14. Kembar?

220 22 18
                                    

Bibir Yuli terangkat begitu melihat sebuah motor berhenti di depan pagar rumahnya yang terbuat dari kayu.

"Akhirnya," gumamnya sebelum bergegas menghampiri dua remaja yang menaiki motor itu.

"Ini .... Rumah lo?" tanya Angkasa sembari mengedarkan pandangannya. Rumah Raya yang bercat putih memang tidak terlihat menyeramkan, apalagi banyak tumbuh bunga dan pohon rindang. Namun tetap saja, auranya berbeda bagi seorang Angkasa Danial.

"Lo takut?" ujar Raya begitu melepas helm milik Angkasa yang dipakainya. Entah kenapa rasa sakit di perutnya sedikit berkurang, hanya saja dia tetap merasakan panas.

Angkasa mengerjap. "APA? GUE? TAKUT? HAHAHA. SORI, SEORANG ANGKASA DANIAL BUKANLAH ORANG YANG PENAKUT!" Lelaki itu bertolak pinggang dengan memasang ekspresi muka yang sok.

Melihat itu, Raya hanya menggelengkan kepala.

Padahal lo udah jelas banget takut. Isi otak lo itu mudah banget kebaca.

Angkasa langsung merebut helm miliknya dari tangan Raya.

"Udah, ah. Gue cabut. Mau nganter nyokap arisan di—"

"Eh, kamu udah pulang, Ra. Diantar sama Angkasa. Tumben banget." Tangan Yuli bergerak membuka pagar.

Angkasa yang semula hendak memakai helm pun mengurungkan niat dan segera menyalami Yuli.

"Hehe. Apa kabar, Tante. Saya pamit—"

"Lho, kok buru-buru? Mampir dulu, Sa. Bentar lagi hujan."

Angkasa mengernyit. 'Hujan? Perasaan langit lagi cerah deh.'

Lelaki itu melirik langit yang berwarna biru, merasa janggal dengan kalimat yang dilontarkan mamanya Raya.

"Masuk, Sa. Tante baru bikin puding," ujar Yuli.

"Eh ... I-iya, Tan." Tangan Angkasa yang hendak memutar kunci motor mendadak berhenti. Tubuh lelaki seakan membatu.

Bentar deh. Kok, nyokapnya dia bisa tahu nama gue?

Angkasa menelan ludahnya. Dia langsung menatap Yuli yang masih tersenyum padanya. Lalu tatapannya beralih pada Raya. Gadis itu kini menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia menatap mamanya sejenak dan pergi begitu saja menuju rumahnya.

Bulu kuduk Angkasa seketika meremang.

Jangan-jangan psikopat? Kalo gue masuk, mereka bakal bunuh gue terus organ tubuh gue dijadiin opor habis itu mata gue—

"Yuk, Sa," ajak Yuli. "Kapan lagi kamu bisa ke sini."

"Eh? Mm ... Anu, aku harus—"

Tes.

Angkasa mendongakkan kepala dan kedua matanya mengerjap saat mendapati langit yang sudah dihiasi awan kelabu. Bahkan tetesan air mulai berjatuhan. Baiklah, sekarang Angkasa tengah dilanda dilema. Jika dia masuk, dia akan dibunuh. Jika dia pulang, dia akan habis basah kuyup karena jarak menuju rumahnya tidaklah dekat.

"Udah gerimis. Taruh aja motor kamu di garasi, di sebelah motornya Raya."

Angkasa membuang napas.

Ya Allah, lindungilah hamba-Mu ini.

Angkasa memutar kunci dan langsung menghidupkan motornya. Dia memasukkan motor kesayangannya itu ke garasi, sesuai perintah Yuli.

"Lah, padahal dia ada motor. Kenapa naik angkot? Sialan. Gue merasa tertipu. Gue pasti kayak tukang ojek." Angkasa meletakkan helmnya dan segera menyusul langkah Yuli masuk ke dalam.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang