38. Mimpi

155 26 5
                                    

Seorang anak perempuan menyodorkan sebuah buku gambar kepada kakaknya. "Bagus kan, kak? Tadi aku gambar ini di sekolah," ucapnya dengan senyum semringah.

Kayla tersenyum. "Gambarnya bagus banget," pujinya seraya mengelus puncak kepala Tasya.

"Tasya kan sering dapet juara menggambar di sekolah," ucap mamanya yang baru saja datang dari dapur. Wanita itu meletakkan sepiring buah-buahan yang telah dipotong. Tasya langsung menghampiri mamanya dan mengambil sebuah garpu.

"Aku ke kamar dulu. Banyak tugas." Kayla beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju kamar. Mamanya hanya menatap Kayla yang pergi. Gadis itu selalu merasa diperlakukan berbeda, terutama oleh Anthony- ayah tirinya.

Begitu sampai di ujung tangga, Kayla melihat pintu ruangan ayahnya terbuka dan seseorang tampak keluar dari sana. Keningnya berkerut. "Kak Gavin?"

Gavin yang menyadari itu hanya mengerjap dan tersenyum tipis. Sementara Kayla masih diam menatapnya bingung.

"Kakak ... Ngapain di sini?" tanya gadis itu.

"Biasalah, ada yang harus ditandatangani Pak Anthony. Bentar lagi kan mau pemilihan ketua OSIS yang baru."

"Bukannya di sekolah juga bisa, ya?" Kayla menatap Gavin yang mendekat padanya. Salah satu sudut bibir lelaki itu terangkat.

"Gue butuhnya sekarang." Gavin menepuk bahu Kayla pelan dan berjalan menuruni tangga.

Kayla menatap Gavin yang kini menyapa Tasya dan mamanya yang sedang menonton TV. Lalu dia menatap pintu ruangan kerja ayahnya yang menutup.

💫

"Ra, tolong ambilin loyang di laci."

Raya yang tengah mencuci blueberry segera mematikan keran dan mengambil beberapa loyang di sebuah laci.

"Red velvet pesanan Angkasa juga, Ma?" tanya Raya sembari mengelap loyang tadi dengan sebuah lap.

"Iya." Yuli mematikan mixer dan menuangkan adonan kue yang sudah jadi ke dalam loyang. "Buat dibawa ke rumah kerabatnya. Kalo yang blueberry buat Angkasa. Dia suka kue buatan mama katanya." Yuli melirik Raya langsung memasang tampang masam.

"Aku gak tanya itu, Ma."

Yuli tertawa. Dia lalu memasukkan adonan tadi ke dalam oven. "Oh, iya, Ra."

"Hm?"

"Kamu ... Hati-hati, ya?" Ekspresi Yuli mendadak berubah. Wanita itu mendudukkan tubuhnya di kursi yang berhadapan dengan Raya.

"Hati-hati kenapa, Ma?"

"Akhir-akhir ini perasaan Mama gak enak. Mimpi Mama akhir-akhir ini juga aneh." Yuli menarik napas, "semalam Mama mimpi melahirkan."

"Bukannya bagus? Kata orang kalo mimpi melahirkan, bakalan dapet rezeki," ucap Raya. Namun ucapannya tidak membuat ekspresi wajah Yuli kembali seperti semula. Perasaan Raya mendadak tidak enak, namun isi kepala mamanya benar-benar tidak bisa terbaca olehnya. Terlihat buram dan tidak jelas, tidak seperti biasanya.

"Mama mimpi melahirkan kamu."

Raya terdiam, membuat Yuli menatapnya khawatir.

"Ma, itu cuma mimpi." Raya mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Mungkin itu Rama, bukan aku."

"Mama takut, Ra."

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang