Mau ngasih tahu, bentar lagi jamais vu tamat, yeay. Part ini berisikan 1300 kata lebih. Jika keberatan, silahkan tidak membacanya. Aku gak mau maksa. Jika berniat, silahkan, aku sangat berterima kasih buat kalian. Oh ya, puter lagu yang sedih ya. Hiks, soalnya sedih. Gatau juga sih sedih apa kagak. Ya udahlah ya.
——————————————————
🌦Black Swan
"Kau berjanji padaku untuk tidak menyetubuhi ku lagi, kan? Jika aku mau menerima tawaranmu untuk menjadi anak angkatmu."
Kepalang kesal, Luna sampai berteriak pada pria paruh baya yang seharusnya itu diam di rumah, menikmati hidup, dan berpikir tentang dosa. Entah apa yang ada di dalam kepala pria tua itu, Luna sangat jengah. Luna masih muda, ia bahkan masih membutuhkan uang sekolah, bukan malah asik tubuhnya dijadikan tempat berdansa bajingan.
"Kau tahu sendiri, istri ku terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bagaimana aku menyalurkan hasratku, jika bukan kepadamu, Luna." Ujar pria itu, memandang Luna sendu bagai ia harus di kasihani. Menjijikan.
Luna menggelengkan kepalanya. Ia sudah tidak peduli akan rayuan orang tidak waras itu. Mungkin ia juga akan pergi dari rumah ini dan hidup sendirian. Bukankah itu lebih baik, daripada ia harus menjadi budak untuk pria yang haus akan nafsu.
Pria itu mendekati Luna, bahkan ia menyentuh tangan Luna. "Ayolah, ku mohon, sekali saja." Katanya memohon. Luna menepis, ia bahkan tidak segan-segan mendorong pria tua itu untuk kembali terduduk di atas tempat tidur miliknya.
"Aku bukan wanita murahan, tolong."
Luna lekas menjauh, ia berniat untuk pergi dari kamar pria tua itu. Namun, belum sempat Luna menyentuh gagang pintu. Tiba-tiba pinggangnya ditarik paksa, Luna memberontak. Namun, memang saja kekuatannya begitu lemah, ia tidak mampu melepaskan lingkaran pergelangan tangan itu pada pinggangnya.
Luna kesal, ia bertahun-tahun menahan amarah ini dan selalu ingin terlepas dari belenggu ketidak adilan dunia yang menimpanya. Luna hanya ingin terbebas, ia hanya ingin hidup sebagaimana mestinya. Luna marah. Hingga ia berusaha untuk mendorong pria tua itu, tubuhnya tepat mengenai sebuah nakas yang tidak terlalu besar. Luna berhasil, ia senang.
Namun, pria tua itu masih kuat, ia bahkan kembali mendekati Luna, membuat Luna kalang kabut dan kehilangan akal sehatnya. Luna meraih pot bunga yang terbuat dari keramik di atas nakas. Luna melemparkannya tepat mengenai kepala pria tua itu, Luna terkejut.
Darah mulai bercucuran, membasahi lantai, hingga kedua kakinya. Luna menangkup kan bibirnya, ia tidak tahu apa yang sudah ia lakukan saat ini. Benarkah, pria tua itu mati? Dihadapannya? Luna merasakan bahwa apa yang sedang ia lihat saat ini adalah sebuah keajaiban. Luna merasakan euphoria menggelitik dari dirinya yang asing, ia senang melakukannya. Bahkan, Luna perlahan tertawa, semakin tertawa, dan begitu kencang.
Jamais Vu
Terkadang ada yang mampu menahan segala gejolak amarah ada pula yang memuntahkannya secara terang-terangan. Semuanya akan menjadi sulit jika dihadapkan pada dua pilihan, berani menunjukkan emosi yang sebenarnya namun dijauhi oleh khalayak, atau menyembunyikan segala emosi hanya agar diterima oleh khalayak. Ketika tersenyum, semuanya memuji, ketika berteriak marah, semuanya menghina. Katakan saja, Luna tidak bisa memilih pilihan tersebut.
Darah, pisau, mobil, sekaligus sosok pria berbaju kemeja putih dan pria yang tergeletak di dekat nakas dengan kepalanya yang bercucuran darah segar. Semuanya terlihat sangat jelas dalam ingatan Luna saat ini. Ini bukan mimpi penyakitnya, namun ini memang ingatan Luna—tidak, tapi Lily.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamais Vu || Jeon Jungkook Fanfiction ✔
Fanfiction(END) Sempoyong hembusan angin sejuk, dimana sahutan perkenalan akan sebuah nama terlontar, menjadi pemicu pertama sebuah rasa yang tiba-tiba muncul di dalam benak kecilnya. Sederhana, "Aku mulai menyukainya." Lalu kemudian, perasaan itu semakin mem...