Gelap dan pengap.
Raya tidak mengerti kenapa dia bisa begitu betah berlama-lama dengan keadaan kamar seperti itu. Sudah tiga hari dia mengurung diri di dalam kamar. Dia bahkan mengabaikan ucapan mamanya. Gadis itu sama sekali tidak pernah berniat membuka pintu kamarnya barang sesenti pun.
Suara mamanya kembali terdengar dari balik pintu. Entah siapa yang mengajarkan Raya jadi sejahat itu pada Yuli. Tepat di balik pintu itu, entah bagaimana ekspresi Yuli. Wanita itu mungkin sudah lelah bicara pada Raya. Hampir setiap waktu dia datang untuk mengecek makanan yang diletakkannya di depan pintu namun Raya bahkan tidak pernah menyentuhnya.
"Jangan seperti ini, Ra," ucap Yuli dengan suara parau dan diiringi suara ketukan pintu. Berkali-kali pula wanita itu menggerakkan handle pintu, berharap benda itu akan terbuka. Sudah tiga hari Raya di dalam, dan sudah tiga hari pula Yuli tidak melihat putrinya.
"Kamu makan, ya. Kamu belum makan sama sekali, Ra. Atau kamu mau Mama ambilin buah? Raya, Mama mohon."
Tak ada sahutan. Raya memilih memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya. Entah seperti apa rupanya kini karena tidak pernah bersapaan dengan hangatnya sinar mentari dan udara luar.
"Maaf, Ma." Hanya itu yang keluar dari bibir Raya.
Di dekatnya, terdapat sebuah bingkai foto dengan posisi terbalik.
Semuanya hancur. Raya semakin kehilangan dirinya. Anthony benar-benar akan membencinya mulai sekarang dan Angkasa— lelaki baik itu kini akan menambah daftar orang-orang yang menjauhinya. Dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mengerikannya Raya. Dia yang semula peduli, mengulurkan tangan di saat dia jatuh, dan membelanya di depan orang-orang, kini akan mundur dan bergabung dengan mereka yang sudah membencinya lebih dulu.
Bagus sekali, Raya. Kau akan semakin membenci hidupmu.
💫
"Lo kenapa sih? Tumben diem mulu di kelas." Sam bertanya pada Angkasa yang tengah memutar-mutar ponselnya di atas permukaan meja. Lelaki itu hanya membuang napasnya malas tanpa berniat menjawab.
"Oh, gue tahu nih. Pasti gara-gara si Raya itu kan? Dia gak berangkat jadi gak ada yang bisa lo gangguin."
"Berisik lo."
Sam tertawa renyah. Dia menyeruput minuman yang dibelinya dari kantin lalu kembali menatap Angkasa dan kembali berucap, "tapi serius deh. Emang dia ke mana sih? Lo kan hampir tiap hari ngintilin dia, pasti lo tahu."
"Gue gak tahu."
"Kalian lagi berantem, ya?" Sam menatap Angkasa curiga. Tidak biasanya Angkasa bersikap seperti itu. Atau memang hanya perasaannya aja.
"Gak."
Bibir Sam mencebik. "Tapi tadi gue gak sengaja denger omongan temen-temen kelasnya di luar. Katanya dia gak masuk tanpa keterangan. Gak ada keterangan sama sekali."
Angkasa terdiam. Sudah tiga hari Raya tidak masuk sekolah. Dia pun tidak menghubungi Raya sama sekali.
Apa dia sakit?
"Tapi lo kok bisa deket sama dia sih? Temen-temennya aja pada jauhin dia. Gue sih gak percaya sama omongan orang-orang. Dia tuh aslinya cantik, tapi kata orang, dia tuh misterius—" Ucapan Sam terhenti saat Angkasa secara tiba-tiba beranjak dari bangkunya dan pergi dari kelas. "Woy, mau ke mana lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔
Teen FictionSuatu hari, ibuku berkata kalau aku akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah jalan cerita hidupku. Sampai akhirnya takdir yang dia katakan benar-benar terjadi. Aku bertemu dengan orang itu. Namun, ada hal lain yang tidak dia ketahui, tidak j...