|Fourty Three| Hello Darkness, My Old Friend

534 91 23
                                    

Cahaya matahari menyelinap masuk lewat jendela, menerangi kamar Seongwoo yang gelap. Kerasnya suara alarm yang berasal dari ponsel yang tergeletak di atas meja nakas membangunkan Seongwoo dari tidurnya. Ia berusaha duduk kemudian memijat pelipisnya, kepalanya terasa pening sekali entah mengapa. Padahal ini masih pagi hari. Mungkin ini efek karena ia terlalu banyak menangis tadi malam. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan lelah. Lampu kamarnya masih padam dan keadaan kamarnya sangat berantakan. Namun setidaknya ia merasa lebih baik karena semangat dari Eunwoo, meskipun mereka bercakap lewat telepon. Eunwoo adalah alasan mengapa Seongwoo bisa tertidur malam ini, pemuda itu menyanyikan lagu pengantar tidur sampai Seongwoo jatuh tertidur.

Seongwoo berusaha bangkit dari ranjangnya dan beranjak pergi ke dapur untuk sarapan. Sayangnya, tak ada lagi makanan yang tersisa disana. Semuanya sudah ia habiskan dan sebagian sudah tak layak untuk dikonsumsi. Namun perutnya yang kosong sudah berteriak minta diisi makanan.

Pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke ruangan tengah dan duduk di sofa tanpa menyalakan lampu terlebih dahulu, berniat memesan makanan atau apalah itu asalkan ia tidak mati kelaparan disini. Ia terkejut ketika mendapati sebuah telepon masuk dari Jimin, tumben sekali orang itu meneleponnya pagi-pagi. Tanpa pikir panjang, Seongwoo langsung mengangkat telepon dari Jimin.

'Halo? Kenapa Jim?'

'Bang Seongwoo baru bangun ya?'

'Iya..'

'Hmm.. maafin Jimin ya, pagi-pagi gini udah bawa kabar nggak enak..'

'Maksudnya??'

'Eunwoo.. Bang, Eunwoo..'

Seongwoo terlonjak kaget karena isakan Jimin yang mulai terdengar, 'Kenapa?! Eunwoo kenapa?!'

'Eunwoo ditemuin meninggal di Apartemennya. Setelah diautopsi, katanya dia bunuh diri..'

Oh, Tuhan.

Butiran air mata mulai turun, 'Kamu nggak bercanda kan?! Jimin! Jangan bercanda!'

'Demi tuhan, Bang. Jimin sendiri yang nemuin Eunwoo, Jimin liat dengan mata kepala Jimin sendiri. Jimin liat ada pisau berlumuran darah, bahkan tangan Eunwoo hampir putus saking banyaknya luka sayatan disana.. Jiminㅡ' Jimin tak lagi dapat menyelesaikan kalimatnya, ia mulai menangis.

Ponsel Seongwoo terjatuh dari tangannya, air matanya tak mampu ia bendung lagi. Seongwoo memerosot dan terduduk di lantai yang dingin. Tangisannya semakin menjadi-jadi.

Lengkap sudah penderitaan Seongwoo sekarang, ia benar-benar tak punya siapa-siapa lagi. Ia merasa gagal menjadi seorang Kakak, ia gagal dalam menjaga adik angkat kesayangannya itu.

Padahal baru semalam ia berbincang dengan Eunwoo, baru semalam ia dapat tertidur nyenyak karena lantunan lagu pengantar tidur dari Eunwoo, tanpa sama sekali menyadari bahwa ucapan 'Selamat Malam' dari Eunwoo merupakan yang terakhir sekaligus salam perpisahan untuknya.

"Kenapa kamu tinggalin abang sendirian, Woo?? Kenapa?!" Teriak Seongwoo.

Seongwoo menekuk lututnya, ia memeluk kakinya dan menangis disana. Isakannya terdengar memilukan, menyayat hati dan menimbulkan luka yang nyata. Tetes demi tetes air mata yang mengalir membasahi pipinya menjadi bukti betapa sedihnya Seongwoo. Ruangan gelap ini menjadi saksi bisu bagaimana raungan menyakitkan yang keluar dari mulut Seongwoo.

"I've seen dark before, But not like this.." Seongwoo meremas kakinya kuat.

"This is cold, This is empty, This is numb.." Lirihnya

[1] Stand By Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang