Gavin tidak melanjutkan ucapannya begitu melihat Raya menunduk. Gadis itu terlihat seperti seorang pencuri yang sedang diinterogasi. Salah satu sudut bibir Gavin terangkat.
"Santai aja kali. Gue kan cuma ngajakin lo ngobrol doang," ucapnya. Raya masih menunduk. Gadis itu terlalu takut hanya untuk sekadar mengangkat wajah. Gavin adalah ketua OSIS di sekolahnya. Bisa saja lelaki itu adalah musuh terbesarnya.
"Lo orang yang suka diomongin sama murid-murid kan?"
Raya menahan napas. Dia paling benci jika sudah membahas hal ini.
"Mungkin."
"Kok mungkin?"
"Gue gak pernah dengerin apa yang mereka omongin." Raya mengangkat wajahnya.
Salah satu alis Gavin terangkat. "Bukanya lo bisa baca pikiran orang ya? Emang gak pernah ada yang bilang gitu, tapi gue bisa narik kesimpulan dari setiap omongan mereka."
Lelaki yang kini berada di hadapan Raya bisa saja langsung menghantam permukaan dinding hingga hancur. Tapi Raya tahu batasan. Dia tidak ingin menimbulkan masalah.
"Dan gue tahu satu rahasia yang gak pernah orang lain tahu."
"Maaf, Kak. Bel udah bunyi." Raya semakin tidak tenang. Pikiran Gavin mudah sekali terbaca. Raya bisa dengan mudah mengetahui kalimat yang akan keluar dari mulut Gavin. Namun Gavin sepertinya tidak membiarkannya pergi begitu saja. Lelaki itu langsung mencekal tangan Raya bahkan sebelum gadis itu berbalik.
"Lo ... Anak kandung Kepala Sekolah, kan?"
Kedua mata Raya membelalak. Dia sudah menduga ini.
"Pak Anthony itu, bokap lo. Gue bener, kan?"
BRAKKK!
Pintu tiba-tiba terbuka lebar dan menampakkan Angkasa di baliknya.
"Oh, jadi gini kelakukan Ketua OSIS sebelum jam pertama?" Lelaki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan berjalan mendekati Gavin dan Raya yang cukup terkejut dengan kedatangannya. Angkasa melirik ke arah tangan Gavin yang masih memegang lengan Raya.
"Siapa lo?" Gavin menurunkan tangannya dan menatap Angkasa dengan tatapan tidak suka. Apalagi lelaki itu secara tiba-tiba mendobrak pintu ruangan OSIS seenaknya.
"Gue?" Angkasa melirik Raya sejenak dan berkata dengan lantang, "GUE TANGAN KANANNYA PAK AGUNG! HAHAHA. MAU APA LO?!"
"Tangan kanan Pak Agung?"
"Iya! Kalian gak denger barusan bel bunyi? Bukannya masuk kelas malah berduaan di sini. Sepi lagi. Kalian—"
"KALIAN MAU BAPAK HUKUM?!" Tiba-tiba Pak Agung muncul dari belakang Angkasa dan langsung menjewer salah satu telinga lelaki itu hingga mengaduh.
"Awwww! Ampun, Pak!"
"Ngapain kalian di sini? Dan kalian berdua ini baru saja Bapak hukum kemarin. Mau Bapak hukum lagi?" Pak Agung menatap Raya dan Angkasa bergantian. "Dan kamu, Gavin. Kamu Ketua OSIS. Harusnya kamu jadi contoh yang baik. Apalagi kamu itu kakak kelas mereka."
"Maaf, Pak."
"Hahaha. Sukurin!" Angkasa tertawa dengan tidak tahu malu, apalagi tangan Guru BK sekolahnya itu masih bertengger di telinganya.
"KAMU JUGA SAMA!" Pak Agung semakin keras menjewer telinga Angkasa hingga lelaki itu menjerit.
"AMPUN PAAAKKKK!"
"Maaf, Pak." Raya berujar pelan. "Kalau begitu saya ke kelas." Raya segera pergi dari sana.
"Saya? Heh! Maksud lo itu kami, kan? Woi!" Angkasa menatap punggung Raya yang menjauh dengan sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔
Teen FictionSuatu hari, ibuku berkata kalau aku akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah jalan cerita hidupku. Sampai akhirnya takdir yang dia katakan benar-benar terjadi. Aku bertemu dengan orang itu. Namun, ada hal lain yang tidak dia ketahui, tidak j...