🌦I Need Somebody
Seharusnya ia pulang, menemui gadis itu dan memeluknya erat. Menenangkannya dengan hangat, sialnya ia tidak bisa melakukan itu. Jungkook hanya takut, jika ia kembali maka masalah yang seharusnya menimpa dirinya, akan berbalik menimpa Luna. Sudah cukup Jungkook membuat Luna terluka, untuk kemudian, itu tidak bisa.
Terduduk di sebuah balkon bangunan kosong, menatap ragu pada layar ponsel yang sedang menjadi objeknya semenjak dua jam lalu. Hanya karena sebuah media sosial yang berisik, bercemooh dengan status dan komentar tidak warasnya, Jungkook sekarang tahu apa rahasia sebenarnya dari Luna yang saat itu diragukan untuk berucap. Tapi mengapa kini semua orang menyakitinya dengan bebas? Siapa yang berani menyebarkan hal tersebut? Luna pasti sangat menderita.
"Kau tidak mungkin membiarkan gadis itu terluka lagi, kan? Maka kembali lah." Gumaman rendah dari pemilik suara yang seharusnya membenci dirinya, namun ia malah berusaha melindungi Jungkook. Memang dasar pemuda yang aneh.
"Sudah sebulan, ku pikir polisi juga sudah melupakan masalah itu. Aku juga tidak menyalahkanmu, walau sebenarnya aku sangat marah, tapi.. Sudahlah, semuanya sudah selesai."
Yoongi meletakkan sebuah botol minuman disamping Jungkook. Juga ia ikut bersandar bersama pemuda itu yang terus memandang layar ponselnya tanpa berkedip.
"Aku takut menyakitinya lagi, mungkin aku harus menjauh sementara waktu."
"Bodoh! Kau cerdas, Jungkook. Tapi hatimu tidak. Jika begitu, kau kalah dengan dirimu sendiri." Ucap Yoongi sembari memukul pundak itu dan menyentil pelipis Jungkook, membuatnya mengaduh dan meringis.
"Lalu aku harus apa? Bagaimana jika keberadaanku malah membuatnya semakin terluka?"
Yoongi menarik dirinya untuk berdiri. Memusatkan seluruh pandangannya pada senja yang hampir tenggelam pada ufuk barat disana dengan indah.
"Dia sudah terluka cukup banyak walau tanpamu. Kau mengerti kan maksudku? Dia terluka bukan karenamu, Jeon. Bahkan ku rasa saat ini dia sedang membutuhkanmu." Yoongi tersenyum, "Kau tidak mau kan jika Luna tiba-tiba menjadi milikku?"
Jungkook terkekeh sarkastik mendengar penuturan Yoongi yang terkesan bodoh. Ia melirik pemuda yang kini sibuk membiarkan rambutnya yang setengah berantakan terhuyung oleh angin yang sembarangan.
Lantas, Jungkook melepaskan plester yang menjadi hiasan di wajahnya semenjak ia memiliki goresan pisau di hari itu. Jungkook juga ikut tersenyum miring, menatap tokoh yang bergumam tidak jelas disana dengan tatapan setengah membunuh. Suaranya diiringi kekehan.
"Langkahi mayat ku dulu, Min Yoongi."
Jamais Vu
Entah berapa banyak kekuatan yang sudah ia kerahkan selama ia hidup disini. Berbagai penderitaan rasanya tidak kunjung hilang dari permukaannya. Padahal jika diingat-ingat sudah terlalu sering Luna menangis dan memohon pada pemilik alam untuk selesaikan saja deritanya. Hu, ternyata tidak mudah.
Gadis itu merunduk menyedihkan di dalam toilet. Menekuk lutut dengan suara tangis yang semakin terdengar pilu. Sebenarnya hanya satu alasan Luna bertahan disini, karena Luna yakin bahwa kemudian pemuda yang menghilang itu akan hadir dihadapannya, entah kapan, Luna senang menunggu.
"Luna? Kau Luna? Ada apa? Kau menangis? Kau baik-baik saja?"
Rentetan kalimat yang keluar dari suara gadis yang tidak asing di dengar, membuat Luna perlahan menahan nafasnya. Luna tahu itu Dami, tapi mengapa ia bertanya seolah-olah ia khawatir. Haruskah Luna percaya?
"Luna, tolong jawab pertanyaanku. Apa kau baik-baik saja?"
"Ah, ya, aku baik-baik saja." Jawab Luna yang tengah berusaha menahan tangisnya agar tidak terdengar begitu jelas.
"Sebenarnya aku mencarimu, Luna." Dami kembali berbicara, namun sepertinya gadis itu mendekat ke arah pintu toilet yang tertutup rapat. "Aku.. Ingin meminta maaf atas kesalahanku. Aku merasa bahwa aku sangat keterlaluan. Aku mendengar berita tentangmu, aku tidak tahu jika ternyata kau sangat menderita. Maafkan aku, Luna."
Entahlah, haruskah Luna keluar kesana dan mengatakan bahwa ia memaafkan gadis itu. Rasanya ini terlalu mendadak, bahkan diluar dugaannya. Walau sebenarnya Luna juga merindukan persahabatannya dengan Dami, tetapi ketakutan itu bagai menghalangi langkahnya. Luna sangat takut mengambil keputusan.
"Kau mungkin ragu dengan kata-kataku ini, tapi sesungguhnya aku sangat menyesal telah memperlakukanmu dengan buruk."
Luna masih membungkamkan bibirnya, ada perasaan yang mendorongnya untuk terus mendengarkan penuturan Dami di luar sana. Luna hanya takut pada langkah selanjutnya, bahkan jika ia boleh memilih pada Tuhan untuk tetap melangkah atau menghilang, Luna akan memilih opsi yang kedua. Karena baginya, semuanya sudah berantakan.
Harga dirinya hancur, Jungkook menghilang, lalu tiba-tiba Dami menuturkan kalimat seolah-olah gadis itu benar-benar sedang melihat Luna sebagai korban yang menyedihkan. Katakan saja Luna berburuk sangka, namun apakah ada orang yang sudah keterlaluan memperlakukan dirinya lalu meminta maaf secara percuma? Luna sedikit tidak yakin jika kemudian Dami meminta bayaran yang tidak gratis. Percayalah, Luna merasa semua orang bermuka dua.
"Aku tidak akan memaksa Jungkook untuk menyukaiku. Mungkin dia lebih baik bersamamu, Luna. Aku akan mencoba melepaskan Jungkook, agar aku bisa berteman denganmu lagi."
Kedua kaki gadis itu perlahan menjauh. "Aku tahu rasanya tidak mudah untuk memaafkanku, Luna. Aku akan membiarkanmu dulu, jika kau membutuhkanku kau bisa menemuiku. Ku harap kau mau berteman denganku lagi."
Langkahnya menyusut, menjauhi pintu yang sedari tadi menjadi pembatas antara Luna dan juga Dami. Satu pikiran yang terlintas hanya bagaimana seharusnya ego dan keinginannya bisa sejalan. Luna sangat ingin berteman kembali dengan Dami, karena harapan Luna satu-satunya adalah seorang Dami.
Luna juga tidak mau munafik jika sebenarnya Luna membutuhkan sebuah perlindungan akan malapetaka yang mengitarinya saat ini. Setidaknya Dami akan menemaninya untuk melewati ini semua, kan? Luna benar-benar membutuhkan seseorang untuk ia genggam. Namun, sialnya ragu itu tetap menahan Luna agar selalu berhati-hati pada hal yang tidak terduga. Apa yang harus Luna lakukan? Siapa yang harus Luna ikuti, pikirannya yang menahan atau keinginannya yang mendorongnya?
Jamais Vu
*bayangin ajah lukanya Jungkook kek begitu. Stylenya juga jadi berubah kek gth. Ganteng ya anjuuuu, nangis gue mah😭*
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamais Vu || Jeon Jungkook Fanfiction ✔
Fanfic(END) Sempoyong hembusan angin sejuk, dimana sahutan perkenalan akan sebuah nama terlontar, menjadi pemicu pertama sebuah rasa yang tiba-tiba muncul di dalam benak kecilnya. Sederhana, "Aku mulai menyukainya." Lalu kemudian, perasaan itu semakin mem...