6. Permintaan Pertemanan

242 28 9
                                    

"Lo pasti mau ketawain gue kan?" tuduh Angkasa begitu keluar ruangan.

Salah satu alis Raya terangkat. "Kenapa gue harus ketawain lo?"

"Tadi wali kelas lo nyebutin aib gue! Dan sekarang lo pasti mau ngejek gue, iya kan?"

Raya tidak habis pikir dengan kelakuan lelaki itu. Kenapa isi otaknya selalu saja negatif setiap kali mereka bertemu?

"Setiap murid pernah dihukum. Apanya yang lucu?"

Angkasa bungkam telak. Benar juga, pikirnya. Seketika dia merasa bodoh. Kenapa juga harus berpikir sampai ke situ? Jangankan mengejek, jatuh dari tangga saja ekspresi Raya masih tampak datar. Benar-benar gadis aneh.

Langkah mereka terhenti saat berpapasan dengan seseorang. Angkasa tersenyum tipis.

"Siang, Pak," sapa lelaki itu pada sosok di depan mereka. Namun Angkasa terdiam saat menyadari tatapan pria dewasa di depannya tertuju pada Raya. Sementara Raya terlihat membuang mukanya ke arah lain.

Pria di depannya kembali berjalan hingga melewati mereka berdua. Angkasa lalu menatap Raya yang masih menatap ke arah lain. Ketika hendak bertanya, Angkasa tanpa sengaja melihat tangan Raya mengepal. Seketika keningnya berkerut.

"Heh! Lo punya dendam kesumat apaan sama Kepsek?" tanya Angkasa. Terselip nada candaan di dalamnya, namun ketika Angkasa menyentuh bahu Raya, gadis itu langsung menepis tangannya dengan begitu kasar dan segera melangkahkan kaki meninggalkannya.

Namun bukan Angkasa namanya jika hanya berdiam diri. Lelaki itu segera menyusul langkah Raya.

"Woi! Gue barusan nanya sama lo! Sikap lo kok kayak gitu sama Kepala Sekolah? Emangnya lo gak takut apa di DO—" bibir Angkasa secara otomatis mengatup saat Raya secara tiba-tiba membalikkan badannya. Aura gadis itu seketika berubah suram, entah kenapa. Tatapannya seakan menghujam masuk ke dalam bola mata Angkasa.

"Jangan ganggu gue," ucap Raya dengan nada rendah. Dia kembali pergi. Meninggalkan Angkasa dengan sejuta tanda tanya di kepalanya. Lelaki itu kini hanya menatap punggung Raya yang menjauh.

"Kenapa dia harus semarah itu?" gumam Angkasa. Seketika tanda tanya lain muncul di kepalanya. Memang tidak jelas, namun dia yakin. Kalau tadi dia melihat ada cairan yang menggenang di pelupuk mata milik Raya.

💫

Pintu ruangan itu ditutup dengan cukup kasar. Helaan napas berulang kali terdengar. Seorang pria duduk di sebuah sofa dan memijit pelipisnya. Mengingat kejadian tadi entah kenapa membuat dadanya terasa agak sesak.

Raya. Iya, gadis itu. Mengingat tatapannya tadi mendadak dadanya terasa aneh.

Anthony mengusap wajahnya kasar dan menengadahkan kepala menatap langit-langit ruangan. Kebencian masih membekas dalam dirinya. Dia yang masih begitu yakin kalau gadis itulah yang selama ini menghancurkan hidup serta menyebabkan rumah tangganya dengan Yuli retak dan dia kehilangan putra kebanggaannya. Sampai saat ini dia yakin kalau Raya adalah penyebab kematian Rama beberapa tahun silam.

Namun apakah dia harus membenci Raya sampai sejauh itu? Dan lagi, kini Raya dan Yuli –mantan istrinya– telah membencinya. Melihat bagaimana reaksi Raya tadi saat mereka bertemu, membuat Anthony yakin kalau putrinya itu kini benar-benar membenci dirinya.

Sial. Mengingat semua itu membuat kepala Anthony pusing. Raya pasti memantrai dirinya ketika mereka berpapasan tadi. Tangannya bahkan sampai bergetar saat hendak mengambil segelas air di atas meja.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang