Happy Ending yang Dipaksakan Akan Membuat Cerita Menjadi Buruk

533 38 2
                                    

Nah, kalau kemarin kita membahas tentang twist ending yang dipaksakan. Sekarang kita akan membahas mengenai happy ending yang dipaksakan. Seperti biasa, sebelum memulai belajar hari ini silakan berdoa menurut keyakinan masing-masing terlebih dahulu, ya! :-)

Kalian pernah membaca atau menonton film yang tokohnya mati lalu tiba-tiba hidup lagi karena banyak pembaca atau penonton yang kecewa idola mereka dimatikan enggak? Nah, itu adalah salah satu happy ending yang dipaksakan.

Memang happy ending itu bisa membuat pembaca atau penonton bahagia, tapi jika memaksakan akhir yang bahagia juga bukan solusi yang benar atau tepat.

Tidak sedikit penulis pemula mengira sebuah cerita akan sukses kalau berakhir happy ending, padahal sebenarnya tidak selalu demikian.

Sebuah cerita bisa berakhir bahagia ataupun sebaliknya. Kalau ditanya mana yang lebih bagus maka jawabannya adalah pilihan penulis. Mau pilih yang mana itu terserah keinginan penulis.

Memang kalau happy ending itu bisa membuat pembaca atau penonton puas dan bahagia. Misal, tokoh jahat kalah dan sedangkan yang baik menang. Tidak heran jika banyak pembaca atau penonton senang kalau tokoh sentral yang mereka dukung mencapai apa yang diharapkan. Jadi, mereka terhibur setelah membaca atau menonton sebuah kisah happy ending.

Namun, apakah dengan begitu happy ending selalu lebih bagus daripada sad ending? Oh, tidak juga.

Contoh saja pada kisah Romeo dan Juliet, kalau ceritanya happy ending apakah akan melegenda sampai saat ini?

Satu-satunya sebab kisah Romeo dan Juliet legenda sampai saat ini karena mereka rela mati bunuh diri demi cinta, mati bersama. Nah, justru karena sad ending-lah yang menjadikan kisah itu abadi atau melegenda sampai sekarang.

Kalau sad ending mungkin lebih berpeluang untuk meninggalkan kesan atau bekas dan lebih abadi. Karena kisah tragis lebih meninggalkan kesan mendalam dalam hati.

Selain itu, sad ending juga lebih realistis. Karena tidak selamanya kebaikan menang dan kejahatan kalah kan? Bahkan di dunia nyata pun, orang jahat kebanyakan lebih panjang umur daripada orang baik. Di dunia nyata, kebanyakan orang berhati jahat malah lebih langgeng kekuasaannya dibanding orang baik. Realitasnya, kebaikan bisa menang dan kejahatan pun bisa menang. Lalu, ending mana yang lebih bagus?

Baik sad ending ataupun happy ending keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Mungkin sad ending lebih membekas atau berkesan dan abadi, tetapi apakah ia disukai oleh pasar?

Bagi marketing sendiri mungkin happy ending lebih menarik. Orang akan bercerita dari mulut ke mulut atau berbagi kisah bahagia yang telah ia baca atau tonton.

Orang yang berbagi kisah happy ending selain secara langsung biasanya juga melalui update status di media sosialnya dan secara tidak langsung dia telah membantu mempromosikan dan menarik orang lain.

Akan tetapi sebaliknya, ketika kecewa atau sedih karena bacaan atau film. Karena, ketika menceritakan atau membuatnya menjadi status di media sosial, mereka cenderung membocorkan ending dan menjadi bumerang yang mencitrakan publikasi tidak menguntungkan.

Untuk optimisme happy ending juga menarik, kok :-). Coba bayangkan jika buku atau kisah Disney berakhir sad ending, pasti tidak akan ada orangtua yang mau mendongengkan ke anak-anak mereka atau mengajak ke bioskop untuk hiburan keluarga.

Jadi, kalian mau pilih yang mana? Terserah kalian mau pilih yang mana. Kisah berakhir sad ending atau sebaliknya. Namun, yang penting penulis harus tahu keduanya memeliki kelebihan dan kekurangan.

Pokoknya yang lebih penting jangan memaksakan tulisan harus sad ending atau sebaliknya. Jika hal itu dilakukan, maka bisa membuat tulisan terlihat tidak natural. So, jangan pernah memaksakan ending ya kawan-kawan! Buatlah ending senatural atau sealamiah mungkin! :-)

Bagaimana? Sudah tahu kan sekarang? Kalau ada yang menyanggah, monggo saya persilakan! :-)

TIPS MENULISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang