39. Penyelamat

153 25 10
                                    

Raya yang baru saja datang langsung menghampiri salah satu meja teman kelasnya dan memberikan sebuah buku catatan yang beberapa waktu lalu dipinjamkan padanya.

"Makasih." Raya tersenyum tipis. Namun reaksi gadis bernama Amanda itu sungguh diluar dugaan Raya.

"Gue gak salah lihat? Lo barusan senyum? Eh, ya ampun, Ra. Sumpah lo senyum dikit doang cantik loh. Banyakin senyum dong." Amanda langsung heboh, membuat Raya kembali terdiam.

Amanda terdiam saat teman sebangkunya manabok lengannya cukup keras. "Biasa aja kali, lo kayak baru liat apaan."

"Gue serius. Ra, lo jangan terlalu kaku. Senyum aja deh. Gue yakin kalo lo banyak senyum—"

"Ntar dia dikira gila njir."

Amanda memelotot pada seorang murid laki-laki yang menyahut. "Bukan gitu maksud gue. Kalo banyak senyum, ntar cowok-cowok yang biasanya takut sama lo, mendadak klepek-klepek kek ayam."

"Ya gak usah disebutin kek ayam juga kali, lebay," sahut yang lain.

"Halah, lo juga waktu itu takut sama Raya, kan?"

Amanda memelotot dan langsung memasang tampang songong. "Gue udah minta maaf sama Raya! Dia juga udah maafin gue kok! Blweee~" Gadis itu menjulurkan lidahnya.

Salah satu sudut bibir Raya tertarik. Dia tidak ambil pusing soal ucapan teman-temannya. Sampai kapan pun dia akan tetap menjadi dirinya. Masalah bagaimana dia senyum atau tidak, tergantung perlakuan orang-orang terhadapnya.

Raya lalu pergi ke tempatnya. Bersamaan dengan itu, ketua kelas datang dengan kedua tangan membawa buku paket.

"Oi, sana lo turun bawain sisanya. Berat banget njir." Andre memelotot pada wakilnya yang terlihat duduk asyik bermain game di ponsel.

"Kok gue? Biasanya juga lo nyuruh—"

Kedua lelaki itu tiba-tiba menatap Raya yang juga tengah menatap pada mereka. Andre tertawa renyah. "Gue udah banyak dosa sama dia. Udah, lo aja sana. Gue mau ngerjain PR."

Meskipun tampak kesal namun si wakil ketua kelas itu pun segera berjalan keluar kelas.

"Lo bisa kok nyuruh gue," ucap Raya. Andre yang baru mendudukkan dirinya di bangku pun langsung menoleh padanya.

"Gak usah. Lo udah keseringan gue suruh." Lelaki itu kembali tertawa dan langsung mengeluarkan alat tulis.

"Baru nyadar, Pak?" Seorang gadis menyahut dengan nada menyebalkan. Diiringi tawa teman-temannya yang lain.

"Heh, gak usah berisik lo!" Andre langsung memelototi mereka.

Raya membuang napasnya pelan. Suasana kelasnya berangsur membaik. Teman-temannya perlahan memperlakukan dirinya seperti seharusnya. Raya cukup bersyukur akan hal itu. Meskipun di luar sana masih banyak yang memandangnya dengan sebelah mata, Raya tidak ambil pusing. Setidaknya sekarang dia merasa lebih baik saat berada di kelasnya sendiri.

💫

"Hoaamm ... " Angkasa menopang dagunya dan menatap Sam malas. "Beliin gue siomay dong. Ngantuk nih."

"Enak aja lo nyuruh-nyuruh gue. Pergi aja sendiri. Kaki lo masih berguna, kan?"

"Ah, males turun tangga." Angkasa kembali menguap.

"Mending lo gangguin orang aja sana. Gue kesel liat muka lo."

Kedua mata Angkasa langsung terbuka lebar. Lelaki itu menegakkan tubuhnya dan langsung menyeringai. "Pinter lo. Ya udah, gue pergi dulu. Bye!"

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang