Bel jam pertama akan berbunyi lima belas menit lagi. Parkiran mulai dipadati oleh kendaraan milik murid-murid. Setelah merapikan rambutnya, Angkasa lalu berjalan memasuki koridor. Sesekali tangannya memukul-mukul dadanya yang terasa sesak.
"Perasaan gue tadi makan gak buru-buru deh," ucapnya seraya menarik napas dalam. Di saat yang bersamaan, seseorang berjalan mendahuluinya. Angkasa mendelik sinis begitu mengetahui kalau orang itu adalah Gavin. Namun pandangannya tanpa sengaja tertuju pada sebuah ponsel yang tengah dipegang oleh lelaki itu. Keningnya berkerut, merasa tidak asing dengan benda itu. Terlebih layar ponsel itu menampakkan sebuah foto yang juga tampak tidak asing. Sayang sekali Angkasa tidak sempat mengejar karena Gavin sudah terlalu jauh.
Angkasa tiba-tiba berhenti dan memandangi punggung Gavin yang menjauh. "Kenapa perasaan gue gak enak, ya?" Tanpa berpikir macam-macam, Angkasa pun kembali melanjutkan langkahnya ke kelas. Lelaki itu sempat melirik ke dalam kelas XI IPA 5 begitu melewatinya. Bangku Raya terlihat masih kosong. Angkasa melirik jam tangan miliknya.
"Lima menit lagi bel. Biasanya dia udah di kelas," gumamnya. Begitu sampai di kelas, Angkasa mengeluarkan ponselnya dan mengecek pesan yang dikirimkannya tadi malam pada Raya. Lelaki itu mengirimkan foto mereka berdua sewaktu pergi kemarin, namun pesannya hanya dibaca oleh gadis itu. Angkasa lalu berinisiatif untuk menelepon Raya, namun tidak aktif.
"Aneh, padahal di sini dia aktif beberapa menit yang lalu." Angkasa kembali memasukkan ponselnya. "Apa mungkin dia kesiangan?"
Sementara itu di kelas XI IPA 5, ketua kelas dan beberapa murid lain tampak sibuk. Mereka berusaha menghubungi seseorang namun tidak berhasil.
"Dia tadi aktif padahal," ucap gadis bernama Amanda.
"Apa dia sakit lagi?" sahut yang lain.
"Kayaknya kalo dia emang sakit, dia pasti bakalan bilang ke salah satu dari kita," ucap Andre. Dia kembali berusaha menghubungi Raya, namun nihil.
"Gue jadi khawatir. Apa dia masih marah sama kita semua?"
"Gue rasa enggak. Raya itu orangnya baik." Andre membuang napasnya pelan. Hari ini gak ada jadwal wali kelas, jadi nanti istirahat gue mau ke ruang guru buat ngomongin ini."
💫
Lagi-lagi Angkasa mendapati bangku milik Raya dalam keadaan kosong. Dia melihat layar ponselnya dan pesannya juga tidak kunjung mendapat balasan. Kedua kakinya perlahan menuruni satu per satu anak tangga. Biasanya, hanya ada satu tempat yang Raya datangi.
"Keterlaluan lo, Ra. Awas aja kalo ternyata dari tadi lo bolos dan malah diem di sana." Salah satu sudut bibir Angkasa naik, otaknya dengan cepat mempersiapkan rencana-rencana untuk mengerjai Raya. Namun begitu sampai di sana, Angkasa sama sekali tidak melihat keberadaan Raya. Bangku panjang di bawah pohon beringin itu tampak kosong.
"Dia beneran gak berangkat, ya?" Angkasa kembali menghubungi Raya namun hasilnya tetap sama. Ponsel gadis itu tidak bisa dihubungi. Akhirnya Angkasa memilih pergi dari sana. "Apa gue tanyain langsung ke temen-temennya, ya?" gumamnya seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Kedua kakinya mendadak berhenti saat melihat keributan di depan ruangan kepala sekolah. Angkasa segera berlari ke sana dan terkejut begitu mendapati Yuli.
"T-Tante Yuli!" Angkasa langsung membantu Yuli berdiri. Wanita itu tampak sudah berderai air mata dengan kedua mata yang menatap penuh pada Anthony yang berada di depannya.
"Kembalikan putriku, Anthony!" teriak Yuli hingga semua orang yang ada di sana menatap padanya. Angkasa yang berada di sebelahnya menatap Yuli dengan kening berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔
Ficção AdolescenteSuatu hari, ibuku berkata kalau aku akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah jalan cerita hidupku. Sampai akhirnya takdir yang dia katakan benar-benar terjadi. Aku bertemu dengan orang itu. Namun, ada hal lain yang tidak dia ketahui, tidak j...