Willis
Sudah hampir satu bulan, hubungan gue dan Lala renggang. Anak-anak pun juga diam ngga membahas Lala karena mereka semua juga ngga ada yang tau alasan Lala menjauh.
Ya, semenjak kejadian di JSF satu bulan yang lalu, gue ngga menjelaskan kenapa sikap gue berubah. Bukannya gue ngga mau, tapi gue antisipasi. Gue ngga siap dengan kenyataan yang pahit. Maka dari itu, gue memilih mendiamkan Lala dan mencari tahu secara diam-diam.
Dan terbukti, perlahan Lala ikut mendiamkan gue. Chat terakhirnya tetap sebulan yang lalu yang gue biarkan gitu aja. Sengaja memang ngga gue bales. Gue juga ingin tahu bagaimana respon dan sikap nya, tapi, yang terjadi justru ngga seperti yang gue harapkan. Gue pikir, Lala akan mencari gue. Tapi ternyata ngga. Apa dia ngga merasa ada yang kurang ya? Apa Lala ngga merasakan apa yang gue rasain? Atau, apakan Lala emang ada sesuatu sama Robin?
"Woy bengong aja lu." ucap Vino menyodorkan sekaleng minuman bersoda yang langsung gue terima. "Masih ngga ada kabar?" lanjutnya lagi sambil duduk di sebelah gue.
Gue tersenyum hambar. "Boro boro kabar, muncul dihadapan gue aja engga."
"Will, lo ngga berniat ngabarin Zea dulu? Mm maksud gue, gue ngga tahan liat lo jadi sering diem gini."
"Emang gue siapanya, Vin?" kata gue lalu meminum minuman kaleng tadi.
"Lo pernah menjadi orang terdekatnya Zea. Begitupun sebaliknya. Ngga ada salahnya lo mengalah kali ini."
"Vin, bahkan sekarang gue ragu untuk bertindak."
"Dan kalo memang lo serius, perjuangin. Jangan gampang nyerah."
................
Ucapan Vino tadi siang, bener-bener membuat gue berfikir dan terus mempertimbangkan. Gue takut berharap lebih. Tapi gue juga ngga mau kehilangan Lala gitu aja.
Oke lah, daripada gue diem di kamar kayak gini, mending gue ke JSF aja. Tempat yang gue dedikasikan sebagai tempat rahasia antara gue dan Lala. Kenapa? Soalnya gue ngga pernah ngajakin siapapun ke sini kecuali sama Lala.
Ngga terasa, akhirnya gue sampai juga. Dan setelah gue memarkirkan mobil, dengam segera gue berjalan menuju tempat favorit kita. Namun, belum sempat gue menyentuh bangku, gue dibuat terpaku di depan sana.
Lala.
Dia duduk di sana sendirian. Dapat gue lihat kalo ia sedang memakan cimol dan jus strawberry kesukaannya.
Jujur, dalam diri gue, gue pingin meluk dia karena saking kangennya. Gue ingin berlari menghampiri dia dan menanyakan apa dia baik-baik saja?
Tapi, lagi dan lagi gue diam ngga bergerak, pikiran gue melayang, apa Lala ke sini bareng orang lain? Apakah ada orang lain yang spesial di hatinya?
Gue tersenyum, 'La, kenapa lo beli cimol banyak banget?'
Gue terus memandang Lala sampai ia tiba-tiba berdiri dan membuang sampahnya. Tujuan gue yang awalnya ingin menenangkan diri kini berubah dengan rasa keingin tahuan. Gue pun perlahan mengikuti Lala kemana ia melangkah.
Dan ternyata, ia menuju sebrang jalan. Bisa gue tebak kalo ia sedang menunggu taksi. Dengan segera gue menuju parkiran yang kebetulan letaknya ngga jauh. Secepat mungkin gue keluar dari parkiran dan kembali memantau Lala dari kejauhan.
Ngga lama kemudian, dia udah dapat taksi. Gue terus mengikuti kemana arah taksi itu melaju. Gue kira, Lala menuju kerumahnya, tapi, setelah gue sadari, ini bukan jalan kerumahnya. Hingga sampai taksi itu berhenti, ternyata Lala menuju ke sebuah taman kota.
Terlihat dia menghampiri seseorang. Dan setelah gue amati, gue bener-bener dibuat terkejut untuk kedua kalinya.
Gimana gue ngga tercengang kalo yang Lala temui sekarang adalah Rafael. Gue menjelikan lagi tatapan gue dan ngga salah lagi, itu memang benar Rafael.
Bangsat.
Zea
Kalo kalian menganggap gue b aja, kalian salah besar. Gue merasa ada yang kurang sama diri gue, rasanya seperti gue kehilangan sesuatu. Semua yang terjadi pada gue bener bener jauh dari dugaan gue.
Semenejak pertemuan gue dan Robin, Willis jadi beda ke gue. Dan gue ngga tau apa alasannya karena dia diam seribu bahasa. Bahkan di JSF kala itu, bagaikan pertemuan terakhir. Gue dibuat bingung sama sikap Willis yang semakin bungkam. Bahkan chat gue pun dibiarkan tanpa ada balasan.
Dan karena itu gue berfikir Willis udah bosen sama gue dan akhirnya gue memilih menjauh dari circle kehidupan dia. Meskipun nyatanya memang sakit, tapi gue berusaha memendam semua perasaan gue. Bahkan Delia yang tiap hari bareng gue pun cuma bisa pasrah sama keputusan gue untuk ngga sering gabung dengan squad kita. Terutama saat ada Willis, gue ngga mau datang. Biarlah gue dikata ngga dewasa, tapi menurut gue hanya itu yang bisa gue lakuin supaya pertahanan gue ngga runtuh.
Gue juga tiap minggu selalu datang ke JSF sendirian, karena gue menganggap tempat ini cuma khusus buat gue dan Willis. Di tempat ini, meski hanya sekedar mengingat kebersamaan kita yang sudah satu tahun lebih lamanya, setidaknya bisa mengobati rasa rindu gue kepadanya.
Dan karena hanya Kak Rafael yang tau tentang gue dan Robin, gue semakin dekat dengan dia. Kak Rafael udah seperti kakak gue sendiri yang selalu dukung gue, yang selalu nenangin gue kalo lagi down, dan selalu memberi kabar tentang Willis. Ya, yamg terakhir itu atas permintaan gue, meskipun awalnya dia ragu, tapi akhirnya Kak Rafael mengalah dan siap sedia kalo gue jadi bengong.
Hingga dimalam gue mengajak ketemuan, gue menyempatkan mampir ke JSF sebelum menemui Kak Rafael di taman kota.
To be continued..............
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA GAES!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIP GOALS? - SEHUN [END]
Fanfiction[END] Gimana jadinya kalo orang yang diam-diam kita sayang ternyata memiliki perasaan yang sama juga? Dan saat rasa itu saling terungkapkan, tapi takdir mengatakan hal yang lain.. Just a life story that is not always what it wants to be. Life that...