29. Kebencian Raya

165 21 1
                                    

Raya menatap kertas yang baru saja dibagikan oleh ketua kelas. Terdapat angka sembilan puluh lima yang ditulis dengan tinta merah di bagian ujung kanan atas. Gadis itu tersenyum.

"Kalian kalah sama Raya yang ulangan susulan." Sang guru menatap satu per satu muridnya, "minggu depan kalian remedial. Kecuali Raya. Ibu tutup pertemuan kali ini. Terima kasih."

Semua murid menatap kepergian sang guru dengan kecewa. Mereka menatap kertas ulangan masing-masing dengan kesal.

"Raya terooosssss ... " Sang ketua kelas melirik sekilas ke arah Raya yang sedang membereskan buku sebelum akhirnya dia pergi keluar lab.

"Ya jelaslah dia dapet nilai paling tinggi. Dia kan waktu ngapalinnya lebih lama!" Seorang siswi tampak mengerucutkan bibirnya begitu melewati Raya. Sementara orang yang mereka bicarakan hanya membuang napas.

Ketika melewati lapangan upacara, Raya berjongkok begitu menyadari tali sepatu miliknya terlepas. Tanpa sengaja, pandangannya teralih pada seorang siswa yang  berdiri di depan tiang bendera dengan posisi hormat.

Siswa yang memakai hoodie berwarna abu-abu itu rupanya juga menatapnya hingga pandangan mereka benar-benar bertemu. Mereka terdiam selama beberapa saat.

Raya baru saja berdiri, namun suara seseorang terdengar dengan jelas di telinganya hingga Raya mau tidak mau menoleh. Angkasa yang tadi masih berdiri di bawah tiang bendera kini terlihat berjalan menghampirinya dengan raut wajah tidak bersahabat.

Dia udah balik lagi jadi Angkasa yang biasanya, batin Raya.

"Lo gak nanya gue kenapa?" ucap Angkasa dengan nada yang entah kenapa terdengar menyebalkan di telinga Raya, padahal mereka baru saja bertemu.

Tidak kunjung mendapat respon, Angkasa jadi gemas sendiri. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan, kemudian menatap cewek di depannya lagi.

"Kenapa semalam lo gak angkat telepon dari gue?" tanyanya membuat kening Raya mengerut.

"Telepon?"

"Iya! Lo tahu, gue semalam pusing ngerjain tugas matematika dari Pak Tomi!"

"Terus? Gak ada hubungannya sama gue."

Demi Dewa Neptunus, rasanya Angkasa ingin menangis di detik itu juga. Kenapa susah sekali bicara dengan Raya?

"Ya gue mau minta bantuan lo tapi lo malah tolak semua panggilan gue! Dan sekarang gue kena hukum!"

Kedua alis Raya saling bertaut. Angkasa meneleponnya?

"Jadi Tuan Tampan itu ... Lo?" tanya Raya hingga Angkasa meremas rambutnya.

"Iya, itu gue! Gue diem-diem buka HP lo dan simpen nomor gue. Kalo gue minta ke lo pas lo sadar, gue yakin kepala gue pasti udah benjol-benjol duluan bahkan sebelum gue ngomong! Kenapa? Mau marah? Sini, lemparin aja kerikil yang banyak! Biar lo puas sekalian!"

"Lo mau gue pukul pake tiang bendera?" tanya Raya dengan wajah datarnya hingga Angkasa mendadak bungkam.

"Siapa suruh lo kasih nama kayak gitu. Gue kan gak tahu. Lagian sekarang lo udah dihukum. Jadi gue harus gimana?" ucap Raya. "Gue harus ke kelas, masih ada jam."

Raya melangkahkan kakinya meninggalkan Angkasa yang masih berdiri di sana.

"Woi!" Angkasa mengacak rambutnya.

💫

"Aku tidak peduli. Bagaimana pun caranya, kalian harus rebut kembali benda itu. Sudah kubilang singkirkan saja anak itu! Aku hanya membutuhkan map yang dia ambil, kalau tidak semuanya akan berantakan!"

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang