Part 28: HURT

244 30 4
                                    

Cerita ini mengandung unsur-unsur kekerasan namun tidak bermaksud untuk memprovokasi. Pembaca diharapkan bijak dalam membaca. Jangan pernah meniru ataupun mencoba menerapkan kejadian-kejadian dan hal-hal buruk dalam cerita ini.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Kali pertama, pastilah sakit. Ayah yang seharusnya menyayanginya tega menyakitinya sebegitu kasarnya. Namjoon awalnya melawan, lalu kemudian dia memutuskan hanya akan mengerang kesakitan dan membiarkan air matanya mengalir. Hingga pada suatu hari dia tak dapat merasakan semua itu lagi. Mau seberapa parah luka yang ditorehkan oleh ayahnya, dia tak merasakan sakit sedikitpun.

Namjoon gila untuk sejenak, dipenuhi ambisi rasa sakitnya yang menghilang. Belajar ilmu bela diri tanpa sepengetahuan ayahnya, bergabung dalam organisasi mengerikan tanpa sepengetahuan ayahnya. Menantang waktu kematiannya kapan pun ia mau. Melawan siapa pun yang ia tak suka. Benar-benar menutup hati murninya dari dunia luar. Membangun tembok yang kokoh antara dirinya yang sebenarnya dengan dunia luar. Perangai menakutkan yang dia tampilkan membuatnya puas.

Namjoon menemukan kesenangannya. Candu barunya selain Tuan Kim yang menyakiti dan melukainya.

Berkelahi dengan sebegitu banyaknya orang tanpa merasa tergores sedikitpun padahal kenyataannya berkebalikan. Dia akan tersenyum puas, bahkan tertawa.

"Abeoji,"

Tangan Tuan Kim berhenti mengukir tubuh anaknya.

"Ayo kita istirahat sebentar,"

Tuan Kim menyeringai dan meneruskan pekerjaannya kembali, "Kau tidak merasa sakit 'kan?"

"Hari ini kau pakai senjata tajam,"

"Lalu?"

"Ayolahh sepertinya tubuhku mulai lelah, besok ada ujian sekolah,"

Tuan Kim berhenti sejenak ketika mata pisaunya ia arahkan untuk mengukir di atas dada kiri anaknya. Tanpa sadar dia terus menekannya.

Namjoon tersenyum lega.

Namun Tuan Kim berhasil menghentikan dirinya. Dia membersihkan lalu menaruh pisau kecil itu dengan rapi bersama koleksinya yang lain.

Senyuman Namjoon memudar.

"Abeoji,"

"Hmm,"

"Kenapa tidak bunuh aku saja sekalian?"

"Pertanyaan bodoh Kim Namjoon!"

"Kau pasti sedang memaki dirimu karena menanyakan pertanyaan itu ya?"

"Kau sudah tahu jawabanku Namjoon. Otak mu itu cukup jenius untuk bisa memprediksi tindakan dan ucapan orang lain 'kan?"

"Bahkan orang awam pun bisa memprediksi jawabanku,"

"Kau pikir untuk apa aku membesarkanmu? Jika suatu hari aku juga yang akan membunuhmu,"

"Apa kau akan mencabut pohon yang kau rawat dengan baik begitu saja?"

"Aku ini marah Namjoon-a, begitu marah,"

"Aku hanya menyalurkan amarahku, aku berbaik hati membaginya denganmu, kau harusnya hargai itu,"

"Abeoji, sudah terlalu banyak bicara,"

"Lagian, apa yang kuperjuangkan, harta keluarga Go harus aku dapatkan. Demi wanitaku,"

"Kau harus tetap hidup demi amarahku dan hak milik wanitaku, hanya itu alasanmu untuk hidup,"

Tuan Kim menghampiri Namjoon, "Namjoon-a, Kau-,"

Tuan Kim membuka ikatan tali tambang di pergelangn tangan kanan Namjoon, "Just in case," Katanya.

"-sudah tahu semuanya, 'kan?"

Bersambung....

La Sensibilità ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang