Angkasa menatap pintu kamar Raya yang masih tertutup rapat. Yuli sudah mengatakan semuanya pada Angkasa.
"Raya sama sekali belum keluar dari kamar. Semua jendela sama gorden juga dia tutup, enggak kayak biasanya. Tante jadi khawatir, Sa."
Angkasa menghela napasnya. Perlahan dia mengetuk pintu itu.
"Raya," panggilnya. Namun tidak ada respon dari dalam. Lelaki itu lalu menoleh pada Yuli. "Apa temen sekelasnya nggak pernah ada yang jenguk ke sini?"
Yuli tersenyum getir dan menggelengkan kepala. "Kayaknya tanpa Tante jelasin pun, kamu sudah tahu jawabannya. Satu-satunya orang luar yang pernah ke sini itu cuma kamu, Sa."
Ucapan Yuli membuat Angkasa tertegun. Separah itu? Dia lalu kembali mengetuk pintu kamar Raya. Kali ini lebih keras.
"Ra, lo baik-baik aja? Ini gue Angkasa. Lo marah sama gue? Ra, jawab."
Di dalam sana, Raya hanya menatap jendela kamarnya yang ditutupi oleh gorden. "Gue gak pengen ketemu siapa pun. Sebaiknya lo pergi," ucap Raya dengan tatapan kosong.
"Gue gak masalah kalo lo gak mau ketemu sama gue. Tapi lo harus mikirin keadaan Tante Yuli, Ra. Dia—"
"Gue bilang pergi!"
Angkasa sontak menjauh begitu sesuatu terdengar dilempar ke arah pintu. Suara benda pecah yang memekakkan telinga tadi kini hilang, dan suasana kembali senyap.
Angkasa menoleh pada Yuli. Dia menggelengkan kepalanya.
"Raya, Mama mohon. Kamu bikin Mama khawatir. Ini sudah tiga hari. Kamu bisa sakit." Yuli mengetuk-ngetuk pintu kamar Raya dengan air mata yang kembali berlinang.
"Raya enggak pengen ketemu siapa-siapa, Ma. Maaf."
"Raya." Suara Yuli kian bergetar. Angkasa yang melihat itu semakin tidak tega. Tidak mungkin dia pergi meninggalkan Yuli begitu saja.
"Raya! Gue tahu lo denger! Apa lo setega itu sama nyokap lo sendiri! Tante Yuli tiap hari siapin lo makanan, tapi lihat? Lo bahkan gak denger—"
"Diam!!"
"Ra—" Angkasa terdiam saat Yuli menyentuh pundaknya. Wanita itu menggeleng pelan seraya tersenyum kecut.
"Mungkin Raya memang tidak ingin diganggu. Tunggu sampai dia merasa baikan," ucapnya. Yuli kemudian mengambil nampan yang berada di dekat pintu dan pergi.
Angkasa kembali menatap pintu. Kakinya bergerak maju. "Gue tahu lo denger. Tapi lo gak boleh bersikap begini sama Tante Yuli. Dia gak bisa istirahat. Dia kecapekan, demi lo."
Hening. Raya sama sekali tidak berniat merespon ucapan Angkasa. Lelaki itu kembali membuang napas. "Lo marah sama gue? Apa gue bikin kesalahan?"
Lagi, Angkasa tidak mendengar jawaban dari Raya.
"Kalo lo gak mau keluar, gue bakalan dobrak pintunya," ancam Angkasa. Dia tahu sebenarnya Raya tidak akan takut dengan ancaman seperti itu. Gadis itu pasti akan tetap dengan pendiriannya.
"Raya—" Angkasa memijat pelipisnya. "Gue mungkin kemarin lihat semuanya. Jujur gue emang syok. Lo gak masalah kalo lo emang benci sama gue. Tapi gue mohon, lo jangan bersikap kayak gini sama Tante Yuli, Ra! Dia—"
Angkasa mengangkat wajahnya begitu pintu perlahan dibuka.
💫
Kedua mata Raya menyipit saat Angkasa membuka gorden kamarnya. Dia bahkan membuka jendela agar udara pengap di dalam kamar diganti oleh udara luar yang lebih segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔
Teen FictionSuatu hari, ibuku berkata kalau aku akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah jalan cerita hidupku. Sampai akhirnya takdir yang dia katakan benar-benar terjadi. Aku bertemu dengan orang itu. Namun, ada hal lain yang tidak dia ketahui, tidak j...