Empat Puluh Empat

8 1 0
                                    

Happy reading guys.....







Willis

"Satu faktor?" tanya Lala mengernyit bingung.

"Iya." gue mengangguk.

"Apa itu?"

"Elo."

Bego, keceplosan anjir. Kenapa mulut gue ngga bisa dikontrol anjir.

"Gue?"

"Hah? Ahahaha." Gue ketawa, lebih tepatnya menertawakan diri sendiri sambil mencari pengalihan topik. Dan akhirnya yang terlintas di otak gue, "Ngga kerasa ya bulan depan udah mau liburan lagi."

"Willis." ucap Lala tajam. Mampus dah, dia jelas tau itu hanya alibi gue doang.

"Eh, iya La?"

"Gue kenapa?"

"Elo? Elo cantik, La."

"Udah tau. Gue kenapa?" ulangnya masih bernada judes.

"Aduh La.. Engga kok engga, lo gapapa."

"Oke. Btw, bulan depan gue ke Jerman."

"HAH?"

Tunggu tunggu, ini gue ngga salah denger kan? Bulan depan Lala ke Jerman?

"L-lo ke Jerman? Ngapain?"

"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi. Gue kenapa?" masuk sudah gue ke perangkap. Ngga tanya lebih jauh gue kepo. Tapi kalo mau jawabannya, secara ngga langsung, gue jelas akan mengungkapkan perasaan gue. Dan itu emang udah niat awal gue.

Tapi, setelah mendengar kabar kalo dia akan ke Jerman. Gue ragu kembali.

"Gue bakal jawab setelah lo menjelaskan alasan lo ke Jerman tiba-tiba."

Lala diam sambil natap gue lama dan dalam.

"Biar lo ngga berantem lagi sama Kak Rafael gara-gara gue." jawabnya.

"La.."

Kali ini, bukannya menjawab Lala malah berdiri dari duduknya. "Kalo udah ngga ada yang perlu diomongin, gue pergi dulu."

"La. Ngga gini caranya, La." balas gue ikut berdiri.

Namun Lala ngga menghiraukan gue lagi. Dia tetep melangkah keluar Cafe tanpa menoleh ke gue sedikitpun. Bahkan, say goodbye aja engga. Apa iya dia marah? Tapi, kenapa dia harus marah? Bukankah biasanya dia bakalan nunggu gue buat menjelaskan?

...................


Pas banget, malamnya temen-temen gue pada datang ke rumah gue. Sejak perceraian orang tua gue. Mereka memang sering nemenin gue di rumah, dan ngga jarang pula mereka sampe nginep. Dan hal itu membuat gue jadi lebih tenang dan semangat. Soalnya kalo gue sendiri, pasti gue sering ngelamun.

Dan malam ini, akhirnya Rafael ikut datang ke sini. Gue lega karena yang terjadi belakangan ini hanya salah faham belaka. Dan jujur aja, kita udah lama sahabatan terus tiba-tiba ada yang kurang satu, jelas rasanya ngga enak dan sedikit banyak kepikiran.

"Akhirnya, temen gue lengkap." ucap gue bercanda menyindir Rafael.

"Hhh iyalah, gara-gara cinta dalam diam elo." balas Rafael melempar chitato rasa BBQ ke arah gue. "Makan tuh, biar hidup lo ngga flat."

"Anjir."

"WILL.. INDOMIE GORENG LO MANA?" sekarang giliran Rendy yang teriak dari dapur. Udah biasa kalo Rendy dan Dyo begitu sampe bakal langsung menuju dapur. Cuma bedanya, kalo Rendy lebih sering masak Indomie goreng pake telor. Kalo Dyo suka masak apa aja yang ada di kulkas. Sedangkan gue dan Vino, dengan anteng nyemilin snack sambil nunggu makan malem siap. Hahahaha. Eits, tapi sekarang ketambahan Rafael dong yang memilih nimbrung bersama gue dan Vino.

"SEBELAH KULKAS." balas gue sambil teriak juga.

Selang beberapa puluh menit kemudian, Dyo dan Rendy datang sambil membawa nampan besar berisi Indomie goreng telor, brokoli crispy, tumis kangkung, dan pastinya sama nasi. Gue pun beranjak menuju dapur guna mengambil piring dan kawan-kawan. Lalu setelahnya kita semua makan makan di ruang tengah sambil nontonin drakor Vagabond.

Ketika udah selesai dengan acara makan makan dan kelar beres beres, si Dyo tiba-tiba nanya ke gue, "Eh Will, gimana?" semua yang ada di situ auto nengok ke Dyo.

"Apanya?" tanya gue balik.

"Sama Lazefa."

"Boro boro mau ngungkapin perasaan, dia aja mau ke Jerman."

"HAH?!?!?" seru mereka kompak.

"Maksudnya?" Rendy minta penjelasan.

"Ngga tau juga. Dia ngga bilang mau ngapain pergi ke Jerman." jawab gue yang membuat seketika suasana jadi hening. Kecuali suara tv yang masih iklan.

Keliatan banget mereka semua ikut mikir ada apa gerangan tiba-tiba Lala ke Jerman. Kan ngga mungkin banget dia kabur ke sana.

"Will, lo tau ngga?" pecah Rafael ngga lama kemudian.

"Apaan?"

"Kalo si Robin kuliah di Jerman."

"HAH?!?!!" untuk kedua kalinya semua orang yang ada di sini teriak kaget.

"Iya, waktu itu gue pernah ketemu sama Robin, terus gue tanyain, dan ternyata dia kuliah di Jerman. Apa Zea ke sana bareng Robin?" tanya Rafael di akhir penjelasannya.

"Gue ngga kepikiran nanya begituan." balas gue lemah.














Jangan lupa vote dan komen sebanyak banyaknya man temaaaannn!!!

FRIENDSHIP GOALS? - SEHUN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang