Tiga Puluh Delapan

11 1 0
                                    


Zea

Bergantinya hari demi hari seiring dengan semakin bertambahnya beban rasa gue. Sudah satu minggu berlalu sejak Delia menyatakan bahwa Willis punya rasa ke gue. Jujur, gue sedikit memikirkan perkataan Delia itu. Apakah itu benar atau hanya persepsi Delia aja? Who knows? Karena sampai saat ini pun masih belum ada kejelasan.

"Kak, ada masalah apa?" pertanyaan tiba-tiba dari Aldo sontak membuat gue menoleh cepat ke arahnya.

"Al, menurut kamu Robin gimana si?"

Aldo yang sedang asik mengunyah keripik singkong mengalihkan pandangannya ke gue. "Keliatannya dia orang baik. Emang kenapa? Kakak tau sesuatu?" selidiknya seraya mendekati gue.

"Engga, cuma nanya doang."

"Oiya kak, btw Kak Willis tau kalo kakak dijodohin sama Kak Robin?"

Gue menatap kosong, teringat lagi dengan perkataan Delia. Dan saat ini juga gue tiba-tiba ingat kapan Willis mulai berubah sama gue. Iya, Willis mulai jarang nge contact gue sejak gue selesai jalan bareng Robin.

Bentar, ini kebetulan apa emang ada kaitannya? Tapi kenapa Willis diam aja? Apa dia ngga suka sama Robin?

"Kak! Ditanyain kok malah bengong sih." seru Aldo karena tak kunjung mendapat jawaban.

Gue menggeleng lemah. "Willis belum kakak kasih tau."

"Kenapa? Kakak suka sama Kak Willis? Atau sebaliknya?"

Lagi. Perkataan orang-orang sekitar gue selalu membuat gue berfikir. Apa iya gue suka sama Willis? Tapi gue selama ini merasa kita sahabat baik. Dia selalu ada saat gue butuh, begitu pula kalo Willis susah gue berusaha selalu ada buat dia.

"Nah kan, bengong lagi."

Gue mengabaikan Aldo dan langsung beranjak, "Aku keluar bentar, Do."

"Lah lah kok, kok malah kabur."





Author Point Of View

Di malam yang sama, Rafael berdiri sendiri menunggu seseorang datang. Ia melihat sekeliling karena tak biasanya mengajak bertemu di lahan kosong seperti ini.

Namun, ia tetap menunggu seraya menatap langit yang tak begitu cerah itu. Hingga sampai beberapa saat, ia mendengar langkah seseorang berjalan mendekat ke arah nya.

Sontak, Rafael memutar tubuhnya dan mendapati seseorang yang sedang ia tunggu. "Will____"

BUGH!

Pukulan keras melayang tepat di rahang kiri Rafael hingga ia hampir tersungkur.

Tak terima mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu, ia langsung membalas menghantam wajah Willis yang memerah menahan amarah. Dengan cepat, Willis menangkis pukulan Rafael dan malah balik memukul Rafael.

"Maksud lo apaan, anjing?" desis Rafael terpancing emosi.

Persetan dengan rasa sakit di sekitar sudut bibirnya, Rafael tak mau begitu saja dipukul tak jelas. Tangannya mengepal kuat dan langsung menonjok wajah Willis tepat sasaran. Willis tak bisa menangkis sampai tubuhnya terpelanting ke belakang.

"BAJINGAN LO RAF!!" teriaknya dengan nafas memburu.

"Lo yang bajingan bangsat! Lo ada masalah apa sama gue hah?" balas Rafael tak kalah tajam.

Willis tersenyum miring seraya menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Apa gue harus jelasin? Lo ngga nyadar hah?"

"Bisa ngga lo ngomong ke intinya?"

"Lo nusuk gue dari belakang anjing!"

Rafael bingung, namun ia menutupi kebingungannya dengan bertanya balik. "Gue nusuk lo dari mananya? Ngga usah asal nuduh deh lo."

"Lo fikir gue ngga tau kalo lo jalan tiap hari bareng Lala? Bahkan tadi pulang kuliah lo masih sempet sempet nya nongkrong di cafe dekat kampus bareng dia. Apa itu yang namanya temen?"

Damn it! Rafael membalas dengan senyum meremehkan. "Kenapa? Itu kan hak gue. Lagian, Zea juga nyaman sama gue. Kenapa lo ngatur ngatur?"

Mendengar jawaban Rafael, Willis tersulut emosi dan melangkahkan kakinya hendak memukul Rafael lagi.

Namun, dengan santainya Rafael kembali berucap, "Kalo lo emang ngga mau kehilangan Zea, jangan jadi pengecut."

"Pengecut lo kata?"

Rafael menghela nafasnya kasar, ia juga sudah menenangkan dirinya karena ia tau ini salah faham. "Will, Zea juga butuh kepastian. Bukan kode kode an dari lo."

"Ngga usah sok menasehati gue kalo ujungnya lo tikung juga. Gue bener bener ngga nyangka sama lo, Raf."

"Lo ngga tau apa-apa Will. Jadi ngga usah main hakim sendiri." tukas Rafael lalu berlalu pergi meninggalkan Willis yang masih kesal di dalam hatinya.



















To be continued..............

Jangan lupa tekan bintang nya guys..

FRIENDSHIP GOALS? - SEHUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang