41. Jalan

184 27 10
                                    

Raya meremas jemarinya dan melirik sebuah jam yang terpajang di salah satu dinding. Gadis itu berkali-kali membuang napas, entah kenapa dia merasa ... Gugup?

Yuli memperhatikan gelagat putrinya dari tangga. Tidak biasanya Raya terlihat begitu rapi saat libur.

"Raya?" Panggilan Yuli membuat kedua bahu Raya tersentak pelan. "Kok kaget? Kamu mau ke mana? Tumben."

Raya diam. Gadis itu hanya menatap Yuli, tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Namun sebelum Yuli kembali angkat bicara, sebuah motor terdengar berhenti di depan rumah. Menyadari itu, Raya segera beranjak dan buru-buru menyalami tangan mamanya.

"A-aku pergi dulu, Ma." Raya segera berlari kecil menuju pintu. Kedua alis Yuli bertaut. Tingkah Raya sedikit berbeda dari biasanya. Yuli pun berjalan menuju pintu dan melihat Raya menaiki motor seseorang. Beberapa detik kemudian, Yuli tersenyum.

"Gue pikir lo bakalan nolak," ucap Angkasa tidak lama setelah motornya melaju. Dia melirik Raya lewat kaca spion.

"Bosen."

Kedua mata Angkasa mengerjap. "Oh, lo bosen nolak gue terus? Pantesan aja sekarang nurut." Angkasa tertawa.

Kening Raya berkerut. "Bosen di rumah."

Angkasa langsung menghentikan tawanya dengan bibir yang mencebik. "Ah, gak seru lo."

Raya menghela napasnya dan membuang muka ke arah lain. Bibirnya perlahan tersenyum.

"Lo mau pergi ke mana?" tanya Angkasa. Motornya berhenti tepat ketika lampu lalu lintas berwarna merah.

"Terserah."

Jawaban Raya membuat kedua alis Angkasa bertaut. Namun lelaki itu langsung menyeringai.

"Beneran terserah, nih? Kalo gue ngajak lo ke KUA gimana?" Angkasa langsung tertawa, apalagi saat melihat ekspresi Raya lewat spion. Gadis itu tampak terkejut. Orang-orang yang berada di sekitar sontak menatap ke arah mereka berdua.

Merasa tidak nyaman, Raya langsung mencubit pinggang Angkasa hingga lelaki itu mengerang.

"Sakit, woi!" protesnya.

"Lampunya udah ijo."

Kedua mata Angkasa mengerjap. Dia baru menyadari saat beberapa pengendara di belakangnya membunyikan klakson. Akhirnya dia kembali melajukan motornya.

"Ternyata gombalin manusia kayak lo tuh susah, ya? Awww!!" Angkasa kembali berteriak begitu Raya mencubit pinggangnya lagi. "Abis nih pinggang gue. Bagus ya, sekarang maennya nyubit. Biasanya lo lemparin gue pake pasukan kerikil."

"Terserah."

"Eh buset. Ngomong yang agak panjang kek. Gue berasa bonceng patung nih."

"Mana ada patung bisa ngomong." Raya mendengus sebal dan membuang muka.

"Tapi ya, kalo patungnya cantik kayak lo sih gak apa-apa." Angkasa kembali tertawa. Namun lelaki itu langsung berteriak, kali ini lebih kencang.

💫

Kedua mata Raya menatap sebuah cuton candy yang disodorkan padanya. Permen kapas besar berwarna pink itu hampir menyamai ukuran kepalanya.

"Lo gak mau?" ucap Angkasa begitu Raya tidak juga merespon. "Kalo lo gak mau, gue kasih aja buat anak—" dia tersenyum saat Raya mengambil permen kapas itu.

"Makasih," ucap Raya pelan. Dia menggigit permen kapas pemberian Angkasa.

Angkasa duduk di sebelahnya dan memperhatikan beberapa anak kecil yang sedang bermain tepat beberapa meter di depan mereka.

Raya : The Girl Who Hides a Thousand Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang