marry a noona pt.6

652 55 2
                                    

Aku berlari, mencari kesana kemari di lingkungan asing yang diselimuti salju ini. Jika aku tahu Renjun memiliki Seasonal Affective Disorder, tentu akan takkan memutuskan untuk berbulan madu kemari. Ah, bodohnya aku!

Aku takkan bisa menghubungi ponselnya, karena bocah itu meninggalkannya di ranjang hotel. Gila, aku benar-benar kalap sekarang! Tidak tahu harus berbuat apa selain mencari mengelilingi tempat asing ini seorang diri.

Aku tiba di sebuah jembatan yang cukup sepi.

Disana, aku melihat punggung Renjun yang membelakangiku.

Gila ya!? Ia hanya mengenakan sweater biasa tanpa jaket tebal! Apa ia benar-benar ingin melakukan tindakan gegabah!?

Tanpa berlama-lama lagi, aku segera menghampirinya. Memutarkan tubuhnya sehingga ia menoleh ke arahku dan seketika langsung memeluknya, berbagi kehangatan yang tubuh dan jaket tebalku bisa bagikan.

Tubuhnya dingin, sedingin es. Kalau begini, bisa-bisa ia terkena hypothermia.

"I-ibu.." lirih Renjun lemah.

Ternyata ia merindukan ibunya, dan salju disini semakin memperparah suasana hatinya.

Astaga, Renjunku...

Aku semakin memeluknya erat,"Renjun-ah, kenapa menghilang tiba-tiba hah?!"

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengomelinya. Tidak tahukah ia kalau aku khawatir setengah mati!?

Renjun diam, ia bahkan masih belum membalas pelukanku. Dasar keras kepala!

Aku mendongakkan kepalaku untuk menatapnya yang memang sedikit lebih tinggi dariku. Kutiup dan kugosok kedua tanganku supaya sedikit menghangat lalu menempelkannya ke kedua pipi Renjun yang dingin.

"Hey kalian, cepat kembali ke penginapan! Hujan salju yang cukup lebat sepertinya akan turun," tegur salah seorang penduduk lokal itu yang syukurnya dapatku mengerti. Aku lagi-lagi panik, terlebih aku harus mencari jalan untuk kembali ke hotel kami yang aku yakin jarak tempuhnya lumayan.

Tidak mau terjebak hujan salju dan memperparah kondisi, aku segera melepas jaket tebalku dan memberikannya pada Renjun. Tidak peduli walau warnanya sedikit feminine, yang penting ia hangat dulu.

Aku memutuskan untuk singgah di penginapan kecil terdekat karena hujan saljunya sudah keburu turun. Hanya saja, sesuai dengan harganya, penginapan kecil ini hanya menyediakan penghangat ruangan seadanya saja dan itu tidak cukup membantu situasi Renjun.

Bocah itu masih nampak menggigil di balik selimut. Syukur saja kesadarannya sudah kembali, walau tetap saja aku masih harus memutar otak untuk menemukan cara mengembalikan suhu tubuh normalnya.

Kurasa, hanya ini satu-satunya cara.

Tanpa bersuara, aku mengambil posisi di sebelah tubuh Renjun yang meringkuk.

Ish! Ingin kurutuki dirinya tapi aku ingat bahwa Renjun juga tidak sepenuhnya salah. Teringat kenangan yang memicu Seasonal Affective Disorder nya bukanlah pilihannya. Suasana salju yang serba putih pasti benar-benar membuat dirinya menjadi gloomy.

"R-renjun, buka pakaianmu," pintaku sedikit malu. Renjun mengernyit bingung.

"B-buka saja! Bisa tidak menurutiku dulu!?" ocehku karena ia bertele-tele.

Maafkan aku yang galak ini.

Renjun menurut, ia melepas seluruh pakaiannya termasuk celana panjangnya –ya, kau tidak salah baca.

Tibalah bagian tersulit. Untuk meredam rasa maluku, aku menyelimuti tubuh Renjun dengan selimut dan aku ikut masuk ke dalamnya.

Renjun sempat bingung, tapi apa yang aku lakukan selanjutnya jelas membuatnya terperanjat.

RENJUN'S JOURNALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang