Hamparan mawar putih, aku tak tahu ini dimana. Bagaimana aku bisa disini dan kenapa aku disini. Aku tak ingat apapun, tapi entah mengapa aku merasa aneh melihat berjuta mawar putih memenuhi pandangan mata ku. Aku menyukai mawar tapi ada apa ini? Kenapa aku merasakan kesedihan dalam benak ku.
Angin sejuk terus menyentuh kulit ku, entah mengapa tiba-tiba membuat jiwa ini merasa menyedihkan. Angin ini membuat harumnya mawar putih menusuk ke hati ku, semerbak wanginya sungguh menyentuh hati. Ada perasaan sedih disana. Kenapa tempat ini memancarkan kesedihan, padahal aku sangat menyukai mawar.
Dalam kebingungan ku aku terus berjalan menyusuri jalan kecil, hingga mata ku melihat danau di ujung jalan ini. Birunya air membuat danaunya sangat indah, air jernihnya ditemani pepohonan yang mengintarinya. Tapi lagi-lagi aku menemukan aura kesedihan disana.
Aku terus berjalan, berjalan dan berjalan hingga aku tak bergeming lagi ketika melihat dua ayunan di bawah sana dengan dua anak kecil sedang memainkanya.
Mereka,
Kedua putra ku, aku sangat yakin.
Arial dan Eriol, ya walaupun mereka membelakangi ku, aku sangat tahu itu mereka karena aku lah ibunya. Tapi entah kenapa angin berhembus lebih kencang, membuat ku semakin merasa dingin.
Kedua putra ku pasti juga kedinginan, ku langkah kan kaki ku mendekati mereka. Tapi apa yang terjadi sungguh membuat ku bingung, Arial dan Eriol tanpa suara menyuruh pergi. Tanganya terus saja mengayun mengisaratkan bahwa aku tidak boleh mendekati mereka.
Kenapa mereka? Apakah sedang marah pada ku?.
Terus ku berjalan mendekatinya, ku abaikan mereka yang terus saja menyuruh ku pergi.
"Bunda pelgilah" ujar mereka berdua.
Tapi tiba-tiba mata ku melihat kakinya, kenapa mereka tidak memakai sepatu. Ini hari yang dingin, kaki mungilnya sungguh kotor lecet lecet. Entah kenapa itu membuat ku sangat sedih. Bagaimana aku tidak tahu mereka pergi bermain tanpa sepatunya.
"Kaki kalian kenapa? Dimana sepatu kalian sayang, lihatlah kaki kalian lecet"
Ku berlutut didepan mereka dan ku pegang kakinya, ku bersihkan menggunakan tangan ku, aku sungguh miris melihat kaki kecil mereka lecet lecet begini, ya Allah aku bukanlah ibu yang baik.
"Bunda..." suara Arial membuat ku mendongak.
"Bunda Arial sayang bunda dan papa" ujarnya sungguh-sungguh, entah kenapa matanya berkaca-kaca.
Sedangkan Eriol sudah menitihkan air matanya. Apa mereka takut kalau aku memarahi mereka karena tidak memakai sepatu?.
"Eriol juga sayang bunda juga papa..."
Dengan melihat mereka menangis sungguh mengiris hati ku. Ku peluk ku dekap meraka, Dan ku usap rambut mereka dengan lembut. Ya tuhan aku sangat sangat mencintai dua malaikat pemberian mu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan wanita sempurna
Roman d'amourAku bukanlah wanita sempurna, Aku bagai bunga tanpa sari dan putik. Sesering apapun kumbang datang tidak akan merubah takdir bunga layu ini. Aku bunga bunga layu, bunga yang malu pada kumbang yang setia datang padanya. Aku bunga layu yang malu pada...