23. PR Dan Ulangan

184 27 2
                                    

Raya menarik salah satu kursi di meja makan dan mendudukkan dirinya. Cewek itu meletakkan sejumlah uang ke atas meja dan menghela napas begitu melihat mamanya cengengesan.

"Mama pasti udah tahu soal ini, kan?" tanyanya datar.

Yuli meletakkan loyang kotor ke wastafel dan menatap putrinya. Dia tertawa pelan. Wajah Raya masih saja tampak datar, padahal jika orang lain mungkin sudah marah-marah hingga wajahnya memerah.

"Mama cuma lihat kamu ketemu sama Angkasa hari ini. Mama pikir kalian bakal gak sengaja berpapasan di jalan, tapi siapa sangka kalau kalian malah ketemu di depan rumah."

"Enggak lucu, Ma."

Yuli terkekeh. Namun di detik berikutnya ekspresi wajahnya berubah.

"Tapi akhir-akhir ini mimpi Mama agak aneh."

Raya mengerjap. Cewek itu buru-buru bangkit dari posisinya.

"Kamu lagi deket sama siapa?" tanya Yuli tepat ketika Raya baru saja berbalik.

"Dengan menghindar pun, kamu gak bakalan bisa lari. Mama sudah bilang, Tuhan masih punya cara lain. Ra—"

"Kalau Mama emang ngelihat sesuatu dan takut aku bakalan berakhir sama seperti Rama, harusnya Mama minta aku buat ngejauh dari Angkasa. Bukan sebaliknya."

"Tapi Angkasa bisa nolong kamu."

Raya menunduk. "Ma, tolong. Aku gak mau libatin orang lain. Aku gak bermaksud buat lari, aku cuma mau buktiin kalau penglihatan Mama kali ini salah."

"Orang yang bernama Gavin itu, memangnya dia bisa dipercaya? Dia cowok yang waktu itu kamu sebut sewaktu—"

"Ma, cukup."

"Raya, kita sama-sama diberikan kelebihan oleh Tuhan. Mama gagal menjaga Rama sebelumnya, dan Tuhan memberi Mama kesempatan ke dua untuk menjaga kamu."

Perlahan Raya membalikkan badannya dan menatap Yuli.

"Ma, percayalah. Sesuatu yang Mama sebut kelebihan itu nyatanya nggak pernah ada buatku. Semua orang melihat kalau itu hanyalah kekurangan dan mereka ngejauh. Aku gak pernah takut aku disakiti, karena pada nyatanya merekalah yang takut aku sakiti." Raya mengepalkan tangan. Dia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan, "termasuk Papa."

Yuli terkejut dengan ucapan putrinya. Dia tidak menyangka kalau Raya akan kembali menyebut papanya setelah sekian lama.

"Dia bahkan benci saat aku panggil dia dengan sebutan papa. Mama tahu? Papa sekarang udah benci sama aku. Dia lebih memilih anak tirinya, daripada aku yang jelas-jelas darah dagingnya! Mana yang Mama sebut kelebihan?" Raya mengusap kasar sesuatu yang sudah jatuh dari pelupuk matanya.

"Maafin Mama." Yuli hendak menghampiri Raya dan memeluknya namun putrinya itu justru bergerak mundur, seolah tidak ingin disentuh.

"Aku percaya takdir ini bakalan berubah."

Yuli menatap punggung Raya yang menjauh.

"Aku ingin anakku nanti memiliki kekuatan ajaib yang tidak dimiliki oleh orang lain, agar tidak ada satu pun yang bisa menyakitinya."

"Maafin Mama, Ra."

💫

"MINGGIR WOIIII!!!! AER PANAAASSSS!!!"

Semua siswa yang masih memadati koridor seketika berpindah ke pinggir ketika seseorang berteriak dari belakang. Lalu tidak lama kemudian seorang siswa laki-laki berlari melewati orang-orang dengan kedua tangan memegang buku dan pulpen.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang