Pt.8

482 64 0
                                    

🌦 Curious

Sesuatu seperti sebuah mimpi. Awalnya memang memiliki mimpi sepanjang lintasan pesawat udara, namun sayang tiba-tiba lintasan yang awalnya begitu panjang, perlahan menyusut dan menghilang, membuat mimpinya ikut lenyap. Untuk memiliki mimpi? Jawabannya adalah tidak. Min Yoongi—Jeon Yoongi, sialan, memberikan kenyataan pada namanya saja sulit, bagaimana bisa ia memiliki mimpi.

"Yoongi? Kau disini?"

Terdengar seruan mengejutkan melewati gendang telinga Yoongi, membuatnya berusaha menanggah diantara lemasnya alkohol yang sudah tiga setengah gelas ia teguk kasar. Yoongi berdehem singkat, melirik malas pada si empu yang sedang melihatnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Ada apa? Kau tidak sehat, Yoon."

Pemuda itu meraih paksa gelas yang hampir saja meluncurkan airnya menuju kerongkongan Yoongi. Sedangkan si pemilik hanya melirik sinis, lalu berdecak malas. Lantas bersuara bersama rendah dan seraknya. "Jangan ganggu aku, hyung!"

"Aku? Mengganggumu? Payah! Bahkan aku sangat malas untuk melihatmu, Yoon. Pulanglah!" Usir pemuda jangkung yang saat ini tengah menghisap penuh sigaret yang berada di capitan kedua jarinya. Mengepulkan asap kabut dari bibirnya yang mengerucut, membuat sebelahnya berdecak kesal.

Menganggukkan kepalanya menikmati dentuman musik yang menyenangkan di dalam bar. Mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja, mengikuti irama melodi yang mengalun seperti mengajaknya untuk berdansa dibawah sorot lampu temaram disana. Banyak gadis yang menggugah selera sedang menari, namun rasanya Seok Jin tidak cukup tergiur akan itu, ia lebih memilih menemani pemuda yang hampir sekarat—sepertinya.

"Bahkan seharusnya aku yang merasakan penuh kasih sayang ibu, bukan Jungkook." Gumam Yoongi menunduk, memainkan enggan bibir gelas yang berada di hadapannya. "Bagaimana bisa aku di perlakukan tidak adil seperti ini, Jin hyung!"

Sekali lagi, Seok Jin bisa merasakan getaran serak dari seorang pemuda yang bahkan ia pikir sangat baik-baik saja. Tundukkannya yang merendah, membuat Seok Jin melirik iba pada sebelahnya. Tetap mengepulkan asapnya, Seok Jin terus memperhatikan Yoongi sampai pemuda tersebut kembali bersuara. "Jungkook pikir aku—"

"Tidak perlu memikirkan apa yang dipikirkan Jungkook terhadapmu, Yoon, dia akan tahu saatnya."

Seok Jin menepuk semangat pada topangan pundak Yoongi yang menurun malas. Merintih kekuatan walau sebatas sederhana, Seok Jin tetaplah seorang teman yang lebih memilih kebahagiaan orang lain, Yoongi misalnya.

Terkadang menghindar sebatas pandangan sebelah mata hanya karena takut pada sebuah masalah menyebalkan. Tapi kenyataannya menghindar untuk melindungi, itu bisa menjadi alasan kuat bagaimana seharusnya sebuah masalah terpecahkan.

Yoongi akan memilih menghindar untuk sementara waktu, setidaknya cara yang ia putuskan membuat Jungkook berhenti menyudutkannya. Hanya membiarkan Jungkook mengetahui semuanya, mengetahui dari sudut pandang kedua matanya dan siput telinganya yang akan berbisik sebuah kebenaran.

Jamais Vu

"Luna!"

Presensi itu bergetar hebat, digulung terkejut ketika suara Dami yang berteriak dan menyentuh kasar salah satu lengannya. Lantas kedua pandangannya yang menggelap, dipaksa terbuka. Menelisik sempurna pada sekitarnya, mendapati Dami yang tengah menatapnya sekaligus menemukan seluruh teman sekelasnya yang tengah menyibukkan diri pada buku mereka.

Luna memaksa dirinya untuk mencari sumber luka pada pergelangan kakinya yang begitu sempurna di balut sepatu sneakers. Menyisipkan jemarinya untuk berusaha menyentuh kulit kakinya yang bahkan tidak basah oleh merah darah atau apapun.

Luna meringis untuk mengetahui bahwa semakin waktu bergulir, semakin pula narkolepsi itu merenggut imajinasi liarnya. Tunggu sebentar, imajinasi? Apa ia baru saja mengingat imajinasinya sendiri?

Luna menggeram marah pada dirinya, hingga berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah menahan tangis yang sedang mendesaknya untuk mengeluarkan itu dengan mudah. Merasakan sentuhan lembut pada pundaknya, namun bodoh saja ia menepis cepat dengan sembarangan, membuat pemilik lengan menatap heran.

"Maaf Dami, aku tidak bermaksud. Aku hanya terkejut, maaf." Desis Luna. Berusaha menahan pikiran buruk Dami terhadap perlakuannya yang bahkan sangat kasar.

Sedangkan Dami, ia hanya tersenyum seraya mengangguk. "Aku mengerti, Luna. Tenangkan dirimu untuk saat ini."

Luna mengangguk, mengigit bibir bawahnya begitu ragu. Sulit dimengerti pada gelutan ingatan yang rusak di dalam kepalanya. Sulit dimengerti bagaimana seharusnya ia hidup seperti biasa saja, hanya seperti biasa. Bagai mencari emas yang terjatuh di jalanan, sangat menyusahkan.

Hingga memutuskan seorang Kim Namjoon yang terduduk ramah tamah di pojok, menekan ujung penanya, memberi tanda tanya pada kata yang baru saja terselesaikan, walau tidak begitu sempurna. Mengangkat wajahnya, melirik utuh gadis di seberang sana yang merunduk menyedihkan. Namjoon, bukan sembarang memperhatikan, ia hanya sekedar penasaran.

Narkolepsi?

Jamais Vu

Jamais Vu || Jeon Jungkook Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang