Pt.6

504 80 2
                                    

🌦Om Hulp

Iya begitu, selalu tersenyum apapun yang terjadi. Ketika pertanyaan seperti 'kau baik-baik saja?' atau semacamnya, jawaban yang selalu terlontar adalah 'tentu, aku baik-baik saja!' seperti sebenarnya itu hanya sampul layaknya buku, padahal di dalam bukunya tertulis begitu tebal 'aku sangat tidak baik!'

Gemercik air yang cukup dingin menguasai langit secara tiba-tiba. Untungnya tidak begitu deras, hanya tetesan, namun bergerumul. Meski begitu tetap saja tidak hangat. Seharusnya Hoseok tidak membiarkan Luna meninggalkan rumah tanpa sebuah mantel, walaupun sebenarnya Hoseok berniat untuk tidak membiarkan ibunya terbangun dengan cepat dan memarahi Luna begitu saja. Hoseok hanya tidak mau jika Luna menjadi bahan pelampiasan wanita itu.

Hingga kedua kakinya dengan menyongsong malas, menggiring Luna untuk berjalan menyusuri sebuah trotoar untuk menuju sekolahnya. Menaiki bis? Rasanya terlalu pagi untuk sekedar sampai di sekolah lebih awal.

Memeluk dirinya sendiri hanya untuk merasakan hangat sekejap saja. Kepul asap yang keluar dari nafasnya begitu mengisyaratkan bahwa memang Luna sangat kedinginan. Ia membutuhkan sesuatu seperti mantel atau syal atau sapu tangan atau apapun.

Luna memutuskan melangkahkan kakinya lebih cepat. Berharap kelas lebih hangat dari harapannya. Tidak sengaja menyenggol beberapa pundak dari presensi yang melewatinya, Luna tetap berlari. Untung saja gerbang sekolah itu begitu terlihat jelas disana, hanya menghitung beberapa jengkal.

Setelah itu, Luna memasuki gerbang sekolah dengan cepat. Tepat di sebuah setapak jalan di sisi lapang hijau, Luna menghentikan lajunya, menghela beberapa nafas. Namun, atensinya beralih pada kedua presensi yang tengah beradu kesal di tengah lapang hijau—atau mungkin hanya salah satu? Tuan Kim ternyata begitu merindukan sekolah, sangat rajin sekali hanya untuk menghukum satu siswa.

Luna tersenyum tipis ketika melihat tuan Kim memukul sebal kedua kaki siswa tersebut yang hanya mengaduh biasa. Namun, topi snapback, hoodie abu-abu? Semuanya begitu tidak asing ketika Luna tidak sengaja memandang punggung pemuda tersebut.

Benar, Luna tidak mudah melupakan pemuda yang menariknya dengan paksa kemarin. Siapa namanya? Jeon Jungkook? Benar, Jeon Jungkook—si pemuda yang begitu merindukan sigaret miliknya. Memang dasar asap saja di telan.

"Luna!"

Luna terkesiap, ia lantas melirik sisi kirinya. Guru Kang sedang menghisap sebatang sigaret di tengah gemercik sederhana. Menatap lurus mengikuti pandangan Luna pada kedua manusia disana.

Luna membungkuk, "Selamat pagi!" Senyum lebar sengaja Luna tunjukkan walaupun ia tahu guru Kang tidak melihatnya. Namun, setidaknya sikap sopan harus ia miliki.

"Bisakah kau ikut denganku, Luna? Ini tentang hasil ulangan fisikamu beberapa hari yang lalu, aku ingin membahasnya." Guru Kang sama sekali tidak memutar atensinya untuk sekedar melirik Luna.

Seribu kebingungan menerkam Luna untuk beberapa saat. Berusaha untuk memutar ingatan dimana hari ulangan fisika berlangsung. Ya, kalau tidak salah ia memang mendapatkan nilai yang tidak memuaskan untuk ulangan harian si fisika gila dan menyebalkan itu.

Bahkan seharusnya ia bisa mengikuti remedial kemarin, namun kepalang sial ia tertidur sampai malam dan lebih sialnya pemuda itu tidak berniat untuk membangunkannya. Heol.

Sebatang sigaret yang tersisa jari kelingking itu dibuang dan diinjaknya. Melepaskan asap yang tersisa, sekaligus mengotori setapak jalan milik sekolah. Luna menganggukan kepalanya.

Jamais Vu

Kurang dari 15 menit lagi, lonceng pertama akan berdenting kencang, menyeru siswa untuk memulai pelajarannya. Namun, lebih dari 10 menit, sepatah ucapan bahkan sepatah huruf tidak di gumamkan guru Kang sedari tadi. Ia hanya berdiri memunggungi Luna yang terdiam menunggu.

Jamais Vu || Jeon Jungkook Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang