"Icha kenapa dok?" Tanya Andra langsung, ketika seorang dokter baru saja keluar dari ruang UGD
Terlihat dokter yang diketahui namanya Fadlan, menghela. "Untung kamu segera membawanya kerumah sakit. Kalau telat sedikit, saya tidak tau apa yang akan terjadi sama icha, ndra." Setelah mendengar penjelasan dokter Fadlan---dokter yang sudah lama mengenal keluarga Andra atau bisa dibilang langganan---- Andra sedikit merasa lega.
"Tapi sekarang dia gak papa kan dok?"
"Iya. Tapi, kondisinya semakin lemah seiring berjalanya waktu. Ditambah, jika tebakan saya benar, kemungkinan Icha bisa sampai drop seperti ini karena dia tidak meminum obatnya. Atau tidak teratur meminum obatnya." Tambah dokter Fadlan.
Andra diam
Kepalanya menunduk, bahunya merosot. Ada rasa khawatir dalam dirinya kepada kondisi Icha yang semakin menurun.
Ia mengangkat kepalanya menatap Dokter Fadlan dengan nanar. "Apa gak ada cara buat nyembuhin dia dok..."
Dokter Fadlan menggeleng. "Gak ada ndra. Cara satu-satunya hanya transplatasi jantung, kita gak bisa membuat Icha terus menerus bergantung pada obat. Obat hanya untuk meredakan rasa sakitnya bukan menyembuhkanya.
...dan, obat juga berbahaya untuk kesehatan jantungnya jika dia terus-menerus mengonsumsi obat. Efek samping dari obat mempengaruhi ndra." Jelas Dokter Fadlan.
Detik berikutnya dokter Fadlan berkata kembali.
"Maaf sebelummya ndra. Tapi saya harus sampaikan ini." Ujar dokter Fadlan, kali ini kalimatnya menggantung membuat Andra mengakat kedua alisnya.
"Waktunya tidak lama lagi." Lanjut Dokter Fadlan.
***
Terlihat seorang gadis tengah duduk di tepi gedung sekolah dilantai paling atas, membuat kedua kakinya menggantung.
Langit terlihat dipenuhi semburat jingga. Semilir angin sejuk membuat beberapa helai rambut sang gadis sedikit berkibar. Matanya terpejam sembari merasakan ketenangan di sore hari yang jarang ia dapatkan belakangan ini.
Sekarang Milka sedang berada di rooftop sekolah. Seluruh murid telah pulang ke rumah masing-masing sesaat setelah bel pulang sekolah berbunyi.
Milka membuka matanya dan melihat jam yang milingkar di pergelangan tanganya. Pukul 5 sore. Artinya sudah dua jam ia berada di rooftop.
Sebenarnya ia ingin segera pulang tapi entah kenapa ia malas untuk beranjak. Bahkan kakaknya sudah menghubunginya lebih dari 20 kali, tapi semuanya tidak ada yang ia angkat. Milka kembali memandang lurus kedepan.
Satu kata untuk dirinya saat ini ialah,
Malas.
"Belum pulang?"
Milka yang sedang memandang lurus kedepan tersentak. Bahkan nyaris saja jatuh dari tepi rooftop jika tangan kekar seseorang tak cepat menahanya dan menariknya mundur.
Huh, benar-benar mengerikan jika ia benar terjatuh dari atas rooftop. Akan jadi apa tubuhnya setelah menyentuh aspal dibawah sana.
Ia memegangi dadanya, efek terkejut. Kemudian matanya menatap nyalang ke Justin. "GUE HAMPIR JATUH, ASTAGA!" Teriaknya.
Justin nyengir sambil menggaruk kepalanya dengan telunjuk merasa tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milka's Destiny {On Going} Belum Di REVISI
RomanceAndra semakin menggenggam erat tangan Milka. "Please, bertahan Mil. Kamu harus kuat hiks... hiks.." Air matanya jatuh mengenai tangan Milka. Milka hanya tersenyum. Senyum yang memancarkan kepedihan. "Ish Ndra. Kam-kamu jangan nangis dong." Tanganya...