33. Perubahan

162 27 0
                                    

"Ah, sialan. Bikin repot aja. Kenapa coba dia gak masuk? Kemaren juga dia sehat-sehat aja."

Angkasa menghentikan langkahnya dan memperhatikan dua siswa yang baru saja mendahuluinya. Kedua siswa itu masing-masing membawa beberapa buku paket. Jangan-jangan yang mereka maksud itu ...

"Woy! Ngelamun aja lo." Sam menepuk bahu Angkasa begitu mendapati lelaki itu melamun di koridor. "Lo kesambet? Masih pagi juga," lanjutnya seraya merangkul bahu Angkasa dan mereka berjalan menaiki tangga.

Kedua siswa tadi masuk ke kelas sebelas IPA 5, yang tidak lain adalah kelas Raya. Angkasa menolehkan kepalanya ketika dirinya melewati pintu kelas itu yang terbuka lebar.

Bangku Raya kosong. Angkasa langsung meluruskan kembali pandangannya, sesekali bergumam menanggapi ucapan Sam yang sebenarnya tidak benar-benar dia dengarkan.

Raya gak masuk?

Pikirannya langsung menerawang ke kejadian kemarin. Dia berpikir mungkin gadis itu ingin menenangkan diri, atau lebih buruknya mungkin kesehatannya kini menurun. Pantas saja tadi bukan Raya yang membawa buku paket, melainkan orang lain. Biasanya gadis itu yang selalu membawa buku-buku paket sendirian hingga terkadang pandangannya terhalangi bahkan sampai dijahili oleh orang-orang.

"Sa, lo kenapa sih? Gak enak badan?"

Kepala Angkasa menggeleng. Dia tersenyum tipis dan segera membuka tasnya ketika seorang guru masuk ke dalam kelas.

💫

Yuli membuang napas ketika melihat nampan yang berada di depan pintu Raya tidak bergeser sama sekali. Wanita itu lalu mengetuk pelan pintu di depannya.

"Ra," panggilnya namun tidak ada sahutan. "Makan dulu, Nak. Kamu belum makan dari kemarin." Dia menatap pintu kamar putrinya khawatir. Raya belum membuka benda itu sama sekali. Yuli jadi khawatir. Raya mungkin tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya, namun sekarang gadis itu bahkan tidak mau peduli pada apa pun, bahkan pada dirinya sendiri. Yuli bahkan beberapa kali mengecek dari luar dan melihat kalau jendela kamar Raya tidak dibuka. Tirai pun selalu tertutup, padahal yang dia tahu, Raya sering membuka jendela kamarnya bahkan saat tengah malam sekalipun.

"Ra, jangan bikin Mama khawatir. Kamu bisa sakit."

"Tinggalin Raya, Ma." Setelah sekian lama akhirnya Raya merespon ucapannya. Meskipun lirih, tapi Yuli masih bisa mendengarnya.

Yuli menghela napasnya dan mengambil nampan yang sudah diletakkannya sejak kemarin. "Tapi kamu harus janji, kamu harus keluar setelah ini."

Tidak ada respon. Yuli menunduk dan memilih kembali ke dapur. Dia tidak ingin membuat Raya semakin terpuruk. Raya pasti juga syok saat menyadari kalau Angkasa melihat semuanya. Raya kehilangan kendali, dan Angkasa adalah satu-satunya orang asing yang melihat sisi lainnya.

"Papa mau memalsukan ijazah semua siswa, Ma. Aku gak bisa diem aja. Papa bisa hancur."

Yuli bersedekap dan menenggelamkan wajahnya di sana. Entah apa yang sudah dilakukannya di kehidupan sebelumnya sampai dia bisa memiliki putri sebaik Raya. Tidak peduli sebanyak apa pun Anthony menghujamnya dengan cacian, tapi gadis itu tetap saja peduli. Dia sempat membenci, namun kembali memberi hati. Namun kejadian kemarin membuat Yuli tidak bisa menebak isi hati Raya terhadap ayahnya sekarang. Apakah Raya kembali membenci, atau masih berbaik hati?

💫

Angkasa memutar ponselnya di atas permukaan meja. Dia bimbang. Dia ingin menghubungi Raya. Dia akui kalau dia memang khawatir, apalagi mengingat apa saja yang sudah pernah Raya lakukan. Gadis itu bahkan tidak segan-segan berniat meloncat dari atas gedung pencakar langit.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang