🌦Louder Than Bombs
Sembari melangkah menyusuri koridor menuju kelasnya, yang dimana Jungkook menyuruhnya untuk kembali ke kelas daripada menjawab pertanyaannya. Walaupun memang Luna tidak tahu akan jawaban yang pasti dari pertanyaan yang diberikan Jungkook kepadanya. Hanya saja itu membuat Luna terlalu sering berpikir keras akan siapa Lily yang dimaksud Jungkook.
"Luna."
Kedua kakinya berhenti bergerak ketika seruan itu menghalangi pintu masuk kelas. Luna cepat mengadah untuk melihat sang pemilik dan dugaannya benar, itu Dami. Tiba-tiba saja lengannya ditarik paksa untuk sedikit bersembunyi dari khalayak di dalam kelasnya. Bahkan di sana Namjoon seperti seorang mata-mata FBI.
"Tolong dengarkan aku baik-baik, Luna." Ucap Dami dengan berbisik membuat Luna menautkan sebelah alisnya bingung. Dami semakin mendekat agar suaranya mampu didengar oleh Luna. "Entah kau akan percaya padaku atau tidak, tapi yang pasti dan sangat aku yakini bahwa sebenarnya Hoseok pembunuh guru Kang."
Bohong bila Luna tidak terkejut. Rasanya jantungnya berdegup dua kali lipat lebih cepat. Luna masih bungkam dan lebih memilih memperhatikan Dami yang bagai tukang gosip.
"Aku tidak sengaja menemuinya di koridor loker dan aku juga tidak sengaja melihat benda di dalam loker itu. Pisau, di dalam loker Hoseok ada pisau, Luna." Ucap Dami dengan pandangannya bagai memang serius. Dami juga terlihat lebih terkejut daripada dirinya saat ini.
Jika memang apa yang diucapkan Dami itu sungguhan, maka tadi pagi perasaan Luna tentang loker Hoseok itu memang benar. Lalu, apa yang membawa Dami begitu gencar memberi tahu Luna seperti Luna harus lebih dulu tahu sebelum yang lainnya. Mengapa seakan Dami begitu mengkhawatirkan Luna? Apa semua ini benar? Apa semua tingkah Dami kepadanya itu benar?
"Aku hanya takut jika dia melukaimu Luna." Ucap Dami sekali lagi membuat Luna terdiam membeku.
Bukan tentang ucapan Dami, namun Luna merasa tertegun akan pandangan yang Dami tunjukkan kepadanya. Bagaimana tatapan itu membuat Luna merasa sangat hangat. Namun, pertanyaan tiba-tiba di dalam kepalanya membuat Luna beralih pandangan.
"Apa yang kau maksud pembunuh guru Kang?" Tanya Luna, menjelajah kalimat berikutnya yang akan dilontarkan Dami.
"Salah satu siswa disini adalah pembunuh guru Kang, Luna."
Bagai tertembak dengan hebat, jantung Luna layaknya menembus keluar karena terlalu terkejut akan fakta yang di beberkan Dami kepadanya. Nafasnya bahkan sesak, kedua kaki itu juga gemetar, karena kini satu hal yang melewati relung pikirannya adalah sebuah ketakutan.
Luna takut.
Jamais Vu
Kalau katanya berbohong itu ada berbagai jenis, dan salah satunya adalah berbohong demi kebaikan. Satu-satunya kebodohan yang tersisa adalah menganggap bahwa katanya itu adalah benar. Hoseok saja baru menyadari jika sebenarnya kebohongan yang ia lakukan tetaplah kebohongan, jahat. Walau sebenarnya tujuan ia berbohong hanya untuk melindungi seseorang, namun sekali lagi Hoseok akan mengatakan pada dirinya sendiri, ia bodoh.
Sedari tadi pegangan pada pintu masuk rumahnya masih di jamah oleh genggaman tangannya. Ia terlalu sibuk bergelut dengan berbagai jenis topik di dalam kepalanya saat ini. "Seharusnya memang aku membunuhnya, bu." Gumam Hoseok, menarik tuas itu dan memasuki tubuhnya ke dalam singgasana miliknya.
Satu langkah, semuanya baik, hingga langkah ketiganya ia dibuat menunduk sejenak. Gumpalan cairan yang mengenai ujung sepatunya yang putih, dimana kini alas dibawahnya berubah menjadi merah pekat. Darah. Hoseok melihat satu aliran darah yang layaknya deras sungai, kini mengenai kedua kakinya. Bergegas sudah melangkah mengikuti arus itu untuk menemui sebabnya.
Hanya satu alasan sederhana mengapa tubuh miliknya membeku, itu karena seorang wanita paruh baya yang tengah terduduk di sebuah kursi dengan cangkir kopi yang tersisa seperempat, sekaligus leher itu terputus setengah, mengakibatkan bagaimana darah itu bagai air terjun yang mengalir dengan indah.
Sayangnya, kaki itu bergerak lunglai, berat tubuhnya dan rasa terkejutnya yang sangat mendalam membuat Hoseok tidak mampu berucap sebatas berteriak saja. Ia hanya lupa menghembuskan nafas itu juga perlu, Hoseok terjatuh. Bibirnya bergerak gemetar. "Ibu, dia membunuhmu?" Hoseok sudah tidak kuat untuk sekedar mengedipkan kedua matanya.
Semua pakaian yang kini sedang ia gunakan, berubah di beberapa bagian menjadi merah yang menjijikan. Bagaikan tenggelam dalam sungai, hanya saja ini sungai darah milik ibunya. Hoseok menitik beratkan pandangannya pada salah satu benda yang berada di tangan ibunya. Beliau layaknya mengenggam benda itu. Tepat sekali, pisau itu adalah pisau yang sama dengan yang ada di dalam kecelakaan guru Kang.
Hoseok kesal, ia teramat sangat marah. Bahkan ia lebih memilih berdoa pada Tuhan untuk memberikan beberapa iblis ke dalam dirinya saat ini. Hoseok menarik tubuhnya untuk berdiri, bergerak melangkah gegabah dan meraih pisau itu dari kepalan tangan ibunya.
"Beristirahat lah dengan tenang, bu. Aku akan menepati janjiku."
Tenang? Bahkan rasanya hati di dalam sana sudah benar-benar hancur antah berantah. Di hadapannya bukan orang lain, melainkan ibu kandungnya sendiri. Bagaimana bisa ia tetap tenang melihat kematian wanita tua itu yang sangat keterlaluan, haruskah Hoseok bersikap biasa saja? Jauh di dalam sana Hoseok menangis, namun sial, Tuhan mengabulkan permohonannya dan membuat hati itu beku, diselemuti berbagai jenis iblis yang entah akan mengemudikan Hoseok seperti apa. Bagi Hoseok, Jung Hoseok sudah pergi, mengikuti jejak ibunya yang juga pergi.
Jamais Vu
Sentuhan kasar pada bagaimana Luna membuka loker itu, hingga membuat beberapa isinya juga terjatuh, menyebabkan pasang mata yang melewatinya memandangnya aneh. Tidak peduli juga, Luna hanya peduli pada loker Hoseok yang saat ini sedang ia jelajahi. Ia juga terkejut karena ternyata loker Hoseok tidak terkunci atau sebenarnya pemuda itu lupa, setidaknya ini membuatnya mudah untuk mencari kebenaran yang sudah sejak lama ingin Luna ketahui.
Bahkan ia membuang setumpukkan buku-buku itu ke bawah, tersisa hanyalah hoodie hitam yang kotor. Luna juga menariknya dan melemparkannya ke bawah, namun belum itu sampai ke lantai, sesuatu yang asing terjatuh lebih dulu. Benda itu, benda yang selama ini ia cari.
Luna memungutnya dan meneliti itu secara seksama, bersama-sama mengumpulkan ingatan tentang benda ini yang terus mengganggu tidurnya setiap hari. "Aku tahu Hoseok, kau yang membunuh—"
Sial, Luna malah menemukan hal yang lebih mengejutkan dari apapun. Ukiran yang berada pada gagang pisau silver itu, membuat Luna mengatupkan bibirnya dan suaranya. Ia lebih memilih mendengarkan detak jantungnya yang bertempo cepat seperti berlari. Bukan pisaunya yang membuatnya terkejut, namun pemilik pisau itu yang membuatnya sangat terkejut.
"Lily?"
Jamais Vu
Udah di kasih tahu di video trailer. Udah di kasih tahu juga di beberapa part. Yang tebakannya bener, selamat anda memenangkan suami saya, Jimin 🌚🌚🌚
Ada work baru aku gais, ada Smeraldo sama Zero O'Clock. Gak ada niatan mau nyobain gth? 🌚
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamais Vu || Jeon Jungkook Fanfiction ✔
Fanfiction(END) Sempoyong hembusan angin sejuk, dimana sahutan perkenalan akan sebuah nama terlontar, menjadi pemicu pertama sebuah rasa yang tiba-tiba muncul di dalam benak kecilnya. Sederhana, "Aku mulai menyukainya." Lalu kemudian, perasaan itu semakin mem...