22. Kebetulan

177 23 4
                                    

Debu-debu berterbangan ketika Raya membersihkan permukaan rak dengan sebuah kemoceng. Cewek itu lalu mengangkat setumpukkan buku yang sebelumnya sudah dia rapikan dan menyimpannya kembali di rak seperti semula. Namun ketika dia hendak kembali mengangkat tumpukan yang lain, sepasang tangan langsung mengangkatnya lebih dulu.

"Lo duduk aja."

Raya menatap Gavin yang kini tengah merapikan susunan buku.

"Gue tahu lo ada tujuan lain nyuruh gue bersihin perpustakaan."

Gavin tersenyum miring. "Udah gue duga. Lo bisa dengan mudah baca isi kepala gue."

"Pikiran lo mudah kebaca. Apa yang mau lo omongin?" tanya Raya.

Gavin membalikkan badannya. Cowok itu lalu mendekat ke arah Raya. Sementara cewek itu sama sekali tidak bergeser dari posisinya barang sesenti pun, bahkan ketika ujung sepatu milik Gavin hampir menyentuh ujung sepatu miliknya.

Mereka bertatapan satu sama lain. Di detik berikutnya Gavin tiba-tiba terkekeh.

"Lo gak takut? Di sini cuma ada lo sama gue."

"Gue tahu lo gak akan berbuat macam-macam," ucap Raya tanpa mengalihkan tatapannya dari kedua mata milik Gavin.

Cowok itu lalu tersenyum miring. "Oh, ya? Kalo misalnya gue beneran macem-macem sama lo, gimana?"

"Lo gak akan lakuin itu."

Gavin kembali terkekeh begitu mendengar jawaban Raya. "Kalo gitu, harusnya lo juga tahu apa yang bakalan gue omongin."

Kini Raya membuang pandangannya. Kemoceng yang berada di tangannya diambil oleh Gavin begitu saja.

"Sori, waktu itu gue cuma disuruh." Gavin melangkahkan kakinya menuju rak buku yang lain.

"Gue gak peduli."

"Gue awalnya gak ngerti. Tapi pas gak sengaja baca data punya lo, gue mulai paham. Dan sejujurnya gue ngerasa miris. Di dunia ini, ternyata ada sosok ayah yang kayak gitu. Gue ngerti lo pasti sakit hati sama bokap lo sendiri."

"Lo gak bakalan ngerti, dan lo gak bakalan tahu."

"Gue tahu, Ra. Gue tahu apa yang lo rasain."

"Lo gak akan pernah tahu. Apa yang udah dirasain gue sama mama selama ini. Dan lo, gak perlu tahu."

Gavin menoleh tepat ketika melihat Raya menghapus air matanya. Cowok itu terhenyak, untuk pertama kali dia melihat sisi lain dari seorang Raya Avisha. Di balik wajah dingin itu, Gavin bisa melihat bagaimana luka yang Raya rasakan. Pasti hari-hari yang dilaluinya terasa begitu sulit. Dengan kehadiran Anthony, dan juga Kayla. Padahal pada kenyataannya Raya adalah anak kandung Anthony.

"Berhenti kasihan sama gue," ucap Raya tanpa menatap Gavin.

"Setelah gue pergi nanti, semuanya selesai," lanjutnya dan menoleh pada Gavin. Di detik berikutnya tubuh cewek itu tersentak pelan ketika menyadari Gavin sudah berada di dekatnya dan secara tiba-tiba memeluknya.

"Lo gak akan pergi ke mana pun. Lo bisa hadapin semua ini, gue percaya itu," ucap Gavin tanpa melepaskan tangannya. "Lo bisa tumpahin semua air mata lo di sini. Lepasin semuanya."

Entah kenapa kedua mata Raya kembali memanas dan bahunya kembali bergetar. Cewek itu terisak pelan dan meremas pinggiran seragam milik Gavin. Baru kali ini dia merasa ada yang mau menerimanya, selain mamanya.

Raya menangis di sana.

💫

Angkasa melupakan tujuan awalnya. Guru Biologi menyuruhnya ke perpustakaan untuk mengambil buku paket. Namun yang dia lakukan justru malah berdiri di ambang pintu, menatap dua murid yang berada di dalam sana.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang