Part 33: Permainan

332 36 1
                                    

Cerita ini mengandung unsur-unsur kekerasan namun tidak bermaksud untuk memprovokasi. Pembaca diharapkan bijak dalam membaca. Jangan pernah meniru ataupun mencoba menerapkan kejadian-kejadian dan hal-hal buruk dalam cerita ini.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Tuan Kim menunggu dengan tenang di ruangan itu, pintu terbuka, seseorang dengan perangai mengerikan dan beberapa tato yang nampak di tubuhnya memasuki ruangan itu.

"Tuan Kim! Lama kita tak bertemu! Maaf tadi aku ada urusan dulu sebentar, biasa, beberapa orang bodoh dengan otak udangnya," Dia duduk di kursi kebesarannya, menaikkan satu kaki sembari menyender santai, "Jadi, ada apa?"

"Baek Seojin, aku sudah memutuskan,"

Ia menegakkan tubuhnya dengan alis yang terangkat, menunggu Tuan Kim yang terlihat masih sedikit ragu akan kalimat yang hendak ia ucapkan.

"Aku akan memusnahkannya,"

Seojin tampak terkejut, dia  menegakkan tubuhnya dengan seringaian di wajah tampannya, "Kau yakin?" Seojin melirik Tuan Kim.

Sebelah alis Seojin naik, heran, ekspresi tuan Kim, dia tak pernah terlihat seserius itu.

***

Tuan Han menampar-nampar wajah itu, membangunkannya. Namjoon terbangun.

"Bagaimana luka tusuk mu? Tiga hari cukup untuk pemulihan kan?"

Bola mata Namjoon memutar jengah, "Kau ini ingin apa lagi dariku sih?"

Tuan Han yang sedang kembali memilih 'alat' untuk mainannya kali ini membalas, "Aku butuh tantangan, sayangnya kau membuatnya terlalu mudah Joon-a,"

"Orang gila," Batin Namjoon.

"Pernah menggunakan ini?" Tuan Han menunjukkan benda itu pada Namjoon.

"Ya, sebagai senar gitar,"

Tuan Han mengambil sepasang sarung tangan, "Itu saja? Sunwoo tak pernah menggunakan ini?" Lalu ia mengambil alat-alat yang akan ia pakai.

"Pernah, beberapa kali. Ck, kenapa kau banyak omong sekali hari ini?"

"Alah! Ditanyai wartawan lebih buruk dari pada ditanyai olehku tahu!"

Sekelibat memori melintas dalam ingatan Namjoon, pupil matanya mengecil, ia terlihat panik, napasnya tak beraturan.

Orang-orang egois itu menanyakan pertanyaan yang tak sesuai dengan suasana hari itu kepada anak berumur 8 tahun.

"Kenapa kemarin kau tak terlihat di pemakaman ibumu?"

"Apa kau tahu kronologi kecelakaan ibumu?"

"Polisi sedang menyelidiki nya, tapi apa menurutmu benar kalau ini adalah kasus pembunuhan berencana?"

"Apa kau tahu seseorang yang mungkin membenci ibumu? Dia bisa jadi tersangka, apa kau tahu?"

"Kau tak datang di hari pemakaman? Kenapa?"

"Bagaimana perasaanmu saat mendengar kabar duka?"

"Bagaimana pendapatmu tentang peristiwa yang menimpa keluargamu ini?"

"Namjoon, saya mohon bicaralah, berkomentarlah walau sedikit,"

"Namjoon, tolong permudahkan hal ini bagi kedua pihak, saya mohon bekerjasamalah,"

Bahkan setelah mereka tak mendapati apa pun karena Namjoon yang membisu, mereka-

"Anak itu kurang ajar ya, aneh! Masa pemakaman orang tuanya sendiri, ibunya sendiri, ia tak datang? Dasar anak gila!"

"Apa anak itu bisu?"

"Cih! Aku membuang waktu dan tenagaku,"

"Dasar anak tak berguna!"

"Kenapa perusahaan kita ingin kita mewawancarainya sih?! Lihat kan! Sudah kubilang kita tak akan dapat apa pun kecuali lelah dan kesal!!"

Namjoon kecil benar-benar bingung, ketakutan, dia rindu ibunya, sangat rindu. Dibalik bisunya ada tangis yang mati-matian ia tahan, teriakan amarah yang mati-matian ia pendam.

"Sst, hey, tenanglah, itu hanya masa lalu," Tuan Han berucap santai sembari mendekati Namjoon.

Namjoon tersentak, tertarik dari bayangan masa lalu nya.

Tuan Han menyuntikkan sesuatu pada leher Namjoon, membelitkan senar itu mengitari leher Namjoon, lalu menariknya.

Namjoon mendongak, matanya memerah, air mata terkumpul di ujung sana, mulutnya terbuka berusaha mengambil napas, namun tak bisa, ia hanya bisa berlirih, "Eom-ma, Eom-ma,"

Senar itu mengendur, serangan panik Namjoon menghilang, sesaknya juga menghilang sejenak.

"Hentikan- semua ini," Ucapnya sembari masih mengatur napas.

Namun Tuan Han malah kembali menarik ujung senar itu. Dia boleh saja menyengat senang karena tak lecet sedikit pun berkat sarung tangan pelindung yang ia pakai, tapi yang dirasakan Namjoon benar-benar bertolak belakang dari apa yang dirasakannya.

Namjoon tersentak, "Da-sar kau- gi-la,"

Tuan Han menariknya kuat sekali, lalu melepaskannya. Dia berjalan ke hadapan Namjoon, tersenyum bangga atas perbuatannya. Ia tertawa kecil sembari berjalan menuju tempat penyimpanan alat-alat yang ia sediakan.

Tuan Han terlihat teringat sesuatu saat melihat sebuah pistol di sana, "Oh! Aku penasaran, kalau kau kuberi ini," Tuan Han memperlihatkan pistol itu kepada Namjoon, "Dan kuberi kau pilihan, membunuh Kim Sunwoo atau bunuh diri, kau akan melakukan yang mana?"

"Ada berapa peluru?"

"Satu,"

Namjoon tersenyum——menyeringai, "I'll kill you instead,"

Bersambung....

La Sensibilità ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang