merpati yang jatuh hancur ke daratan, ia istri yang sedang berdarah hatinya, ia istri rapuh yang sedang di khianati hatinya.

Tangan rapuh yang mencoba kuat itu membelai sebuah sajadah berwarna emas, merapikanya, dan menyimpannya dalam lemari. Tubuhnya berbalik, badanya bersandar pada daun pintu lemari, matanya mengedar menyusuri setiap sudut kamarnya. Kamar yang selama dua tahun ini memberikan sebuah kenyaman.

"Bismillah.. Allah ada bersama dalam setiap keputusan ku." lirihnya, lalu membawa kakinya melangkah mendekati seseorang yang masih menyelami mimpinya.

"Nay, sudah jam 3. Katanya mau bantuin aku.." ujar Naya dengan tangannya setia menguncang tubuh terlelap Naya.

Mata tubuh terlelap Naya mulai mengerjap, menerima rangsangan cahaya yang sangat terang. "Jam berapa Ra?"

"Jam 3 lebih 2 menit. Yuk bantuin packing.. " jawab Tara.

Bukanya bangun, Naya malah menangis seperti anak kecil membuat Tara kebingungan. "Huaaa.. Hiks hiks, Huaaaaaa.. Hiks Ra, kamu udah seyakin ini ya?" tanya Naya dalam isaknya.

Bukan wanita sempurna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang