16. Bunuh Diri

213 24 7
                                    

Raya menatap Gavin datar ketika lelaki itu dengan santai mengajaknya berbicara di koridor tanpa memedulikan beberapa pasang mata yang menatapnya.

"Lo gak apa-apa? Gue denger katanya lo sakit perut gara-gara dikerjain anak-anak PMR," ucap Gavin.

"Gue udah baikan." Kedua mata Raya sedikit menyipit. "Lo tahu dari mana mereka ngerjain gue?"

Gavin melipat kedua tangannya di dada. "Temen lo yang waktu itu masuk ruang OSIS seenaknya. Yang banyak ngomong itu."

Kedua alis Raya bertaut. Temen?

"Maksud lo Angkasa?"

"Mungkin." Gavin mengangkat kedua bahunya.

"Tapi dia bukan-"

"Gue ke ruang OSIS dulu. Kalo ada yang bikin ulah lagi sama lo, jangan segan buat lapor ke gue. Oke, Cantik?" Gavin mengedipkan matanya sebelum berlalu begitu saja. Sementara Raya hanya menatap kepergian Gavin dengan ekspresi datar. Benar dugaannya, ternyata memang Angkasa yang melaporkannya. Tapi kenapa?

"Lo bisa keluar sekarang," ucap Raya membuang napas pelan. Tidak jauh di belakangnya, sesosok murid laki-laki muncul dari balik salah satu pilar. Dia menggaruk tengkuknya dan berjalan ke arah Raya dengan kikuk, merasa tertangkap basah.

"Hehe. Tahu aja lo."

Raya melirik Angkasa yang tengah cengengesan. "Maksud lo apa?"

Kedua mata Angkasa mengerjap. "Hah? Apaan? Gue tuh gak bermaksud nguping obrolan kalian. Gue cuma-"

"Bukan itu maksud gue." Raya langsung membalikkan badannya hingga berhadapan dengan Angkasa. "Maksud lo apa laporin mereka segala sama Ketua OSIS?"

"Lho, kenapa emang? Bukannya itu bagus ya? Biar mereka gak bisa ngerjain lo lagi."

"Gue gak butuh bantuan lo. Sebaiknya lo urus masalah lo sendiri. Gue tahu lo lakuin ini cuma gara-gara masalah kemarin. Inget, Angkasa. Gue gak pernah minta dikasihani sama siapa pun. Termasuk lo. Dan gue minta, segala hal yang lo lihat di rumah gue kemarin jangan sampai ke telinga anak-anak di sini." Raya langsung pergi setelah mengatakannya.

Tidak puas dengan reaksi Raya, Angkasa pun mengikuti langkah gadis itu. "Ya elah .... Udah gue bantuin juga. Lo gak ada niatan ngucapin makasih, gitu? Susah-susah gue bantu, sampe nganter lo pulang juga."

Langkah Raya tiba-tiba berhenti, membuat Angkasa yang berada tepat di belakangnya tanpa sengaja menubruk punggung gadis itu sehingga bibirnya lagi-lagi bersentuhan dengan rambut Raya. Kedua mata Angkasa memelotot.

Astagfirullah, bibir suci gue!

Ini sudah ke dua kalinya Angkasa mencium rambut Raya karena pergerakan mendadak gadis itu. Lelaki itu sontak langsung mengusap-ngusap bibirnya, seolah-olah ada kotoran yang menempel di sana. Sementara Raya yang bersikap biasa itu pun membalikkan badan menghadap Angkasa.

Dengan jarak sedekat itu, kedua matanya bertubrukan langsung dengan pandangan Angkasa.

"Lo gak inget sama misi lo?" Pertanyaan Raya membuat Angkasa menaikkan sebelah alisnya.

"Misi?"

"Lo bilang lo gak mau ketemu gue lagi kan? Gue itu penghuni pohon beringin, tinggal di gudang, lo ngira gue hantu, dan itu gak cuma sekali. Tapi sekarang apa? Sadar, Sa. Lo gak seharusnya lakuin ini. Urus aja kehidupan lo sendiri."

Angkasa langsung mencekal pergelangan tangan Raya ketika gadis itu hendak pergi. Raya mencoba melepaskan tangannya, namun tidak berhasil.

"Lo gak kasihan sama kembaran lo?"

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang