00:12

373 45 10
                                    

    Busan, 17:35

    Langit gelap Busan, angin laut yang berhembus kencang seolah ingin menggoyahkan pijakan Hanbin yang menyusuri jalanan di pinggir pantai Busan sore itu. Di temani dengan sepedanya yang ia tuntun di samping tubuhnya, dia menyusuri jalanan yang sangat minim penerangan tersebut untuk kembali ke Panti Asuhan yang ia sebut sebagai rumah.

    Jalanan sepi yang terasa begitu bising di saat angin sore itu saling memberi dukungan dengan ombak yang kerap menabrak pembatas pantai yang di buat oleh manusia.

    Perasaan sunyi yang kembali mengusik batinnya, menciptakan sebuah pertanyaan tentang jati dirinya yang sebenarnya. Kenapa dia selalu terlihat bodoh? Kenapa dia selalu terlihat kebingungan?
    Sekali saja, dia ingin terlihat seperti seorang pria sejati di hadapan Yeri, gadis yang kini telah berstatus sebagai kelasihnya. Namun bisakah dia menyebut dirinya sendiri sebagai kekasih Yeri ketika hanya ada kelemahan yang selalu ia tunjukkan di hadapan Yeri.

    Pandangan Hanbin menangkap sosok beberapa Pelajar SMA yang datang dari arah berlawanan, namun hal itu tidak ia perdulikan karna memang sudah biasa ia berpapasan dengan para Pelajar ketika hendak pulang. Dia bahkan tak mau sekedar melihat wajah-wajah yang kini berpapasan dengannya.

    "Yo, lihatlah betapa sombongnya si idiot ini."

    Perkataan sinis begitu mereka berpapasan. Hanbin yang merasa bahwa perkataan itu di tujukan pandanya pun segera berhenti dan  menoleh ke belakang, begitupun dengan ke empat Pelajar tersebut yang berbalik menghadapnya.

    Hanbin mendapati satu orang yang bisa ia kenali, dan orang tersebut tidak lain adalah siswa yang pagi tadi bertemu dengannya di sekolah Yeri. Namun perhatian Hanbin teralihkan oleh kehadiran ketiga orang asing di sana.

    Si siswa yang Hanbin kenali kemudian datang mendekat dengan tatapan menghakimi yang terarah padanya dan berhenti tepat di hadapannya yang kemudian berbalik untuk berhadapan dengan lawan bicaranya.

    "Ada perlu apa?"

    Si siswa itu memalingkan wajah sekilas sembari menyunggingkan senyumnya sebelum kembali menatap remeh ke arah Hanbin.

    "Kim Hanbin. Anak yatim-piatu yang bahkan tidak jelas identitasnya." sinis pemuda tersebut, namun Hanbin tak memberi reaksi apapun.

   Si pemuda itu kemudian mengangkat tangan kanannya dan mendaratkannya di bahu Hanbin. Dia sedikit merendahkan tubuhnya, membuat wajahnya sejajar dengan telinga Hanbin.

    "Kau pikir kau pantas bersama dengan Yeri? Bahkan hidupmu pun sangat percuma." sinis pemuda itu yang kemudian kembali menegakkan tubuhnya dengan senyum puas yang mengklarifikasi kemenangannya.

    "Sebaiknya kau membuang jauh-jauh mimpimu untuk bisa bersama dengan Yeri, karna orang idiot sepertimu hanya cocok dengan orang idiot pula." perkataannya tersebut mengundang tawa dari ketiga temannya.

    "Aku tidak pernah bermimpi."

    Tawa semua orang tiba-tiba menghilang ketika Hanbin mulai merespon olok-olokan yang baru saja ia dapatkan.

    "Aku bahkan tidak pernah berpikir. Di bandingkan dengan berpikir, aku lebih memilih menjalani semuanya. Jadi aku rasa, kata-kata itu lebih cocok untukmu."

    Tampak kemarahan di wajah pemuda tersebut, namun Hanbin tak berniat untuk melihatnya dan segera berbalik. Kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda, namun tepat satu langkah ia ambil. Pemuda tersebut menendangnya dari belakang dan membuatnya tersungkur ke depan bersama dengan sepedanya.

    Pemuda itu menghampiri Hanbin bersama dengan teman-temannya di saat Hanbin berusaha untuk berdiri, namun sebelum ia mampu berdiri. Pemuda itu justru menginjak punggungnya dengan keras dan membuat tubuhnya kembali bersentuhan dengan aspal yang dingin dengan kasar.

WAKE ME UP : SKYFALL [KEBANGKITAN LEE MINHYUK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang