Empat Puluh Dua

9 1 0
                                    

Lanjuuttttt..........


Willis

Srrt srrt

Mendengar suara langkah kaki, kita semua reflek noleh ke sumber suara dan seketika kita semua membeku melihat siapa yang datang.

Lala.

Dia menghentikan langkahnya dan menatap sendu ke arah kita semua.

"Zea.." gumam Delia.

Melihat kita semua cuma diam, Lala akhirnya ngomong, "Lanjutin aja." selesai ngomong gitu, dia berbalik.

"Lala.." gue berdiri dan untuk kali pertama gue kembali memanggil nama orang yang setelah hampir dua bulan lebih gue acuhkan.

Sepertinya dia kaget mendengar suara gue, terlihat dari responnya yang sedikit tersentak dan ngga langsung nengok. Gue pun, memutuskan untuk menghampiri Lala meski semua orang yang ada di sini menatap intens ke arah gue.

"Ngga usah pergi. Lo di sini aja." ucap gue berjarak kurang dari satu meter di belakang dia. Bohong kalo gue ngga gugup, jantung dari tadi terus berdetak lebih kencang hanya karena seorang cewek depan gue ini.

Perlahan, Lala membalik badannya jadi menghadap gue. Dia nunduk bentar sebelum akhirnya menatap gue. Entah apa yang sedang ia fikirkan dan rasakan, tapi gue bisa melihat dari matanya kalo Lala menyimpan sesuatu.

"Gue pergi aja." ucapnya dengan senyum tipis lalu kembali berjalan menuju pintu.

Satu langkah

Dua langkah

Tiga langkah

Empat langkah

Lima langkah

"Kita semua di sini karna elo, La." kata gue lantang. Lala yang udah hampir mendekati pintu, reflek menoleh dengan tatapan kaget. Ia pun kembali menghampiri gue. Begitu juga dengan kelima temen gue yang langsung mendekat.

"Maksudnya?" tanya Lala begitu sampai di hadapan gue.

"Lo salah paham, Will." tiba-tiba Rafael nyaut.

"Hah? Maksudnya salah paham? Salah paham apa nih Kak Willis?" tanya Delia mewakili kita semua, khususnya gue sendiri. Gue salah paham apaan emang.

"Selama ini gue deket sama Zea tuh justru karena elo, Will." ungkap Rafael membuat gue mengernyit penasaran.

"Ngomong yang jelas atuh Raf, kita semua mana ngerti, yang ada malah merasa bego tau ngga si?" protes Rendy ngga sabar.

"Oke, sekarang gue jelasin. Jadi, Willis salah paham sama gue dan Zea karena kita berdua tiba-tiba sering ketemuan tanpa sepengetahuan kalian semua. Termasuk Willis." kata Rafael mengawali penjelasannya.

Dan saat itu juga, Rafael menceritakan semua alasan kenapa dia dan Lala tiap hari hampir ketemuan. Ngga lupa juga gue minta penjelasan pertemuan mereka ketika malam di taman kota waktu itu.

"Udah. Ceritanya gitu. Dan menurut gue, sebenernya masalahnya tuh dari pikiran Willis sendiri yang gampang menyimpulkan sesuatu tanpa tau faktanya. Sorry to say aja nih, Will. Lo tuh kalo ada apa-apa diomongin, biar enak, dan juga don't be a coward, please." pungkas Rafael mengakhiri ucapannya.

"Jadi, kalian berdua berantem karena gue?" pertanyaan lirih Lala terdengar seperti pernyataan.

"Sumpah, gue speechless." ucap Delia mengimbuhi.

"Apalagi gue." - Rendy.

"Gimana? Sekarang udah clear kan?" tanya Dyo mencairkan suasana speechless kali ini.

"Belum sih kalo kata gue." jawab Vino membuat kita semua noleh ke arahnya.

"Apa lagi?" gue bertanya jengah.

"Lo ngga pingin ngomong sesuatu sama Zea?" gue melotot mendengar balasan Vino. Nih anak mulutnya ngga bisa dikondisikan apa.

"Gue ada."  balas Lala kemudian. "Alasan Willis sama Kak Rafael berantem gara-gara gue kenapa?"

Mampus lo Willis. Mau jawab apaan lo anjiirr..

"As you know lah, Ze. Gue di attack lebih dulu sama Willis, so I survive myself. Gue rasa, yang lebih tau alasan sebenarnya Willis sendiri." Rafael smirk sambil melirik ke gue.

"Oiya, lo mukul Kak Rafael gara-gara salah paham tentang gue yang lebih sering bareng sama dia. Terus masalahnya di elo apa, Will?"

Anyiiing, gue mau alasan apa ini woy..

Gue melirik ke arah temen-temen gue dan mereka lagi nahan ketawa sambil memasang wajah seolah berkata 'mampus lo Willis'.

Gue beralih liat ke Lala yang ternyata dia sedang natap gue menunggu apa alasan gue. "Maaf, La. Untuk saat ini gue ngga bisa ngasih lo alasan dulu. Tapi suatu saat nanti, gue pasti ngasih tau elo."

Lala mengedipkan matanya berkali kali seolah berusaha mencerna kalimat gue. Jujur sih, gue gemes liat dia ber ekspresi kayak gitu. "Ooh, o-oke. Gue ngga maksa kok." jawabnya terbata.

"Oh ya, Lazefa. Maaf juga soal ini, kita ngga bermaksud mengecualikan kamu. Cuma kamu tau sendiri kan, selama ini ngga jelas kenapa Willis jauhin kamu. Jadi__"

"Gue ngga jauhin Lala." sambar gue memotong ucapan Dyo.

"I-iya kak, gapapa. Aku fikir emang masalahnya ada di aku."

"Ngga gitu, Ze. Di sini salah semua. Jadi stop nyalahin diri lo." sahut Delia ngga trima.

"Iya. Jadi kamu tenang aja, ini semua sepenuhnya bukan karena kamu." kata Dyo mengimbuhi.

"Udah gini aja deh, karena tujuan kita nyidang Willis sama Rafael udah terlaksana. Dan ternyata cuma karena salah paham doang. Kalo gitu ngopi aja kuyy!!" ajak Vino semangat.

"Yakali ngga kuy." balas Rendy.

"Gue sama Zea boleh laah." tambah Delia.

Akhirnya tanpa membuang waktu lagi, mereka ber empat pergi keluar rooftop bareng-bareng.

"Lo mau nunda sampe kapan lagi Will?" tanya Dyo to the point.

"Gue ngga mau kena tonjok dari lu lagi ya." ucap Rafael.

"Ya maaf Raf, gue kan ngga tau."

"Makanya, cari tau dulu."

"Iya. Maaf."

"Efek lo suka diam-diam sekarang udah tau kan? Ya gitu, cemburu sendiri, nethink sendiri, kesel sendiri."

"Dan pastinya, Lazefa ngga tau itu." imbuh Dyo nylekit. Ya emang bener sih, Lala ngga tau gue uring uringan sendiri gara-gara nyimpen perasaan ini sendiri. "Jadi mau sampe kapan lo kayak gini terus?"

"Secepatnya. Tapi masih gue pikirin dulu." jawab gue.

"Ngga usah kebanyakan mikir, yang ada lo malah banyak alesan buat jawab pertanyaan Lazefa."

"Yaudah iya. Besok gue ngomong."





























To be continued.......... 

Give me a support with vote and comment..

FRIENDSHIP GOALS? - SEHUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang