Pt.31

356 50 17
                                    

🌦Lie

Dia kembali lagi setelah cukup lama menghilang tanpa permisi.

Luna menarik nafasnya sesak, udara malam yang seharusnya dingin, tiba-tiba menjadi panas hanya karena mimpi buruk itu kembali hadir. Entahlah apakah itu sebuah pertanda seperti sebelumnya, atau hanya bunga tidur dikarenakan Luna sangat memikirkan tentang Hoseok. Apalagi Luna baru menyadari bila ia ternyata sedang tertidur bersandar pada pintu kamarnya sedari tadi tanpa melepas pakaian seragam sekolahnya.

Perasaanya menjadi berantakan. Ia semakin memikirkan keberadaan Jungkook. Haruskah kedua kakinya sendiri yang mencari presensi itu? Bagaimana jika ia terlambat menemukan Jungkook, bagaimana jika Hoseok lebih dulu menemukannya. Tapi, tunggu sebentar, Luna mengingat kalimat terakhir yang digumamkan oleh Hoseok di dalam mimpi itu.

Selanjutnya adalah dirinya sendiri.

Jadi maksudnya adalah, "Hoseok akan membunuhku?" Luna tertegun mendengar penuturannya. Ia mampu merasakan jantungnya yang berdegup lebih cepat. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. Ia tidak bisa seperti ini, ia harus menemukan jawaban dari permainan gila yang ia alami.

Luna mencoba merogoh ponselnya yang berada di dalam ranselnya. Namun, ia merasakan perih sekaligus panas yang berasal dari kulit lengannya. Lantas di liriknya yang menyebabkan perih itu dan benar saja lengannya terluka parah. Luka yang sama dengan apa yang ia alami di dalam mimpinya tadi. Sial.

"Sebenarnya apa yang terjadi padaku?"

Jamais Vu

Tidak ada kuning yang menyeru seperti hari sebelumnya. Mungkin pagi ini abu-abu lebih mendominasi, sehingga para perintih keringat mulai ragu untuk melangkah, alih-alih gerimis akan mengenai jas pekerjaan mereka. Well, Luna lebih peduli pada apa yang akan selanjutnya ia hadapi, mungkin seonggok wanita keras kepala yang menyebalkan sedang menghirup aroma semerbak kopi hangat sembari memandang penuh pada samar-samar langit yang sedang menentukan gumpalan hitam.

Ah, terserah, Luna hanya memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja dan tidak sedang tahu menahu aksi membolos nya kemarin. Siapa tahu Hoseok berubah menjadi ibu-ibu tua yang senang menggosip, kan?

Luna perlahan menarik tuas kedua kakinya menuruni anak tangga. Ia berdehem singkat, "Bu, aku akan berangkat sekolah." Katanya, mengigit bibir bawahnya karena sedari tadi wanita itu enggan berbalik untuk sekedar melihatnya. Hingga Luna memutuskan untuk meninggalkan wanita itu sendirian, mungkin hatinya sedang kacau, siapa yang tahu.

"Sepertinya kau sudah tidak berguna lagi, Luna."

Entah apa yang salah dari dirinya, sehingga wanita itu dengan teramat senang hati melontarkan susunan kalimat yang cukup menghancurkan batin Luna. Bahkan mampu membuat Luna mengenggam penuh amarah pada gagang pintu yang hampir terbuka.

Luna menunduk, "Aku pergi." Bisiknya membuat ia begitu cepat melangkah bagai tidak memperdulikan kalimat selanjutnya yang akan digumamkan wanita itu.

Hanya setidaknya ia tidak begitu khawatir akan keadaan ibunya. Ia bisa menganggap bahwa wanita itu baik-baik saja, tidak ada yang terluka. Mengharapkan seorang dewi fortuna akan selalu mengiring bersama setiap langkahnya. Walau bagaimana pun wanita itu tetaplah seorang ibu yang berusaha membesarkan Luna hingga seperti sekarang. Luna khawatir akan mimpi yang bisa saja menjadi kenyataan pada langkah ketiga nya.

Jamais Vu

Satu helaan nafas bagai tertahan bersama keyakinan, jelas-jelas Luna harus bisa menyelesaikan semuanya. Jika satu tarikan pada pintu loker itu membawa kesialan padanya, mungkin ia akan segera menerima itu dan berusaha untuk memperbaiki. Jika sebaliknya, ia akan senang hati untuk sekali lagi tersenyum lega. Atau sebenarnya tidak ada apapun?

Jamais Vu || Jeon Jungkook Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang