Part 22: Pemicu Pt. 2

255 40 1
                                    

Cerita ini mengandung unsur-unsur kekerasan namun tidak bermaksud untuk memprovokasi. Pembaca diharapkan bijak dalam membaca. Jangan pernah meniru ataupun mencoba menerapkan kejadian-kejadian dan hal-hal buruk dalam cerita ini.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

•••

Namjoon pikir dialah yang mengacaukan hidup semua orang, menghancurkan mimpinya, juga bersalah atas kematian dan kepergian semua orang yang masuk ke dalam hiduonya, bersalah atas segala kesalahan yang terjadi selama ini.

Namjoon benar-benar menyesal atas dia yang memberontak, atas dia yang begitu lemah, atas dia yang begitu tak becus memuaskan semua ambisi Tuan Kim.

Namjoon sangat menyesal dan merasa bersalah atas segalanya, sangat-sangat menyesal, sangat-sangat merasa permintaan maaf darinya tak akan berarti apa pun lagi kini.

Terlalu tenggelam dalam semua emosi itu sampai-sampai dia tak sadar, bahwa ada yang tertawa puas atas penderitaan nya, atas rasa bersalah nya.

Hoseok menarik surai Namjoon dengan kasar, membuat kepalanya mendongak dengan tatapan tenangnya.

"Maaf," Jujur Namjoon tak bisa menahan kata itu lolos dari belah bibirnya apabila sudah berhadapan dengan Hoseok, lagi, rasa bersalah nya lebih besar dari apa pun.

Hoseok membuang kasar cengkraman kuat nya, berbalik dan berdecih malas sebelum kembali menghadap Namjoon dan tiba-tiba menendang perutnya bertubi-tubi.

"Aargh!!! Aku tak tahan! Ya! Apa kau masih belum mengerti juga?!" Hoseok kembali menarik surai itu dan membuat Namjoon mendongak.

"Kau pikir orang yang kakinya pernah patah bisa menendangmu sekuat itu?!"

Namjoon mengambil napas dalam, "Maaf," Satu kata itu lolos lagi dari belah bibirnya bersamaan dengan napas yang berhembus.

Hoseok mempererat cengkraman nya, "Secara medis itu tak mungkin! Ditambah aku bahkan tak pincang," Hoseok menatap tajam ke dalam kedua manik Namjoon yang pandangannya masih belum berubah.

Dia kembali melepas cengkramannya penuh amarah dan menendang perut Namjoon lagi, dan lagi, dengan erangan dan amarahnya yang meluap.

"Dengar! Dengarkan ini Namjoon!"

Pintu atap dibuka, Seokjin melangkah masuk dan mengambil satu puntung rokok untuk ia hisap, "Dasar sialan memang! Ke mana dua bresek itu?!" Asap mengepul kala ia membuang napas.

Mendengar ada keributan dia memutuskan untuk mendekat pada suara itu berasal dengan terus menikmati puntung tembakaunya, "Wah... Lihat apa yang sedang terjadi di sini...?" Godanya melihat sumber keributan yang ia cari tadi.

Hoseok mengacuhkannya dan kembali fokus pada Namjoon, "Ya! Dengar! Semua ini! Aku yang menjadi temanmu! Aku yang dihajar Jimin! Aku yang menyuruhmu pergi! Seokjin yang terus mengganggumu! Semuanya! Semuanya ini atas perintah satu orang!"

"Hoseok!" Seokjin mencegahnya.

"Diam! Hyeong! Aku tak tahan lagi! Hey! Namjoon! Dengarkan ini baik-baik karena aku tak kan mengulanginya lagi! Semua ini! Semuanya! Adalah atas perintah-," Hoseok melangkah mendekati Namjoon dan kembali menarik kuat surainya, membuatnya kembali mendongak, "Ayahmu," Setelah itu dia melepas sembarangan cengkraman nya dan melangkah pergi dari sana, menghiraukan Seokjin yang terus berusaha menghadangnya dan memulai protes dan adu argumen dengannya.

•••

"Jadi- Hey? Namjoon? Apa kau mendengarkan aku?"

Namjoon mengerjap, "Iya Ssaem, tentu,"

"Dan-,"

"Dan sekarang sudah pukul 9 malam Ssaem,"

"Y-ye?"

"Sesi belajarku sudah berakhir," Namjoon menunjuk jam dinding dengan ujung matanya.

Si guru les privat bangkit diikuti Namjoon, mereka melangkah ke pintu kamar Namjoon.

"Oh, iya, ya sudah, kerjakan latihan-latihan soal nya ya!" Ucapnya kembali mengingatkan.

"Ya, aku sudah mengerjakannya," Lirihnya sembari menutup pintu kamarnya

"Apa?"

Namjoon kembali membuka pintunya, "Apa?"

"O-Oh, mungkin aku salah dengar. Kalau begitu-,"

"Selamat malam?" Namjoon memotong ucapan pemuda yang lebih tua 5 tahun darinya itu.

"Y-Ya, Selamat malam,"

Pintu kamar tertutup setelah Namjoon memastikan guru les privat nya itu berbalik badan dan mulai melangkah menuju tangga.

Bukannya tidur Namjoon malah kembali ke meja belajarnya, dia sedang banyak pikiran, jadi dia harus mengerjakan beberapa soal matematika yang sulit untuk meredakan beban pikirannya itu. Cara pelampiasan yang benar-benar baik bukan?

Biarkan Namjoon kembali lari dari bebannya hari ini, juga untuk hari esok, lusa, dan hari-hari seterusnya.

Katakanlah Namjoon terlalu pengecut, dan ya! Memang benar, dia bahkan tak akan memprotes hal itu, dia memang pengecut.

•••

"Tolong maafkan aku,"

"Maafkan aku, semuanya salahku,"

"Itu salahku, maafkan aku,"

"Eom-ma,"

"M-Maaf, maafkan aku, hiks,"

"Abeoji tolong maafkan aku, Abeoji...,"

"Maafkan aku,"

"Maafkan aku, itu salahku,"

"Eomma...,"

"Abeoji-,"

"Maafkan aku, maafkan aku"

"A-Abeoji-,"

Namjoon terkesiap, napasnya terengah, bayangan masa lalu itu kembali, kenapa? Kenapa kenangan itu menghampiri nya lagi?! Ketakutan itu, kenapa ketakutan itu kembali padanya?!

•••
Bersambung?_?
•••

Apa itu normal jika aku merasa sudah menyimpan sebuah draft, tapi saat kulihat draftnya tak ada?
:')

Draftnya terhapus, aku yang tak bisa menemukannya, atau memang sebenarnya aku hanya membuat draft itu di dalam mimpi?

La Sensibilità ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang