|Fourty Two| We Beg You, Kang Daniel

447 82 11
                                    

Di bawah kungkungan pohon pinus yang rindang nan sejuk, di atas sebuah bangku taman, ada seorang laki-laki yang duduk diam tanpa suara. Siapa lagi kalau bukan Ong Seongwoo. Pria yang tak henti-hentinya dirundung kesedihan akhir-akhir ini. Pria yang merenung di tengah-tengah keramaian yang dibuat oleh banyak Mahasiswa.

Seongwoo yang malang, ia harus kehilangan Ibunda tercinta bahkan sebelum ia benar-benar pulih sepenuhnya dari cedera pasca kecelakaannya. Ia kehilangan Ibunya sebelum sempat membahagiakan wanita itu. Mendadak, hari-harinya terasa semakin berat dan melelahkan. Menimba ilmu dan bekerja bukan lagi kegiatan yang menyenangkan bagi Seongwoo.

Hal-hal buruk yang telah dialami Seongwoo selama ini membuat sosoknya semakin tertutup dan lebih sering berdiam diri. Ia bukan lagi Seongwoo yang ceria seperti sedia kala. Meskipun dulu ia bisa menutupi dukanya dengan senyuman yang selalu ia torehkan, entah kenapa sekarang ia tak lagi bisa. Bahkan mengukir sebuah senyuman saja terasa begitu sulit.

Lagi-lagi ia kehilangan salah satu petunjuk dalam kehidupannya. Ia kehilangan Daniel, ia kehilangan Ibundanya. Ia kehilangan kedua cahayanya, seakan satu saja tidak cukup sebagai hukuman Seongwoo. Belum lagi, ia harus kembali ke Busan secepat mungkin, tentunya setelah jenazah Ibunya dimakamkan. Ia tidak bisa menjaga Adiknya, Eunwoo. Padahal, pemuda itu terlihat sangat terpukul atas kepergian Ibunya.

Demi tuhan, tiba-tiba tekad untuk mengakhiri hidupnya kerap kali muncul dalam benak Seongwoo. Menyaksikan kehidupannya yang kian memburuk dan menyedihkan. Namun, entah mengapa, ia tak rela untuk melakukannya. Ia hanya ingin tuhan mempertemukannya kembali dengan Daniel. Ia ingin bertemu dengannya sebelum akhir hayatnya. Persis seperti Adam dan Hawa yang mencari satu sama lain. Bedanya, hanya Seongwoo yang mencari Daniel, sementara Daniel menghindar.

Seongwoo bangkit dari duduknya, ia tak ingin berlama-lama disini hanya untuk meratapi kesialan hidupnya. Seongwoo pun beranjak pergi ke perpustakaan yang sepi. Setidaknya dalam suasana yang tenang di sana, ia dapat merenung sampai tertidur pulas. Masa bodoh dengan kelasnya, ia benar-benar tidak bisa tidur dengan tenang akhir-akhir ini.

■Stand By■▪

Daniel mengaduk-aduk segelas jus di hadapannya yang sama sekali belum ia minum. Matanya menatap fokus ke arah Mahasiswa yang berlalu lalang di sepanjang koridor tak jauh dari tempatnya duduk. Cafetaria 2, cafetaria yang terletak di dekat fakultas tenpat dimana Seongwoo menimba ilmu. Ia mengamati beberapa Mahasiswa yang berlalu lalang disana, berharap dapat menemukan Seongwoo yang belum ia lihat keberadaannya sejak kemarin.

Sementara Samuel meletakkan dua piring omelet di atas meja. Ia terheran-heran melihat Daniel yang melamun sejak tadi. Iseng, Samuel menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Daniel untuk menyadarkan pria itu.

"Ganggu banget sih, sialan" umpat Daniel. Ia terlihat kesal.

"Makannya jangan melamun terus," ejek Samuel.

"Mikirin apaan sih?" Lanjutnya.

Daniel kembali mengalihkan pandangannya, "Perasaan, dari kemarin gua gak liat Seongwoo. Lo tau nggak, dia dimana?" Tanya Daniel,  tanpa menengok ke arah Samuel.

Samuel menggeleng-geleng heran, "Gua gak ngerti sama lo. Kalau ada Seongwoo, lo menjauh. Kalau gak ada Seongwoo, lo nyariin."

"Bilang aja lo kangen sama Seongwoo. Nggak bisa kan lo menjauh dari dia? Makannya, jangan sok kuat! Lo bukan cuma nyiksa diri lo sendiri, Seongwoo juga ikut lo siksa. Bayangkan, dalam kondisi dia yang kayak gitu, dia masih sibuk nyariin lo. Cuma demi berterimakasih sama lo," tambahnya.

"Maksudnya?"

Samuel berdecak, "Harus ya gua jelasin? Sebenernya gua males, sih, jelasinnya. Tapi, ya, biar lo sadar diri aja"

"Dua hari yang lalu, Ibunya baru aja meninggal dunia. Dan dia kehilangan Ibunya disaat bahkan dia belum bener-bener sembuh. Belum lagi, lo ninggalin dia. Dia bener-bener Clueless, dia gak punya siapa-siapa lagi selain adiknya yang ada di Incheon dan temen-temennya. Dia kacau balau, dia bersikeras mau langsung kerja, demi gantiin uang lo yang dipakai buat baiayain perawatan dia.

"Dan lo tau? Adiknya SeongwooㅡEunwoo bener-bener marah sama lo. Dia bahkan maksa Seongwoo buat berhenti nyari lo, walaupun sebenarnya Seongwoo melakukan yang terbaik demi ketemu lagi sama lo. Eunwoo sampai adu mulut sama Minhyun dan Daehwi. Hal itu bikin gua sadar bahwa lo udah terlalu jauh nyakitin dia. Dan gua tau, ini semua terjadi karena dendam, yang dipaksakan meskipun sebenarnya lo gak bisa"

Daniel ingin sekali menutup telinganya rapat-rapat, ia sudah lelah mendengar Samuel yang selalu menasehatinya. Ia tahu, ia salah. Hanya saja, ia tak tahu apa yang harus diperbuat.

Ternyata, acara melamunnya membuahkan hasil. Dari kejauhan, ia dapat melihat dengan jelas sosok Seongwoo yang berjalan tertatih-tatih dengan bantuan tongkat, serta tasnya yang disampirkan di bahu kanan. Langkahnya terlihat sangat lambat dan tidak bersemangat. Terlihat jelas bagaimana sedihnya pria itu sekarang. Seketika, rasa sakit yang sudah tak asing lagi kembali datang menyerangnya.

"Lo dengerin gua gak sih?"

Daniel beranjak dari duduknya dan meninggalkan Samuel begitu saja. Ia berjalan dengan cepat guna menyusul Seongwoo sebelum ia kehilangan jejak pria itu. Daniel menyerah, ia sudah tidak kuat lagi.

"Daniel!"

Seseorang yang tidak asing memanggilnya dari belakang. Daniel kenal pemilik suara itu, Hwang Hyunjin. Daniel mulai mempercepat dan memperbesar langkahnya, berpura-pura tidak mendengar panggilan Hyunjin.

"Daniel! Gua tau itu lo, tolong berhenti dulu!" Teriak Hyunjin lagi.

"Ada sesuatu yang perlu kita bicarain, sekarang" katanya, penuh penekanan.

Daniel pun berhenti, ia tak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Hyunjin barusan. Pria itu terlihat serius dan tidak biasanya ia serius. Maka dari itu, daripada membuat masalah, lebih baik Daniel turuti dulu kemauan Hyunjin.

"Kenapa?" Tanya Daniel, sesaat setelah mereka menepi.

"Tolong, kembali ke Seongwoo.."

Baiklah, Daniel tidak terkejut. Kini semua orang memintanya untuk berhenti menjauhi Seongwoo. Ia juga tengah berusaha melawan rasa egoisnya, menenggelamkan rasa dendam dan amarahnya. Tapi, yang membuatnya bingung, darimana manusia ini tahu tentang masalahnya dengan Seongwoo?

"Gua tau segalanya tentang apa yang terjadi di antara lo sama dia. Niel, tolong kembali ke Seongwoo. Dia butuh lo, demi apapun. Gua udah gak tahan ngeliat Seongwoo kayak gitu. Dia berubah, nggak kayak Seongwoo yang ceria kayak dulu lagi. Dia pendiam, murung, dia stress karena usahanya buat ketemu sama lo nggak berhasil. Bahkan dia kehilangan Ibunya. Satu-satunya harapan dia sekarang itu Eunwoo, dan Eunwoo marah sama dia karena dia memutuskan buat terus mencari lo bahkan ketika dia belum sepenuhnya sembuh. Gua takut dia berani melakukan yang nggak-nggak. Demi apapun, Niel, gua nggak kuat ngeliat dia kayak gitu.."

"Gua saksi, gua yang jagain dia selama di rumah sakit, gua yang nganter dia ke Incheon buat ketemu mendiang Ibunya. Gua ngeliat air mata itu, Niel. Air mata yang selama ini selalu Jihoon ceritain ke gua, air mata yang selalu dia tumpahkan setiap dia kangen atau hampir ketemu sama lo. Lo mungkin gak tau apa yang dia alami dan rasakan selama ini, tapi gua tau."

Hyunjin meraih tangan Daniel untuk ia genggam, "Kalau ada orang yang bisa bantu dia saat ini, orang itu lo. Lo yang bikin keputusan ini dan pada akhirnya lo yang harus mengakhiri semua ini. Please, i beg you.."

Daniel terdiam, tampak mempertimbangkan permintaan Hyunjin.

"Dia udah kayak orang nggak ada semangat hidup. Gua takut dia mulai ngelakuin sesuatu yang membahayakan keselamatannya. Tolong, jangan biarin dia pergi menyusul mendiang Ibunya.."

~TBC~

Hayolooo Daniel udah didesak sama semua orang.
It's getting seriousss🔥🔥

[1] Stand By Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang