43. Pencarian

158 25 12
                                    

Suasana sekolah mendadak mencekam setelah kejadian tadi. Semua murid tampak tidak seperti biasanya. Kantin dan lapangan terlihat kosong. Mereka benar-benar terkejut mendengar semuanya.

Suasana kelas XI IPA 5 tampak lebih hening. Semua murid tampak berkumpul dan sesekali bertukar pandang satu sama lain. Beberapa di antaranya bahkan ada yang menoleh pada bangku Raya yang kosong.

"Apa kita harus ikut nyari keberadaan Raya?" ucap Lisa. Andre menggelengkan kepalanya. "Gue rasa itu bukan ide bagus. Itu hanya akan memperumit pencarian. Pihak sekolah juga akan melarang kita."

"Tapi kita gak mungkin diem aja. Raya itu bagian dari kelas kita. Apalagi setelah semuanya terkuak, kita bisa tahu siapa sebenarnya tokoh yang jahat. Pak Anthony yang selama ini kita hormati, tidak lain adalah jelmaan iblis." Amanda nimbrung. Kedua tangannya tampak mengepal kuat.

"Mungkin kita bisa bekerja sama sama pihak sekolah. Beberapa orang mungkin bisa ikut mencari. Gue yang akan pergi. Sebaiknya cewek-cewek jangan ada yang ikut. Gue rasa terlalu bahaya karena lawan masih belum diketahui. Anak buah Pak Anthony pasti bukan orang-orang biasa. Jadi sebaiknya gue sendiri yang pergi. Kalian bisa bantu doa supaya semuanya berjalan lancar dan Raya baik-baik aja."

Andre menoleh ke arah pintu tepat ketika seseorang berjalan melewatinya. Kedua mata Andre menyipit, berusaha mengenali lelaki yang tampak tak asing itu.

Sementara di luar, Angkasa melangkah lebar menuju lantai dasar. Lelaki itu bahkan mengabaikan panggilan Sam yang tertinggal di belakang. Rahang Angkasa mengeras dan kedua tangannya mengepal kuat. Kedua kakinya bergerak menuju suatu tempat.

Ruang OSIS.

Ditendangnya pintu itu hingga langsung terbuka lebar dan langsung menampakkan seseorang di baliknya. Dia tengah duduk di atas meja dengan rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuknya.

"Brengsek!" Angkasa langsung menarik kerah baju Gavin dan menghajarnya hingga tubuh Gavin tersungkur ke lantai.

"Lancang lo!" Gavin mengusap salah satu sudut bibirnya yang berdarah.

"Bajingan lo! Ke mana lo bawa Raya, hah?!" Angkasa menindih tubuh Gavin dan menarik kembali kerah baju lelaki itu hingga tubuhnya yang terbaring menjadi terangkat.

Tiba-tiba Gavin tertawa tanpa alasan. "Lo gak bisa nuduh gue sembarangan."

"Tutup mulut lo! Gue tahu lo yang udah ambil HP Raya. Iya, kan?! Gue udah curiga sama lo sejak lama! Selama ini lo bersekongkol sama Pak Anthony, hah! Brengsek!" Angkasa memukuli Gavin secara membabi buta. Namun kali ini Gavin tidak tinggal diam. Dia mendorong tubuh Angkasa dan balas memukulnya.

"Peduli apa lo?!" Kedua mata Gavin menatap penuh Angkasa.

"Di mana Raya, sialan?!" Angkasa kembali mendorong tubuh Gavin menjauh. Sesekali meringis saat merasa salah satu pipinya berdenyut.

Gavin menyeringai. "Di tempat yang gak akan pernah bisa lo temukan."

"Brengsek!"

Tubuh Gavin menubruk meja dan lelaki itu kembali terpelanting ke lantai.

"Manusia kayak lo, gak pantes buat hidup!" Angkasa mengusap salah satu sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Dia lalu berjalan menuju tas milik Gavin dan mengambil sesuatu dari dalam.

Persis dugaannya. Ponsel milik Raya berada di sana. Benda tipis yang tadi pagi dilihatnya, ternyata benar-benar milik Raya. Dia sudah menduganya. Pasti Gavin yang sudah membuka pesan yang dia kirimkan. Angkasa kembali mendekati Gavin dan berjongkok. Dia menarik kasar kerah baju milik Gavin hingga benar-benar kusut.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang