00 | Teman?

3.7K 133 41
                                    

"Bucin banget si anjir!"

"Kayak ngga tau Grahita aja, Min. Dia, kan emang bucin."

"Parah, sih bucin banget."

Mereka—Gemi, Tamam, dan Mina—selalu saja menjuluki dengan sebutan 'Bucin' hanya karena aku menyayangi pacarku. Aku sudah biasa mendapatkan itu, acap kali menceritakan tentangnya.

Mengembuskan napas pilihan terakhirku kemudian berhenti bercerita. Kupikir, kali ini akan menyenangkan pergi bersama mereka untuk sekadar melupakan suasana haru biru yang diciptakan papa di rumah semalam.

Ah, sama saja. Tahu begini, aku pergi saja dengan pacarku dan mengerjakan tugas bersamanya saja. Toh, meskipun ini kerja kelompok tetap saja aku yang melakukan semua sendiri seperti sekarang.

"Eh, gue nanti yang print deh. Di Deket rumah gue warnetnya murah banget kalau mau print." Gemi menurunkan ponselnya sambil menatapku.

"Berapa?" Mina menatap Gemi.

"Tigaratus perak per lembar. Kalau berwarna limaratus."

"Anjir murah banget!" Tamam menggebrak meja membuatku kaget. Tidak, pengunjung kafe tempat kami sekarang juga terkejut dengan sikapnya.

"Iya. Makanya, di rumah gue aja. Mayan kan biar ngga banyak pengeluaran banget. Kita, kan mesti bikin dua laporan."

Ketiganya mengangguk dengan penuturan Gemi. Aku hanya diam saja, kurasa suaraku tak diperlukan mereka. Menyanggah pun, mereka akan membuat keputusan sendiri.

Setelah mengucapkan itu, tak ada lagi obrolan dari kami. Mereka sibuk dengan gawai, aku sibuk mengetik di komputer jingjing.

Aku kesal bekerja kelompok seperti ini. Percuma, kan pergi ke kafe hanya untuk bermain ponsel dan menghabiskan uang membeli makanan mahal di sini.

"Guys, laporannya ada yang kurang. Tolong cariin di Google, dong." Tak ada satupun dari mereka yang menurunkan ponsel. Aku menatap satu per satu kemudian berdeham. Percuma saja, tak ada yang menggubris.

Sofa di kafe ini terlalu nyaman membuat mereka enggan mengangkat punggungnya barang sedetik pun. Ditambah lagi, udara di kafe sejuk dan menenangkan. Salahku juga pernah mengenalkan mereka dengan kafe ini. Meskipun mahal, fasilitas di sini cukup memuaskan. Makanya aku suka sekali ke sini untuk memanjakan diri. Namun, jika bersama mereka aku merasa ingin cepat pulang saja. Biarpun WiFi yang tersedia memiliki kecepatan tinggi pun aku tak peduli.

Sampai menit berlalu, ketiganya masih sibuk dengan dunianya sendiri. Kuputuskan untuk mencari tanpa menunggu bantuan dari ketiga temanku itu. Aku memang bisa mencarinya sendiri, tapi hanya ingin lihat saja sampai mana kepedulian mereka pada kelompok ini. Hah, tak ada yang peduli kecuali aku. Andai saja guruku yang memilihkan anggota kelompok sesuai urutan absen, aku akan sangat senang karena namaku tidak berdekatan dengan mereka kecuali Gemi.

Kembali menyibukkan diri mencari bahan yang kurang. Membaca artikelnya, aku mencari mana saja yang akan aku masukan ke laporan nanti.

Tiga puluh menit berlalu aku masih berkutat dengan pekerjaanku. Sedekit lagi, laporannya akan selesai. Baru saja akan bersuara, tiba-tiba Tamam melonjak dari tempat duduk seraya mebelalangkan mata ke ponsel di tangannya.

"Ta! Ta! Ini bukannya pacar lo?!" Tamam berseru heboh seraya beralih ke arahku menunjukkan ponselnya. Potret pacarku dengan seorang perempuan. Aku hanya diam menatapnya.

"Apa, sih Tam? Heboh banget." Gemi yang penasaran mengambil paksa benda pipih berlogo apel di tangan Tamam.

"Soal Banda selingkuh, ya?" Mina menebak dan anggukan Gemi juga Tamam menjadi jawaban.

Aku masih diam memperhatikan mereka. Aku sudah tahu ucapan apa yang akan dilontarkan oleh mereka.

"Kayak baru pertama kali liat aja, Tam. Banda, kan udah sering ketahuan selingkuh."

"Ho'oh. Mau selingkuh kek apa kek, si Grahita mah ngga bakal mau tahu. Bakal tetep cinta, abis ke.bu.ci.nan." Gemi menekan kata terakhirnya. Setelah itu, ketiganya terbahak seraya menjatuhi tatapan mengejek padaku.

Kan? Itu ucapan yang kumaksud. Dari SMP hingga sekarang. Orang yang melabeli diri mereka dengan sebutan 'teman' itu tak pernah berubah, selalu mengejekku.  Sekalipun aku sudah menjauh, mereka akan mendekat kembali.

[]

Hari pertama 31dwc dengan keyword Haru biru.
Tiga puluh hari lagi~

Bandung, 1 Desember 2019.

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang