Part 1: His Attitude

1K 69 3
                                    

Sudah waktunya razia terakhir sebelum semuanya meninggalkan gerbang sekolah. Seperti sehari sebelumnya, hati ini pun razia dilakukan di lapang basket.

"Astaga Eonnie, lihat dia!"

Entah telinga yang dibicarakan yang terlalu peka, atau bisik-bisik dua gadis itu yang terlalu tinggi frekuensinya, namun yang sedang digunjingkan tahu jelas kalau mereka sedang membicarakannya.

"Eoh, tampan sekali,"

"Astaga Eonnie, rambutnya putih, memangnya di sekolah boleh mewarnai rambut?"

Sebuah kekehan kecil lolos dari bibirnya, gadis-gadis di belakangnya ini benar-benar tak tahu apa yang dimaksud berbisik-bisik.

"Iya, baiklah, mari kita tegur sebagai anggota OSIS yang baik! Sekalian kenalan juga, hihihi,"

Dia bisa mendengar langkah kaki yang semakin mendekat ke tempatnya berdiri.

"Hei, siapa namamu?"

Yang ditanya mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia tundukkan.

"Astaga! Iris matanya berwarna ungu! Omo!* Bagaimana ini?! Dia benar-benar tampan dari jarak sedekat ini!!!" Gadis-gadis itu berteriak histeris tertahan.
*Oh! Atau, Astaga!

"Namaku Kim Namjoon Seonbae," Dia membungkuk sembilan puluh derajat sedangkan kedua gadis itu menahan rasa gemas mereka diam-diam.

"E-Ekhem!" Salah satu gadis berusaha mengembalikan wibawanya sebagai kakak kelas di sini.

"Itu! Kenapa rambutmu?! Di sekolah tidak boleh mewarnai rambut! Poin 10! Dan untuk matamu, lensa kontak 5 poin! Tulis di buku poinmu!"

"Aku tidak-,"

"Alah! Tak usah bohong! Cepat lakukan hukumanmu! Push up 5 untuk setiap poin bukan? Jadi jumlah push up mu 75. Lakukan sekarang juga!"

Yang disuruh tersenyum tipis, kesalahpahaman seperti ini sudah biasa baginya.

••

Namjoon selesai melakukan hukumannya dan kedua gadis itu menatapnya dengan mata berbinar. Pesona seorang Kim Namjoon telah benar-benar meracuni otak mereka sepertinya. Ditambah tubuh itu sedikit berpeluh setelah melakukan push up sebanyak 75.

Tiba-tiba seorang guru mendekat ke arah mereka bertiga ketika Namjoon tengah membereskan pakaiannya.

"Yak! Haksaeng! Apa yang kalian lakukan di sini?!"

"Ah! Halo Pak Jung, kami sedang menghukum peserta MPLS ini Pak,"

"Benar Pak, belum juga masuk sekolah, dia sudah mewarnai rambutnya dan memakai lensa kontak," Tambah gadis yang satu lagi.

"Astaga, kalian ini! Tidak bisa membedakan mana rambut yang diwarnai dan mana iris yang palsu dengan rambut dan iris yang alami?!"

"M-Maksud Bapak bagaimana? Jelas-jelas dia mewarnai rambutnya Pak, d-dan rambutnya-,"

"Dia itu albino astaga- rambutnya memang putih dan iris matanya memang ungu! Kalian ini! Sudah kelas 2 SMA masa tak tahu?! Dan lagi, kalian jurusan ilmu alam bukan? Bagaimana sih?!"

Setelahnya Pria yang dipanggil Pak Jung itu meninggalkan tempatnya dengan raut kesal yang kentara.

"A-Ah? K-Kau? Rambut dan iris matamu? K-Kenapa tak bilang hmm? M-Maafkan Nuna ya,"

Namjoon mengambil tasnya yang tadi ia taruh di permukaan lapang begitu saja lalu membungkuk sembilan puluh derajat pada gadis-gadis itu dan pergi melenggang dari sana dengan seringaian tipis yang terpatri di wajah tampannya.

••

Baru saja Namjoon duduk di pinggir tempat tidurnya setelah membersihkan dirinya, sebuah seruan terdengar dari balik pintu kamarnya.

"Tuan muda, tuan besar tengah menunggu di ruang makan,"

Sebuah seringaian kembali tercetak di wajahnya. Dia segera berdiri dan menuju ruang makan setelah berdiam beberapa saat. Makan malam dengan sang ayah merupakan momen langka bagi Namjoon. Tak dipungkiri ia sedikit senang malam ini dengan acara makan bersama sang ayah.

"Bagaimana sekolahmu?" Tuan Kim memulai pembicaraan di tengah cara makannya yang hampir selesai.

Pergerakan Namjoon terhenti, "Ada apa Abeoji?"

Tuan Kim meneguk air minumnya, "Aku hanya menanyakan tentang sekolahmu,"

Kedua bahu Namjoon terangkat, dia melanjutkan kegiatannya yang tadi terhenti sejenak, "Langsung saja pada intinya Abeoji," Anaknya ini tahu betul tabiat sang ayah.

Tuan Kim kembali meneguk air minumnya, "Ya, kau tahu, persaingan di bangku SMA pasti sangat ketat. Aku tak mau nama baikku tercemar karena dirimu. Jadi-," Tuan Kim bangkit dari duduknya.

"Jangan buat masalah dan jalani saja program belajar tambahan yang telah ku atur," Tuan Kim meninggalkan ruang makan.

Dan sebuah seringaian tipis kembali menyangkut di wajah pemuda itu, dia hendak melanjutkan makan malamnya. Tapi,

Prank!

Dia tak sanggup melanjutkan karena kembali menyadari tabiat buruk sang ayah.

Dia menghentakkan sumpit yang ia genggam, dia terkekeh dengan seringaian yang masih melekat di wajahnya.

•••

Namjoon terkesiap dari tidurnya dan dia segera menyadari wajahnya yang basah. Ia menangis lagi. Ia benci ini!

Hembusan napas berat lolos dari bibirnya, "Selalu saja, ya... Memang Namjoon-a, menyimpan segalanya dalam diam itu sepertinya tidak baik,"

"Hahh Tapi aku tak mau mengakui kalau aku berperasaan,"

"Hmm, baiklah, kau benar, berperasaan membuatmu terlihat lemah,"

Namjoon menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lalu terduduk di samping ranjang tidurnya, "Hahh lihat, aku bicara sendiri lagi? Kau memang sudah gila Kim Namjoon. Kenapa tidak mencari teman?"

Menyadari pertanyaan apa yang baru saja ia ucap dan dengar sendiri, kepalanya segera menggeleng cepat, "Aish! Tidak! Tidak! Mempunyai teman bisa menyulitkanmu Kim!"

Dia bangkit dan menggeliat—meregangkan otot-ototnya, "Baiklah, mari kita lakukan hal yang terbaik hari ini!" Tekadnya sebelum membereskan kekacauan di atas ranjang tidurnya.

"Hari yang baru, jalani seperti biasanya Kim!"

•••
BERSAMBUNG?
••


24 November 2019

La Sensibilità ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang