[END]
Gimana jadinya kalo orang yang diam-diam kita sayang ternyata memiliki perasaan yang sama juga?
Dan saat rasa itu saling terungkapkan, tapi takdir mengatakan hal yang lain..
Just a life story that is not always what it wants to be.
Life that...
"LAZEFA!!!" suara teriakan yang menggelegar memecah hiruk pikuknya bandara.
Mendengar nama gue dipanggil membuat gue sontak menoleh dan mendapati seseorang berdiri ngga jauh dari gue dengan nafas yang memburu.
Willis?
"Willis? Ngapain?" tanya gue begitu kita udah saling berhadapan.
"La, berapa lama lo di Jerman?" tanyanya to the point yang tentunya dengan nafas tersenggal senggal.
"Tiga hari. Kenapa?"
Willis mengangguk sekilas. "Ok, gue tunggu. Jangan lupa kabarin gue. Baik-baik di sana ya." ujarnya mengusap puncak kepala gue.
Siapa yang ga ambyar coba, kalo diperlakukan seperti itu? Ditengah hati dan fikiran yang udah ngga karuan memikirkan perkataan Willis, gue cuma bisa membalas dengan anggukkan.
Gue tersenyum simpul sebelum gue kembali melanjutkan langkah gue. Dalam hati, gue selalu berbisik Willis akan tetap menjadi orang yang gue rindukan.
"Hati-hati.." ucap Willis melambaikan tangannya.
............
Setelah memakan waktu sekitar 16 jam di pesawat, rasanya gue agak terkena jet lag. Sehingga, saat tiba di hotel dekat apartemen Robin, gue langsung merebahkan diri tanpa merapikan hal hal yang lain.
Cukup lama gue tertidur, sampai pintu kamar gue ada yang mengetuk. Gue melirik jam di atas nakas sebelah kanan gue yang ternyata udah menunjukkan pukul 5 pagi. Akhirnya, gue pun beranjak untuk membuka pintu.
"Zea, kamu gapapa?" tanya Robin saat gue udah membuka pintu, dapat gue lihat di wajahnya ada raut kekhawatiran.
"Iya gapapa kok, kayaknya gue kena jet lag deh, makanya semalem gue langsung tidur."
"Syukurlah kalo gitu. Soalnya dari semalam aku telfon kamu tapi handphone kamu ga aktif."
"Hehehe.. Iya, ngga sempat buka hp kemarin. Nanti jam 7 kan?"
"Jam 8 sebenarnya, tapi nanti kita cari sarapan dulu."
"Oo ok deh."
"Yaudah, aku balik dulu ya, di sini wifi nya gratis. Jadi kamu ngga usah bingung." jelasnya sebelum pergi.
"Ok deh. Makasih yaa.."
Robin senyum, "Iya, sama-sama."
....
Sesuai dengan yang telah dijadwalkan. Kita ber empat akhirnya sampai di kampus Robin sekitar pukul setengah delapan lebih sedikit. Karena dari pihak universitas hanya menyediakan dua kursi di setiap calon wisudawan, bagi yang membawa rombongan di bawa ke ruangan yang berhadapan langsung dengan aula. Dimana gue termasuk ikut di dalamnya. Sebenarnya Robin udah bilang ke gue, dan tante Dina menawarkan diri untuk menemani gue yang gue tolak karena gue ngga mau dong, seorang orang tua melewatkan masa bahagia anak satu-satunya itu. Jadi, setelah berpisah dengan mereka bertiga, gue menuju ke ruangan yang ditentukan sambil menenteng totebag dimana di dalamnya juga ada sebuah hadiah kecil buat Robin nanti. Dan perlu diketahui juga, dari sini gue masih bisa liat acara wisudanya karena bagian depan aula yang terbuat dari kaca.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sweater coklat dipadu dengan celana jeans sepertinya gaya fashion gue terlalu santai. Ditambah lagi, paras gue yang berbeda dari kebanyakan orang di sini membuat gue ngga jarang untuk diperhatikan. Tapi ya gue cuek aja, kan mereka cuma liat sekilas doang.
Sembari menunggu prosesi wisudanya Robin, gue bermain hp dan memilih untuk berchatin ria. Dan orang yang gue pilih adalah Willis. Soalnya, setelah mengirim kabar tadi pagi balasan Willis belum sempat gue balas. Apalagi perbedaan waktu di Indonesia sama Jerman selisih kurang lebih enam jam. Jadi gue rasa di sana udah sekitar pukul 2 siang.
Willis
Willis?
Akhirnya lo bales juga Gimana di sana?
Ini lagi nunggu prosesi wisuda
Udah makan?
Udah
Lo sendiri?
Udah juga Sekarang lagi nongkrong sama anak-anak
Dimana?
Setelah chat tersebut terkirim, gue mikir, kok gue jadi kepo. Tapi, dulu juga gue sering gini ke Willis. Oke oke, gue sama seperti dulu, gue harus bersikap biasa aja. Dan ngga lama kemudian hp gue bergetar tanda ada chat masuk.
Di warkop mang Ujang Pj nya si Vino wkwkwk
Ha?
Kak Vino?
Pj?
Sama siapa?
Iren Gokil ga tuh hahaha
WAT DE FAK ANJIIRR
SERIUSAN?
Hahahahha iyaa Udah ketebak kali La
Ga nyangka si
Dulu kan Iren suka sama lo sebegitunya
Ternyata lemah juga kena rayuan Kak Vino
Hahahaha
Iya Cuma lo doang emang
Ha? Maksudnya?
Lo doang yang terlalu kuat menutup hati
Menutup hati gimana maksudnya?
Panjang La kalo di ketik Eh lo nyampe di Indo hari Kamis apa Rabu nya?
Kamis
Biar masuk kuliahnya sekalian Senin wkwkwk
Duuh enak banget ya
Hahahaha
Eh ini wisudanya udah selesai
Nanti lanjut lagi ya
Ok
Selesai mengakhiri chatting, gue pun bergegas keluar ruangan untuk menyambut Robin. Gue berdiri ga jauh dari pintu masuk aula, dan setelah beberapa orang melintas, gue melihat Robin berjalan dengan tangannya yg membawa buket bunga dan ijazah nya.
"Robin, selamat ya.. Ini gue ada hadiah kecil buat lo, semoga suka." sambut gue yang kemudian menyerahkan papper bag kecil yang berisikan jam tangan merk rolex, ga lupa juga gue memeluk Robin singkat.
"Zea, thank you so much." balasnya diiringi dengan senyum yang mengembang di wajahnya.