Part 21: Pemicu

264 38 1
                                    



Cerita ini mengandung unsur-unsur kekerasan namun tidak bermaksud untuk memprovokasi. Pembaca diharapkan bijak dalam membaca. Jangan pernah meniru ataupun mencoba
menerapkan kejadian-kejadian dan hal-hal buruk dalam cerita ini.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

•••

Namjoon merenung di meja belajarnya, kalimat Jimin saat di pesta perayaan kecil-kecilan ulang tahun Jungkook tadi, kalimat yang pemuda itu ucapkan padanya setelah menyeretnya diam-diam ke teras rumah.

"Dengar ini baik-baik, aku sudah mulai capek melakukan ini semua, jadi persiapkan dirimu untuk keadaan terburuk,"

Dan sepenggal kalimat yang pemuda itu tinggalkan sebelum meninggalkannya, "Aku tidak benar-benar ingin bermusuhan dengan manusia jenius sepertimu by the way."

Apa maksud semua itu? Apa Jimin hanya sedang mabuk? Tapi walau lebih tua dari nya Jimin belum legal untuk minum minuman beralkohol, pemuda yang sekarang sedang kuliah itu baru berumur 19 tahun pada tahun ini.

Ketukkan tiga kali pada pintunya membuat Namjoon mengerjap, dia langsung kembali serius melakukan apa yang seharusnya sudah selesai apa bila dia tak membuang waktu untuk merenung barusan.

Bunyi pintu dibuka dan ditutup. Presensi pria paruh baya yang memasuki kamarnya dapat Namjoon rasakan tanpa melihat dan memastikannya dengan kedua bola matanya sendiri.

Tengkuknya sekarang bagai sedang dipijat relaksasi saja oleh pria itu, tapi bedanya yang ini tak membuat tubuhnya rileks sama sekali.

"Bagaimana pestanya?"

Namjoon tak menjawab, bukan tanpa alasan, dia memang tak tahu jawaban atas pertanyaan pria itu.

Ketukkan tiga kali dari pintu kamar yang sama terdengar, "Tuan Kim, ini dokumen yang anda minta,"

Pria yang dipanggil pergi sejenak untuk mengambil hal itu lalu kembali ke tempatnya.

"Ya! Namjoon-a,"

Mendengar namanya dipanggil, Namjoon nyaris tak percaya, pria itu tak pernah memanggil namanya selama ini, mungkin kalian berpikir apakah hal itu mungkin terjadi, tapi kenyataannya memanglah seperti itu.

Tuan Kim melempar dokumen yang ia pegang ke hadapan Namjoon, "Itu jadwal baru bimbingan belajarmu, mulai sekarang kau akan les privat,"

Tak akan ada celah untuk penolakan dalam setiap kalimat Tuan Kim, jadi Namjoon hanya mengangguk sekali dan mulai melihat jadwal belajarnya itu. Benar-benar padat.

"Dan juga-,"

Mata Namjoon berhenti membaca, sebuah pikiran negatif mendatangi pikirannya tapi dia masih terus menepisnya.

"Aku lelah sekali, tapi aku butuh meluapkan amarahku,"

Ternyata pikiran negatif itu tepat sasaran, Namjoon heran, mengapa pemikiran negatifnya selalu tepat sasaran seperti ini.

Tuan Kim mengambil penggaris yang terletak rapi, "Tangan!"

Namjoon duduk berlutut dengan tangan yang ia buka lebar ke depan. Otaknya mulai mencari ide bagaimana dia menyembunyikan itu esok di hari sekolah.

"Ya... Aku tak menyangka setelah sekian lama aku akan melakukan ini lagi, apa kau ingat? Anak pembawa sial?"

Hukuman dimulai, setelah beberapa pukulan di lengan bagian bawahnya itu luka-luka yang menganga mulai mengeluarkan darah. Lantai di bawah tangannya itu mulai ternoda oleh cairan kental berwarna merah itu.

Setelah puas dengan karyanya Tuan Kim menjatuhkan penggaris itu ke sembarang tempat.

Dia keluar dan memanggil pelayan setianya sejak 8 tahun yang lalu. Sang pelayan cepat-cepat menghadap, siap menerima perintah.

"Bereskan kekacauan di dalam sana!" Setelah memerintah Tuan Kim menuruni tangga dan bunyi pintu utama dibuka dan ditutup keras terdengar.

Sang pelayan menghela napas, selama ini dia benar-benar kasihan pada tuan muda nya itu. Dia masuk ke dalam kamar si tuan muda, mendapati kembali anak itu dengan tatapan kosongnya. Namjoon terlalu tertutup sehingga dia tak berani melangkah masuk melewati batasnya. Terlebih lagi, bagaimana tuan muda nya itu tak meringis kesakitan meski darah lumayan banyak mengucur dari luka menganganya yang juga tak bisa dibilang sedikit.

Dia ini sebenarnya pelayan paket lengkap yang didapatkan Tuan Kim, dia bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah bersama sang rekan. Tapi hanya dia satu-satunya yang dapat menangani apabila anggota keluarga ini sakit atau terluka.

Selesai memperban luka sang tuan muda setelah melakukan segala prosedur yang harus dilakukan dia kemudian pamit pergi. Dia melihat dari celah pintu sebelum dia pergi, tuannya itu kembali ke meja belajarnya, terlihat mengerjakan sesuatu. Dia menghela napas ketika pintu kamar itu sudah ia tutup. Pikirannya tiba-tiba mengingat kalimat yang tak sengaja ia dengar sekitar 2 tahun yang lalu karena pintu ruangan kerja Tuan Kim yang terbuka satu inci.

"Kau gila?! Jangan menewaskannya bodoh!"

••
Bersambung?_?
•••


I purple you...!

나는 갑자기 뷔 사진을 여기에 넣고 싶다

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

나는 갑자기 뷔 사진을 여기에 넣고 싶다

ㅋㅋㅋㅋ

La Sensibilità ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang